Meng-Cache Gayo ke Dunia

Sebuah Renungan dari Pang Ujen

Catatan: Isma Arsyani

SORE Ahad, 13 Januari 2013,  kembali lah Pang Ujen dari Lapangan Sengeda di Bener Meriah.  Setiba di rumah, benak Pang Ujen diselimuti ingatan akan atraksi di Lapangan Sengeda siang itu. Bukan atraksi pacuan kuda yang mengawani pemikiran Pang Ujen, namun atraksi didong masal yang diselipi syair oleh penyai sekelas Fikar W Eda dan Salman Gayo.

Hati Pang Ujen masih haru-biru mengenang acara didong masal, sama harunya saat dia menyaksikan secara langsung atraksi didong masal yang diselingi bumbu syair dari penyair Gayo.

Bukan rekor MURI yang membuat Pang Ujen haru. Apalagi seperti warta yang dia dengar, atraksi didong ini membuat sebuah rekor yang dicatat di MURI bersama dengan acara minum kopi masal yang juga dilaksanakan di Lapangan Sengeda pada hari itu juga.

Pang Ujen teringat malam Ahad lalu, saat bersama Bedul menyaksikan acara Konser Konsep Membangun Gayo di Kantin Wapres di Jalan Mahkamah. Teringat akan sebuah pernyataan dari Salman Yoga, bila saat ini Gayo kurang dokumentasi akan Gayo itu sendiri. Bergumam Pang Ujen, “konon  Gayo mau terpublikasi secara luas ke dunia bila tak punya dokumentasi diri”.

Atraksi didong masal yang beriring dengan minum kopi bersama dan pacuan kuda menjadi titik dari beribu rangkaian dokumentasi  yang akan mempublikasikan Gayo ke dunia. Ini lah yang membuat Pang Ujen haru secara mendalam di hati.

Gayo memang sedang merangkai identitas, meminjam judul  buku yang ditulis Ketut dan Taufik. Gayo punya kopi, Gayo punya alam yang subur, dan Gayo punya sesuatu yang diimpi dunia. Bila tak dijaga dan tak dirangkai, Gayo akan habis ditelan masa.

Pang Ujen punya ingin, bila saudaranya Ole Gunnar di Norwegia dan Nakata di Jepang mengetik tentang Gayo di Google, tak keluar hasil sebuah boyband asal Korea Selatan, namun Gayo sebuah suku di Aceh atau Sumatera yang mempunyai nilai budaya, seni, dan alam yang tinggi. Pun bila saudaranya di Eropa dan Timur Jauh mengetik kata “didong” tak muncul sebuah keluaran tentang sebuah kata dari Perancis, namun sebuah seni tepuk dan syair yang punya nilai tinggi yang berasal dari Gayo.

Mari menulis lah tentang Gayo. Rekam lah tentang Gayo. Bersyair lah tentang Gayo. Melukis lah tentang Gayo. Biar dunia bisa meng-cache Gayo di memorinya. Akhirnya berselimut  Upuh Gunél, Pang Ujen bisa membawa harunya dengan tenang ke dalam mimpinya pada Ahad malam.(isma.arsyani[at]gmail.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Berharap pemberitaannya santer tayang di media televisi. Tp tidak ada.
    Wide shot metro tv dng cityzen jurnalisnya tdk dimanfaatkan. Dll.. dll.. Meng’cache’ jd PR besar.