Banda Aceh | Lintas Gayo – Diskusi terbuka yang dilaksanakan oleh kalangan mahasiswa yang menamakan diri “Gayo Merdeka” Sabtu (10/11/2012) membahas kontroversi Qanun Wali Nanggro, tidak hanya mempersoalkan masalah penggunaan bahasa yang dianggap tidak mengakomodir seluruh suku di Aceh, namun juga menyoalkan syarat membaca Al-Qur’an.
Menurut Dr. Taqwadin pakar Hukum Unsyiah beranggapan Qanun Wali Nanggro disharmoni dengan qanun pilkada yang mewajibkan setiap calon wakil rakyat harus mampu membaca Al-Qur’an. seharusnya ada satu pasal yang mewajibkan Wali Nanggro mampu membaca al-Qur’an juga.
“Bagaimana mungkin wali nanggro yang dibawahya adalah gubernur, bupati dan sebagainya tidak disyaratkan mampu membaca Al-Qur’an sementara di bawahnya mengharuskan membaca Al-Qur’an,” ungkapnya
Menurut ilmu hukum, lanjutnya, hukum yang datang kemudian bisa membatalkan hukum yang datang belakangan. hal ini tidak menutup kemungkinan juga untuk menghapuskan qanun pilkada yang telah ditetapkan dengan mensyaratkan mampu membaca Al-Qur’an.
Hal ini diaminkan oleh Hamidah ketua KIP Aceh Tengah yang juga mengkhawatirkan Qanun Wali Nanggro ini akan memunculkan konflik politik pada pemilu legislatif yang sedang berlangsung. Jika konflik hukum ini tidak diatasi secara benar maka Aceh tidak akan menduduki kursi legislatif yang diwakili oleh suara rakyat pada pemuilu legislatif 2012 ini.
Menurut amatan Lintas Gayo, turut hadir dalam acara tersebut Bardan Sahidi mewakili DPRK Aceh Tengah, Linggadia tokoh GAM, Adi Abdullah pakar hukum dan sejarah, Husaini Hasyim sejarawan, Salman Yoga sejarawan dan budayawan, Jamhuri akademisi, Sofyan Griantara ekonom, Win Hakim dari DPRK, Kesya dari LSM, Usman perwakilan DPRK Bener Meriah serta para aktivis dan mahasiswa.(Zuhra Ruhmi/red.04)