Selesai Kuliah, tak Mesti Jadi PNS

Jakarta | Lintas Gayo – Pendidikan sangat penting bagi masyarakat Gayo. “Knowledge for better life,” kata Win Noto Gayo, pembicara dalam Diskusi Pendidikan Mahasiswa Gayo Jakarta yang digelar di Gedung Parlemen Senayan Jakarta, Jum’at (7/12/2012) lalu.

Namun, tegasnya, mahasiswa Gayo mesti melakukan percepatan-percetapatan. Soal pahit-manis selama kuliah, sambungnya, adalah hal yang biasa. Tinggal lagi, bagaimana mahasiswa Gayo bisa menyikapi kondisi tersebut.

Sementara itu, Direktur Research Center for Gayo, Yusradi Usman al-Gayoni, mengungkapkan bahwa sejak tahun 2002 sedikit sekali mahasiswa Gayo yang lulus ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur SMNPTN. “Hasil ini berbanding terbalik dengan hasil Ujuan Nasional di Gayo yang rata-rata lulus di atas 95 persen. Kualitas siswa kita masih rendah,” katanya.

Selain itu, jelasnya, banyak mahasiswa Gayo yang salah mengambil jurusan, disamping unung-unung (ikut-ikutan). Alhasil, mereka pindah jurusan, kampus, bahkan ada yang sampai drop out. Penyebabnya, karena kurang berjalannya counseling di sekolah, kurangnya pencarian informasi terkait oleh siswa, kurangnya peran orang tua, dan peran pemerintah kabupaten yang relatif kurang.

“Harusnya pemerintah kabupaten juga ikut andil dalam pensosialisasian jurusan. Karena, mereka perencana pembangunan dan pembuat kebijakan di daerah,” ujar penulis buku  “Tutur Gayo” ini.

Selanjutnya, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Mursyid, menekankan agar mahasiswa Gayo yang pulang ke daerah mesti punya prinsip. “Jangan ikut-ikutan, orang yang mesti ikut kita,” tandasnya.

Lebih dari itu, Ketua Tim Kerja Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air Komite II DPD RI itu, menegaskan, mahasiswa Gayo harus bisa menciptakan lapangan kerja dan jadi pengusaha. “Buang jauh-jauh pikiran jadi PNS. Kami tidak jadi PNS. Tapi, masih bisa hidup dari sekarang,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Mursyid, mengajak agar mahasiswa Gayo melestarikan bahasa Gayo. “Orang Gayo tidak akan punya identitas yang jelas kalau bahasa Gayo hilang. Apalagi, orang Gayo karakternya terbuka dan suka meniru perubahan,” bebernya.

Di lain pihak, Desna Yuwilda, menekankan persiapan mahasiswa Gayo dalam menghadapi tantangan yang ada sekarang. “Dunia semakin kecil. Informasi semakin cepat. Apa yang mesti adik-adik persiapkan?” tuturnya. Saat ini, sambungnnya, orang mulai terspesialisasi, bukan generalisasi. “Ingin sukses, jadilah orang yang luar biasa. Jangan biasa,” tegas ibu lima anak itu.

Terakhir, Sastra Wirawan, Ketua Pelaksana, menyebutkan, pelaksanaan diskusi itu berawal dari pertemuan mahasiswa Gayo empat kabupaten di Monas. “Alhamdulillah, akhirnya kita bisa mengadakannya di tempat ini. Karenanya, saya mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak,” katanya.(LG-006/red.04)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.