Lut Tawar Meluap, Jangan Salahkan Siapa-Siapa !

 

Catatan Munawardi*

 

KENAIKAN permukaan air danau Lut Tawar sejak beberapa minggu belakangan ini memang tidak seperti biasanya, sehingga ada banyak bermunculan pendapat dan asumsi bahwa meluapnya air danau Lut Tawar erat kaitannya dengan kegiatan proyek pembangunan PLTA Pesangan yang telah mengalihkan aliran sungai Pesangan ke bagian sebelah utara sungai di hulu sungai Pesangan tepatnya di kawasan PI kampung Hakim-Bale Kecamatan Lut Tawar.

Tidak dikatakan salah jika proyek tersebut termasuk menjadi biang penyebab meluapnya air Danau Lut Tawar, namun perlu kita perhatikan fenomena alam. Belakangan ini curah hujan memang cukup tinggi diseputaran Takengon, dan dari catatan yang diperoleh dari pihak PLTA Peusangan curah hujan mencapai angka 91 mmHg per hari sehingga dapat dikatakan tergolong curah hujan yang lebat.

Selain itu kita juga harus introspeksi dan jangan menutup mata bahwa secara tidak langsung kita semua, maksudnya kita selaku masyarakat yang tinggal dan selalu memiliki kepentingan terhadap sumberdaya alam di kawasan Danau Lut Tawar dan sekitarnya turut andil menjadi penyebab meluapnya air Danau Lut Tawar.

Benar atau tidaknya pernyataan tersebut diatas, mari kita telusuri dan lihat fakta dilapangan kemudian renungkan sejenak. Lihatlah kondisi disekeliling Danau Lut Tawar pada saat sekarang ini. Apa yang berbeda dengan kondisi Danau Lut Tawar pada waktu sepuluh, duapuluh tahun yang lalu bahkan lebih dari itu?, atau tanyakan kepada generasi terdahulu apa yang berbeda dengan kondisi sekarang.

Memang benar dan sangat lumrah bahwa terjadinya degradasi lingkungan yang mau tidak mau, suka tidak suka hal itu harus tetap terjadi, hal itu sering disebut dengan istilah suksesi karena fenomena tersebut merupakan hukum alam. Akan tetapi jangan lupa bahwa yang menjadi faktor utama yang dapat mempercepat atau memperlambat terjadinya degradasi lingkungan tersebut adalah faktor manusia, terutama yang berdekatan dengan sumberdaya alam bersangkutan.

Benarlah apa yang difirmankan Allah SWT dalam kitabnya yang lebih kurang berbunyi “telah terjadi kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia”. Jadi manusialah yang menjadi kunci permasalahan dalam fenomena meluapnya air Danau Lut Tawar.

Sekarang mari kita bayangkan jika Danau Lut Tawar adalah ibarat sebuah cangkir yang berisi penuh dengan air, kedalam cangkir tersebut kita tambahkan lagi dengan bubuk kopi terus menerus tanpa takaran yang jelas, apa yang terjadi kemudian?.

Tentu airnya akan meluap keluar, karena cangkir akan dipenuhi endapan bubuk kopi, apalagi dengan kondisi tersebut ditambahkan lagi batu dan bahan padat lain kedalam cangkir tersebut bisa kita bayangkan apa yang terjadi bukan?. Nah, memang tidak bisa disamakan Danau Lut Tawar dengan secangkir air.

Secara alami dibumi air mengalami perputaran yang sering disebut dengan siklus hidrologi, dalam siklus hidrologi air mengalami berbagai perubahan bentuk dari cair menjadi gas kemudian ada yang menjadi padat selanjut kembali lagi menjadi cair dan itu terjadi terus menerus, sementara jumlah air dibumi adalah tetap yaitu sekitar 1,4 triliun kilometer kubik dan menutupi sekitar 71% permukaan bumi, kemudian terjadilah pendistribusiannya melaui musim.

Berdasarkan contoh dan keterangan diatas bukan tidak mungkin Danau Lut Tawar ibarat secangkir air yang diisi dengan bubuk kopi kedalamnya secara terus menerus. Bukan bermaksud melebih-lebihkan akan tetapi ini merupakan fakta dan kenyataan yang telah terlihat ada sekarang.

Mari kita perhatikan sekeliling Danau Lut Tawar berapa jumlah inlet atau sungai yang bermuara ke Danau Lut Tawar. Air sungai yang masuk ke danau akan selalu disertai dengan material-material padat mulai dari partikel tanah, dedaunan, ranting dan batang kayu hingga sampah plastik, karung bekas, botol minuman dan lain sebagainya termasuk kotoran manusia lengkap ada didalamnya.

Tahukah kita betapa banyaknya jumlah endapan yang masuk ke dalam danau setiap harinya melalui saluran atau sungai yang bermuara ke Danau Lut Tawar?, mungkin jumlahnya ratusan atau bahkan ribuan meter kubik setiap harinya, apalagi pada saat musim hujan seperti sekarang ini dimana debit air sungai meningkat berkali-kali lipat dari biasanya akibat meningkatnya jumlah aliran air limpasan (run of) dari permukaan tanah daratan yang mengangkut ratusan bahkan ribuan meter kubik material tanah kedalam danau.

Kemudian mari pula kita lihat sebagian lokasi termasuk beberapa lokasi wisata seperti Pante Menye, Ujung Paking, Pante Lung, One-One dan lain-lain, coba perhatikan dan lihat adakah terdapat turap beton atau timbunan tanah yang sengaja dibuat dipinggiran bahkan sampai ke badan danau?, dan cobalah perkirakan berapa luaskah penyempitan terhadap badan perairan danau?. Jelas ini sedikit atau banyak menyebabkan penyempitan ruang volume air dan daya tampung danau bukan?.

Selanjutnya mari kita perhatikan lagi keberadaan tanggul di kawasan Boom hingga Mendale. Kita ketahui bahwa kawasan ini dulunya merupakan kawasan persawahan dan rawa yang secara ekologis berperan sebagai zona buffer (penyangga) bagi keseimbangan ekosistem Danau Lut Tawar.

Kawasan ini juga berfungsi menyimpan cadangan persediaan air bagi danau. Namun sangat disayangkan sekali, sejak diberlakukannya Perda Kabupaten Aceh Tengah Nomor 29 Tahun 2001 tentang “Garis Sempadan Pemanfaatan Daerah Penguasaan Tepi Danau Laut Tawar Lot Kala-Boom Kabupaten Aceh Tengah”, yang merekomendasikan pembangunan tanggul pada kawasan Boom hingga Mendale, dengan berdasar kepada kajian yang sangat dangkal serta alasan yang tidak jelas dan tanpa adanya kajian lingkungan terlebih dahulu. kini kawasan ini berubah total dan berubah menjadi pemukiman yang padat yang seharusnya dijadikan kawasan hijau ataupun konservasi. Sehingga kawasan ini tidak mampu lagi menyimpan cadangan air dan berubah menjadi daratan dan terus meluas kearah danau didukung oleh pendangkalan disertai berkurangnya debit air danau serta hilangnya habitat bagi beberapa biota endemik disana.

Sekarang bandingkanlah dengan kondisi dahulu, dahulu wilayah ini merupakan tempat genangan air namun kini berubah menjadi daratan dan bangunan, kemanakah air akan tertampung sementara tempatnya sudah hilang?, tidak akan ada jalan lain ketika musim air danau naik (nyang lemo) air akan meluap dan merendam bangunan dikawasan ini.

Begitu juga perhatikan kawasan Lukup Penalam atau sering disebut Dermaga di wilayah Dedalu, kawasan rawa di wilayah ini telah diubah menjadi daratan dengan menimbun ratusan meter kubik atau bahkan ribuan kubik tanah. Jika kita bertanya kemana air yang berada di rawa tersebut setelah ditimbun tanah?. Masih berdekatan disekitar wilayah ini terdapat lokasi budidaya ikan sekaligus sebagai tempat wisata pribadi juga sama halnya, yaitu telah terjadi penimbunan tanah ke badan danau.

Selanjutnya kita melangkah lagi ke arah kampung One-one, lihatlah dulunya dibagian sebelah kiri jalan merupakan hamparan sawah dan sedikit rawa-rawa. Namun kini keadaan telah berubah di kawasan ini banyak berdiri bangunan megah, bahkan pertokoan mini market sekaligus menambah halaman belakangnya dengan menyulap badan air danau menjadi halaman berdinding beton. Sungguh perubahan yang signifikan bukan?.

Melangkah lagi kearah Loyang Koro, diwilayah ini kita lihat adanya aktivitas pelebaran jalan, karena jalan disini memang relatif sempit, lihatlah ke arah bagian pinggir danau tepatnya ditepi bagian bawah jalan. Ternyata banyak material tanah dan batu dibuang kesana menuju dasar perairan danau, seolah danau berfungsi sebagai “spoil bank” atau tempat penimbunan tanah hasil eskavasi dari proyek pelebaran jalan tersebut. Dan kejadian serupa telah terjadi juga pada waktu beberapa tahun sebelumnya, masih ingatkah kita ketika perusahaan pengolahan pinus merkusi PT. Kertas Kraft Aceh membuka ruas jalan dibagian sebelah utara danau, tidak sedikit material tanah beserta batu dibuang dan tertimbun didasar Danau Lut Tawar.

Masih banyak lagi hal-hal yang belum kita sadari telah terjadi dan menyebabkan perubahan-perubahan terhadap keberadaan ekosistem Danau Lut Tawar. Bukan tidak mungkin Danau Lut Tawar pada akhirnya hanya tinggal nama, sebagaimana telah terjadi pada ekosistem Paya Ilang yang sekarang telah menjelma menjadi lahan perkantoran, terminal dan pasar.

Nah dengan demikian, siapakah yang patut kita salahkan?, sebab tanpa sadar kita semua turut andil menjadi penyumbang bubuk kopi kedalam secangkir air, banyak atau sedikit semua kita telah melakukannya, kita yang menebang hutan, kita yang membuka lahan perkebunan atau pertanian, kita yang membangun rumah dan menimbun tanah, kita yang membuang limbah dan kita yang membuat jalan dan lain-lainya telah menyumbang andil yang cukup besar terhadap menyempitnya ruang untuk digenangi air danau.

 

*Pemerhati sumberdaya perairan, tinggal di Takengon

 

Catatan :

Coba baca :Sejumlah Danau di Indonesia Terancam Hilang

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.