by

“Gusdur DPR taman kanak –kanak” Tidak Berlaku di DPRK Aceh Tengah?

Oleh :Yunadi HR.S.IP *

Dinamika politik terkait Penentuan Pimpinan DPRK Aceh Tengah seperti tak berujung Pangkal; sehingga pantaslah kita meminta…”Wahai para Anggota DPRK Aceh Tengah; tolong Tunjukkan Qanun Aceh Nomor  Berapa yang ada dan legal,  yg mengatur masalah teknis penentuan Pimpinan DPRK?. Qanun Aceh No. Berapa??”

Sebenarnya persoalan penentuan Pimpinan DPRK harusnya sederhana dan semestinya sudah selesai;

Keberadaan anggota DPRK Aceh Tengah yang berjumlah 30 orang ini adalah hasil dari pelaksanaan pemilu April 2014; yg menggunakan Payung hukum; UU No. 15 Tahun 2011 (tentang Penyelenggara Pemilu) kemudian UU No. 8 Tahun 2012 serta tentu UU No.11 Tahun 2006. Dan peraturan teknis yg dikeluarkan KPU dan Bawaslu.

Mekanisme UU dalam Pelaksanaan  UU secara Teknis Pelaksanaan diatur dalam PP (peraturan Pemerintah); sementara Turunan dari UU No.11 Tahun 2006; diatur dalam Qanun Aceh.

Harus jelas dibedakan bahwa Apa itu UU No.11 Tahun 2006 (UU PA)  dan Qanun Aceh.

UU adalah Produk DPRRI. Sementara Qanun Aceh adalah Produk DPRA dan Pemerintah Aceh (gubernur).

Pasal 30 ayat (2) UU No 11 Tahun 2006 menyebutkan;”2) Pembentukan, susunan, tugas, dan wewenang alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRA/DPRK.”

Terkait ketentuan Pembentukan Tatib DPRK diatur dalam PP 16 tahun 2010.

Dan lbh rinci disebutkan dalam; pasal 38 ayat (1) PP 16 Tahun 2010; bunyinya “Dalam hal pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh pimpinan sementara DPRD dengan tugas pokok memimpin rapat DPRD, memfasilitasi pembentukan fraksi, memfasilitasi penyusunan peraturan DPRD tentang tata tertib, dan memroses penetapan pimpinan DPRD definitif.”.

Bahkan dalam UU no.23 Tahun 2014 : Tentang Pemerintahan Daerah; pasal 164:

(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD kabupaten/kota.

(3) Ketua DPRD kabupaten/kota ialah anggota DPRD kabupaten/kota yang berasal dari partai politik yang memperolah kursi terbanyak pertama di DPRD kabupaten/kota.

(4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketua DPRD kabupaten/kota ialah anggota DPRD kabupaten/kota yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak.
(7) Dalam hal ketua DPRD kabupaten/kota ditetapkan dari anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wakil ketua DPRD kabupaten/kota ditetapkan dari anggota DPRD kabupaten/kota yang berasal dari partai politik yang memperoleh urutan suara terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat sesuai dengan jumlah wakil ketua DPRD kabupaten/kota.

Jadi sebenarnya bila ketentuan-ketentuan diatas dijalankan; maka seharusnya tidak ada lagi kesimpangsiuran Penentuan Kepemimpinan di DPRK Aceh Tengah. Apalagi yang mengatakan bahwa mengacu ke pasal 30 UU PA. Justru pasal itu merujuk pada tatib dan mekanisme pembentukan Tatib DPRD/K jelas ditentukan melalui PP 16 Tahun 2010.

Terlebih lagi sudah 2 (dua) kali rombongan anggota DPRK melaksanakan konsultasi penyusunan Tatib ke Banda Aceh (ke pemerintah Provinsi),  dan sudah berkali kali juga Pemerintah Provinsi,baik melalui Sekda atas nama Gubernur dan Gubernur Aceh sendiri juga melayangkan surat agar DPRK Aceh Tengah mempedomani pada UU PA pasal 30 ayat 2, serta UU No.23 Tahun 2014 serta PP 16 Tahun 2010.

Tentunya rombongan yang konsultasi ke pemerintah Aceh kan resmi dan menggunakan dana APBK; lalu knapa hasil konsultasi itu tidak digubris ?.

Sekarang; bila pun, dikirim lagi surat ke Gubernur Aceh,apakah itu hasil paripurna atau apapun namanya, apakah gubernur akan merubah pola keputusan dan arahan nya terkait Pendefenitifan Pimpinan DPRK Aceh Tengah?

Saya kira logika politik yang nalar dan etika pemerintahan bisa dipastikan gubernur akan tetap mempedomani sesuai saran yang disampaikan gubernur pada Pimpinan sementara DPRK Aceh Tengah,seperti surat gubernur 8 Desember 2014. Dan itu terkait konsistensi sikaf gubernur Aceh yang tentunya berjalan dan bersikaf diatas peraturan perundan-undangan yang berlaku.

Padahal, dalam politik juga ada etika politik; bila semua ini sudah diterabas, lalu apalagi yang akan dijadikan dasar?.

Wahai Anggota DPRK Aceh Tengah; “berdamailah dan bersekutulah untuk kepentingan Rakyat, jangan terlalu memperdomani Bahwa dalam politik yang abadi hanyalah kepentingan…melainkan Fahamilah dan camkanlah bahwa yang abadi adalah kebenaran itu sendiri bukan semata-mata kepentingan”.

Penulis :Kandidat MAP (magister Administrasi Publik);pemerhati sosial Politik Tanoh Gayo*

Comments

comments