Keluarga Nurlis, Hidup Sejahtera dari Depik “Dedesen”

DANAU Lut Tawar (DLT) memang menyimpan kekayaan yang melimpah ruah, anugerah Yang Maha Kuasa bagi rakyat Gayo. Panoramanya yang indah dan teristimewa ikan Depik (Rasbora tawarensis) yang endemik, hanya ada di danau yang berlokasi persis disumbu Provinsi Aceh.

Kekayaanya membuat warga yang tinggal disekitarnya senantiasa hidup sejahtera, akan tetapi tentu bagi punya kreatifitas.

Dan keluarga Pak Nurlis adalah salah satunya yang berpuluh tahun menggantungkan hidup dari ikan mulie (mulia-red) ikan Depik.

Pak Nurlis dan istrinya Encu tidak kurang dari 20 tahun bergantung hidup dari menangkap ikan Depik dengan menggunakan Dedesen, yakni seperangkat alat khusus yang dibuat dan dikelola dengan serangkaian tatacara khusus yang inti persyaratannya harus bersih. Bersih jiwa pengelola dan bersih tempat dan peralatannya.

Walau sejak lama bergantung hidup dari Depik, Pak Nurlis dan isrinya Encu mengaku resah, hasil tangkapan Depik di Dedesennya sudah mulai berkurang dari tahun ke tahunnya. Ini dinyatakan saat dijumpai Lintas Gayo di daerah Gegarang Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah, Jum’at (27/4/2012) berbarengan dengan kegiatan Jejak Tradisi Budaya (Jetrada) Masyarakat Gayo yang digagas oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Banda Aceh di Takengon.

Encu mengatakan suaminya Nurlis selama lebih dari 20 tahun diwarisi “Dedesen” ini oleh orang tuanya, dan bila diurus oleh orang lain maka hasil tangkapan akan berkurang dan malah tak ada sama sekali, banyak sekali pantangan akan ikan yang hanya menghuni DLT ini, mulai dari “Dedesen” yang harus terbuat dari kayu, hingga lumpur pun tak boleh ada di sarang yang telah dibuat itu, terlebih lagi  jika pemilik “Dedesen”  lagi terlibat keributan dalam rumah tangga, maka dipastikan ikan depik tak akan masuk kedalamnya, Encu juga tidak mengetahui penyebab kenapa hal ini bisa terjadi.

Tak lagi, kayu penyangga di “Dedesen” nya sudah berumur lebih dari 30 tahun, Dedesen menurut Encu terdiri dari tiga bagian, “kamar gelep, bupet dan tung“.

Di “kamar gelep”  biasanya Depik bermain sebelum memasuki  “bupet”  dan kemudian terjerat di “tung”, kata Encu menggambarkan proses penanggkapan ikan mulia ini.

Biasanya Depik, sangat peka kepada “pemilik” Dedesen, Encu juga mengatakan bahwa aliran mata air yang mengaliri “Dedesen” nya harus tetap bersih dan dingin, “Dedesen”  kepunyaannya dialiri oleh mata air yang berasal dari dalam gua, jadi suhunya selalu dingin.

Encu yang setia menemani suaminya ini, selalu membersihkan “Dedesen” nya setiap kali selesai memanen, setiap bulannya keluarga ini dapat memanen ikan depik 3-5 kal dengan hasil tangkapan mencapai 40 kaleng (Gayo : Tem, 1 Tem = 20 liter) per panennya, dengan penghasilan rata-rata 25 juta rupiah perbulannya, pada bulan yang lalu Encu mengatakan penghasilannya mencapai 31 juta Rupiah.

Belum lagi jika masa-masa memasuki musim berkumpulnya ikan ini, biasanya terjadi pada bulan April, Mei dan Juni dipastikan penghasilannya akan meningkat.

Meskipun Encu mengaku, ikan Depik pada saat ini telah berkurang disebabkan karena banyaknya nelayan yang menggantungkan hidup dari tangkapan ikan depik, sampai-sampai menggunakan “doran” (jaring) yang besar sampai-sampai ikan depik yang masih kecil pun terjaring di “doran” tersebut, terlebih lagi dengan mulai tercemarnya danau yang menjadi ikon tanoh Gayo ini, kata Encu miris.

Encu mengatakan, hasil tangkapannya di “Dedesen” merupakan ikan Depik yang telah dewasa bukan yang masih bayi, biasanya ikan Depik yang kecil akan keluar dari Dedesen, kata Encu sambil tersenyum.

Berbeda halnya dengan nelayan yang menangkap Depik dari dengan menggunakan “Doran” yang mulai resah terkait tangkapannya mulai menurun, Encu yang menggantungkan hidup bersama keluarganya dengan menangkap Depik menggunakan “Dedesen” juga merasa resah dengan hasil tangkapannya yang semakin hari semakin menurun saja, meskipun penghasilan yang mereka dapati saat ini masih menunjukkan angka yang menggiurkan.

Bukan hal yang mustahil, suatu saat Depik akan punah di Danau Lut Tawar, jika tak cepat diantisipasi maka dipastikan Depik akan tinggal nama belaka.

Yang Ditangkap di Dedesen Depik yang Memijah

Munawardi, seorang pemerhati ekosistem dan budaya masyarakat diseputar Danau Lut Tawar yang turut serta dalam rombongan para peserta Jetrada tersebut menyatakan, Dedesen merupakan alat tangkap yang beroperasi pada bagian muara inlet atau aliran air masuk ke Danau Lut Tawar. Alat ini terdiri dari beberapa komponen yaitu alur air dibuat sedemikian rupa dari susunan bebatuan atau papan  dan dibuat sekat-sekat ruangan berukuran panjang sekitar dua meter dan lebar sekitar setengah meter.

Pada bagian ujung ruangan yang mengarah ke muara atau danau dipasang perangkap berupa alat tangkap “Segapa”, sehingga ikan yang sudah masuk kedalam ruangan akan terjebak dan tidak akan bisa keluar lagi ke perairan danau.

Dedesen berfungsi terutama menangkap ikan Depik (Rasbora tawarensis), karena ikan Depik memiliki kebiasaan akan datang ketepian danau terutama tepian yang terdapat aliran air bersih untuk memijah dan melepaskan telur-telurnya pada musim tertentu, sehingga kebiasaan ini dimanfaatkan untuk menangkap ikan Depik melalui modifikasi terhadap jalur aliran air (fish way) bagi ikan Depik memijah.

“Jika ingin Depik tetap lestari, tiada kata lain, danau ini mesti bersih dan kelestarian hutan disekitarnya mesti tetap dijaga,” kata Munawardi. (Darmawan Masri/Red.03)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.