Untuk kedua kalinya Wahyuni penulis puisi. Katanya, puisi tak tekait profesi, karena puisi kata hati yang bisa membikin manusis bodoh dan cerdas. Bagi Magister psikologi kelahiran Tanoh Gayo, Takengon, 26 Juni 1972 ini, semua orang berhak menyampaikan apa saja dengan puisi, termasuk peristiwa manusiawi seperti asmara.
Dua puisi Wahyuni di tuliskan beberapa hari lalu, namun puisi ‘kuharap’ adalah puisi lama yang manja, dan baru ketemu diantara tumpukan buku-buku lama. Ini dia Puisi Wahyuni seputar danau laut tawar, Takengon.
Cinta Dia di Pereben
Dia tancapkan Cinta Sederhana di pucuk Pereben
tanpa alas dan ketakutan…
kukatakan padanya.
terlalu tinggi bagiku, Aku takut tak mampu
Namun Dia tetap mendaki,
dengan basah kaki..
Basah tangan
cinta itu dia semaikan…..
Semakin kokoh Cinta Sederhana itu dia tancapkan
diatas pepohonan pinus pucuk pereben..
Aku tak mampu mencium harumnya..
takut menjadi kenangan panjang
Katanya; Dik, Cinta kita teduh disini
Takjub Pereben kian menguat
menebar pesona seluas harapan
laut tawar mulia yang terbentang
menyapa Rindu cermin biru
sampai berkali-kali menusuk jantungku
Perebenmu telah melemahkanku
terlalu besar cinta bersemi
aku kalah diantara ayunan nafasmu
diselip lamunan sendu pucuk pinus itu
hingga Aku rebah memelukmu….
Pasar Inpres, 02 April 2012
—————–
Kuharap
Ajak aku berkeliling Laut tawar
sebagai awal perkenalan ini
Ajak aku memuja kotaku
Dipagi yang sendu….
Temani aku duhai kasihku
Saat hatiku menjelma padamu
Lihatlah danau telah tersenyum
dengan bunga-bunga ungu di tepi
Aku ingin disini,
dalam rangkulanmu yang utuh
sambil memandang kotaku yang tenang
Dibukit danau ini…
Sampai sentuhan melambungku
Katakan sepuas hatimu
tentang cintamu padaku…
Lautku bersaksi
kita semakin erat
pertemuan dua lengan
mengenggam jemari dengan kuat..
senyap danau, senyum kotaku
daun dan rumput dimanjai embun
Aku taklukan diri padamu
Agar hati menggebu menyapamu
Cahaya bulan telah menghilang 10 menit lalu
berganti kaca bening danau
tak terasa kita bersandar di bahu
sampai kotaku memanggilku kembali
Kau lepas pelan tubuhku
sampai ke pintu kota ini
Aku sendu
air mata tak mampu menahan rinduku
Kembalilah kasihku
takan kulepas lagi dirimu
Hingga sedebu hati kumemintamu
hilangkan cemburuku
pada angin laut yang membelai tubuhmu
Aku Rindu padamu…..
Yang menyulut kepercayaan diri
.
***
Still looking forward to reading other poetries from brothers and sisters in the land of my “datu” in the very mid tip Simatra Island. Longing to the spot of the place I was born, the beautiful land of Gayo. Reading through the poetries cures the heart of missing my homeland and cleans the tears of remembering the top of Pereben Hill under which I grew up.
Please post again other portries, my Gayonese brothers and sisters. I will be very happy to read through.
Regards from the land of the other side of the Sun
Senang dua puisi diatas. Lama kuresap. Timbul kerinduanku akan tanah kampung halamanku yg telah begitu lama kutinggalkan demi sebuah perjuangan hidup yg kutapaki. Kedua puisi di atas kubaca berulang. Terbayang aku akan tanah kelahiranku percis nama dalam puisi di atas.
Lu ucapkan terima kasih kpd penulis puisi. Semoga akan terus menggoreskan puisi2 selanjutnya yg dapat mengobati sedikit kerinduanku akan ‘tanoh Gayo’ yg telah bgt lama kutinggalkan.
Terima kasih sekali lagi.