Sebuah cerita mini
Oleh: Novarizqa Saifoeddin*
KONON, setelah media memberitakan adanya bom aktif seberat 1,5 ton di dasar danau Laut Tawar, sekumpulan orang-orang berduit dari negara sahabat yang peduli lingkungan dan kemanusiaan memprakarsai pengangkatan benda peninggalan penjajah itu. Kepanitiaan-pun dibentuk. Tugas utama panitia adalah mencari orang sakti yang sanggup mengangkat bom hingga kedaratan tanpa menimbulkan kegaduhan dan merusak lingkungan sekitar.
Atas tugas tersebut, kepada setiap anggota panitia diberikan honorarium, juga beberapa fasilitas penunjang. Setelah memahami hak dan kewajiban, tugas dan tanggung jawab, setiap anggota panitia wajib menandatangani selembar kertas yg berisi janji untuk bekerja dengan jujur, bersih dan bebas KKN. Beres…!
Kerja panitia dimulai. Dari seribuan pelamar yang mengaku sakti, panitia memutuskan hanya tiga orang yang memenuhi kriteria dan lolos ke tahap wawancara : Behu, Bentor dan Berlok.
Sebelum mengajukan beberapa pertanyaan, panitia memberitahukan bahwa keselamatan mereka dalam menjalankan tugas bukan merupakan tanggung jawab panitia. Artinya, segala resiko menjadi tanggung jawab masing-masing peserta. Ketiganya setuju, lalu mereka dipanggil satu per satu kedalam ruangan. Panitia ingin bertanya tentang imbalan. Behu yang dipanggil pertama kali meminta imbalan 400 juta.
“Kenapa permintaan saudara setinggi itu?” tanya seorang panitia.
“Untuk tunjangan keluarga di rumah, pak. Takut kalau terjadi apa apa di dasar danau nanti” jawab Behu mantap.
Bentor lain lagi, ia minta di bayar 600 juta. Panitia kaget
“Kenapa begitu tinggi?”
“Tigaratus juta untuk anak istri di rumah, tigaratus juta sisanya buat membeli asuransi pendidikan anak” kilah Bentor tak jengah
Berlok lebih kreatif, ia mengerti ‘teori kepentingan’. Dengan mantap ia menyebut jumlah 900 juta. Panitia jengkel, kesal, marah di hati.
“ Ini jelas tidak mungkin. Tapi biarlah, silahkan sebutkan alasannya” kata panitia sinis
“Tigaratus juta saya berikan pada Behu. Biar dia saja yang melakukan tugas ini. Empatratus juta untuk yang terhormat bapak-bapak panitia” jelas Berlok setelah sebelumnya meminta maaf bila dianggap lancang. “Buat saya biarlah yang 200 juta saja pak” imbuhnya.
Dua hari kemudian, salah satu dari peserta menerima surat panggilan untuk menandatangani Surat Perjanjian dan Perintah Kerja.
Siapakah yang dipilih panitia untuk melaksanakan tugas tersebut…?
Behu ? jelas tidak. Panitia melakukan ‘langkah sirung’ memilih Berlok
Janji bekerja dengan jujur dan bersih sering hanya pemanis kata. Teori kepentingan adalah digdaya. Murah di harga, mahal di timbangan. Mudah berjanji, sulit menepati.
“Kiteni Lagu cangkul nge taring kejer, kunehen”
***
Pinggiran Danau Laut Tawar, 10 Pebruari 2012
*Penyuka sastra dan budaya tinggal di Depok, Jawa Barat