Tanoh Gayo ; Pusat Studi Islam di Asia Tenggara

Oleh :  Sabela Gayo*

 

Aceh secara umum khususnya Tanoh Gayo (Red; Gayo Land) dikenal sebagai daerah yang sangat religius nuansa keislamannya. Bahkan stempel Kerajaan Linge Gayo sudah menunjukkan kuatnya pengaruh Islam, hal ini dibuktikan dengan adanya penggunaan simbol-simbol keislaman di stempel kerajaan. Jauh sebelum Islam datang dan masuk ke Tanoh Gayo pada abad ke 8 Masehi (ada sebagian yang menyebutkan pada abad ke 12 Masehi dan 13 Masehi), dipercayai bahwa masyarakatnya hidup dalam suasana anismisme dan hal ini terlihat dari sistem hukum adatnya yang pada saat itu disebut dengan SARAK TULU (Hukum Yang Tiga). Sedangkan setelah Islam datang dan menjadi bagian dari denyut nadi dan kehidupan rakyat Gayo maka sistem hukum adat yang semula disebut SARAK TULU berubah menjadi SARAK OPAT (Hukum Yang Empat), hal ditandai dengan masuknya IMEM sebagai salah satu pilar penting dalam struktur sosial masyarakat adat Gayo.

Keberadaan Islam yang demikian kuatnya tertanam dalam jiwa dan detak jantung masyarakat Gayo menimbulkan suatu ”hukum sosial” baru ditengah-tengah masyarakat yaitu ”Islam merupakan identitas Gayo, Barang siapa yang bukan Islam maka tidak lagi dianggap sebagai anggota suku bangsa Gayo”. Aksioma itu terus berkembang dari sampai hari dan menjadi suatu hukum sosial baru ditengah-tengah masyarakat Gayo. Kehidupan masyarakat adat Gayo yang demikian Islami merupakan cikal-bakal bagi penyebaran agama Islam ke seantero wilayah Aceh. Menurut salah satu sejarah lisan yang berkembang di Gayo, ketika anak Reje Linge (Red; Raja Linge) yang bernama Djohan Syah menuntut ilmu agama di Dayah Cot Kala di Wih Ben (Nama sekarang Bayen, Aceh Timur) maka dari situlah bermula Islam kemudian disebarluaskan ke seluruh wilayah Aceh. Dayah Cot Kala merupakan dayah pertama yang didirikan oleh ulama Arab yang bernama Abdullah Kan’an di tanah Aceh. Pada masa lalu Aceh dikenal sebagai salah satu pusat peradaban Islam dan untuk mengembalikan sejarah kejayaan dan kemuliaan Aceh tersebut maka Tanoh Gayo harus tampil untuk mengambil posisi dan peran sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara dengan menawarkan berbagai disiplin ilmu keislaman dan keterkaitannya dengan sains dan teknologi. Maka sangat dirasa penting gagasan tentang pendirian Universitas Islam Tgk Ilyas Leubee dalam rangka meletakkan fondasi bagi terwujudnya konsep Tanoh Gayo sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara.

Diperlukan kelahiran dan kehadiran seorang pemimpin dan pemikir besar di Gayo dalam rangka membawa perubahan besar menuju konsep masyarakat Gayo baru. Perubahan-perubahan menuju konsep Gayo baru harus dimulai dengan proses pembenahaan dan pembinaan jiwa kepemimpinan di Gayo. Kualitas kepemimpinan para pemimpin di Gayo baik pemimpin formal seperti Kepala Kampung, Camat, Kepala-kepala dinas, Bupati dan anggota-anggota DPRK maupun pemimpin-pemimpin yang informal seperti tokoh adat, ulama, budayawan, seniman, pemuda, wanita, dan akademisi. Tanpa adanya karakter kepemimpinan yang kuat dan sadar akan peran dan tanggung-jawabnya dalam mengemban visi modernisasi Gayo dan konsep menuju masyarakat Gayo baru maka perjuangan menuju perubahan kearah tersebut terasa semakin berat dan berliku. Perubahan jiwa dan semangat kepemimpinan di Gayo dapat ditempuh melalui proses peningkatan kesadaran masyarakat seperti sosialisasi, ceramah-ceramah, dan pelatihan-pelatihan terstruktur pada masing-masing bidang dan tingkatan. Sehingga ada proses sinergi antara satu bidang dengan bidang lain, dan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Rasulullah Muhammad S.A.W adalah contoh teladan yang baik bagi orang Gayo di seluruh penjuru dunia, dimana Rasulullah Muhammad S.A.W telah berhasil membangun sebuah peradaban baru yaitu peradaban Islam diatas peradaban berdasarkan kafilah yang telah berlangsung lama. Keberhasilan Rasulullah Muhammad S.A.W tersebut disebabkan karena adanya budaya hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad S.A.W dan juga tidak terlepas dari adanya kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik kepemimpinan beliau yang luhur, yang beliau praktikkan pada masa itu. Ada 3 (tiga) tindakan utama yang diambil oleh Rasulullah Muhammad S.A.W yaitu;

  1. Membangun Mesjid. Ada 2 mesjid besar yang dibangun oleh Rasulullah Muhammad S.A.W yaitu Mesjid Quba dan Mesjid Nabawi. Mesjid tidak hanya dijadikan oleh Rasulullah Muhammad S.A.W sebagai pusat ibadah semata tetapi juga dijadikan sebagai pusat pengembangan dan pembinaan aktivitas kemasyarakatan seperti pusat pendidikan dan pengajaran, pusat mengatur strategi peperangan, pusat mengadili sengketa hukum diantara umat dan pusat dakwah islamiyah. Dalam konteks modern saat ini bagi masyarakat Gayo, Mesjid sudah menjadi nomor terakhir untuk dikunjungi karena dianggap tidak memberikan manfaat secara ekonomi dan juga sebagai akibat demikian fokusnya bekerja dan berbisnis sehingga waktu ke masjid pun menjadi tidak ada. Kondisi demikian sangat nyata terlihat hampir di seluruh wilayah Gayo pada waktu-waktu shalat fardhu. Padahal masjid merupakan tempat yang paling sejuk untuk berdiskusi dan membicarakan masalah-masalah keumatan.
  2. Menjalin persaudaraan (Ukhuwah). Rasululah Muhammad S.A.W telah berhasil meletakkan fondasi persaudaraan yang kuat antara kaum Muhajirin dan Anshar. Persaudaraan yang dibangun oleh Rasulullah Muhammad S.A.W adalah rasa persaudaraan yang berlandasakan agama dan bukan berlandaskan kesukuan, keluarga atau kelompok. Rasulullah berhasil membangun kota Madinah dengan semangat kekeluargaan, persaudaraan, jaminan keamanan, kedamaian, keadilan dan kesejahteraan. Padahal pada masa itu di Madinah, ada 2 (dua) qabilah utama yaitu Qabilah Aus dan Khazraj yang telah bermusuhan selama 120 tahun lamanya, tetapi dengan semangat persaudaraan yang ditanamkan oleh Rasulullah Muhammad S.A.W atas dasar agama maka semua rasa permusuhan tersebut menjadi pupus dan berubah menjadi semangat saling tolong-menolong, gotong-royong dan saling ingat-mengingatkan dalam kebajikan. Kualitas kepemimpinan seperti ini lah yang dibutuhkan oleh Tanoh Gayo untuk mewujudkan konsep masyarakat Gayo baru. Kondisi di Tanoh Gayo hari ini pun, tidak jauh berbeda dengan kondisi yang terjadi di Kota Madinah pada masa itu dimana hari ini struktur sosial masyarakat Gayo terpecah ke dalam beberapa faksi/kelompok besar yang saling “bermusuhan secara politik” selama beberapa generasi seperti kelompok uken (bur) dengan keompok toa (paluh). Dalam situasi seperti ini lah perlunya hadir seorang pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan seperti Rasulullah Muhammad S.A.W yang mampu mengayomi setiap elemen dan kelompok yang “bermusuhan” di Gayo dengan membangun dan meningkatkan rasa persaudaraan (ukhuwah) diantara sesama anggota suku bangsa Gayo. Perlu di sampaikan kepada setiap pribadi di Gayo bahwa kita sama-sama suku Gayo dan memiliki tujuan dan niat yang sama untuk membangun Tanoh Gayo maka mari tingkatkan rasa persaudaraan kita sesama suku Gayo demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan di Tanoh Gayo.
  3. Piagam Madinah (Madinah Charter), lahirnya Piagam Madinah merupakan satu bentuk pengakuan secara tertulis mengenai hak dan kewajiban setiap anggota masyarakat walaupun berasal dari kelompok/qabilah/kaum yang berbeda tetapi mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Pengakuan secara tertulis hak dan kewajiban masyarakat ini merupakan bentuk penghormatan Rasululullah Muhammad Muhammad S.A.W terhadap pluralisme yang terdapat ditengah-tengah masyarakat Madinah pada masa itu. Piagam Madinah memuat berbagai macam aturan dan prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang tinggi seperti keadilan, persamaan, kepemimpinan, musyawarah, persaudaraan, persatuan, kemerdekaan dan toleransi beragama. Tanoh Gayo juga harus membuat sebuah piagam (charter) yang dapat dijadikan sebagai simbol hijrahnya rakyat Gayo dari situasi “saling bermusuhan secara politik” antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dengan berlandaskan pada prinsip dan nilai moral sebagaimana yang terkandung di dalam Piagam Madinah dan juga tetap mengakui keberagaman dan karakteristik masing-masing kelompoknya. Makanya, untuk mewujudkan konsep Gayo baru dibutuhkan seorang calon pemimpin yang memiliki ide besar, keluhuran budi-pekerti, dan berjiwa kepemimpinan sebagaimana yang dimiliki oleh Rasulullah Muhammad Muhammad S.A.W.

Keberhasilan Rasulullah Muhammad S.A.W membangun sebuah komunitas baru di Madinah tidak terlepas dari sejarah hijrahnya Rasulullah Muhammad S.A.W dari Mekkah ke Madinah. Dengan hijrahnya beliau maka beliau memiliki kesempatan untuk melihat kondisi yang terjadi di dalam komunitasnya di Mekkah dangan kondisi yang ada di Madinah pada saat itu. Dengan adanya kondisi pembanding di Madinah tersebut maka Rasulullah Muhammad S.A.W mampu untuk menidentifikasi dan menganalisis tentang kondisi yang terjadi di Madinah pada masa itu dan kemudian berdasarkan ijtihad beliau dan bimbingan dari Allah SWT maka beliau mampu menawarkan suatu solusi terhadap masalah keumatan yang dihadapi oleh masyarakat Madinah pada masa itu. Dan solusi beliau diterima oleh semua kelompok/kaum/golongan yang berbeda satu sama lain. Demikian juga halnya bagi generasi muda Gayo, hijrahlah dari Tanoh Gayo menuju ke tempat-tempat/daerah-daerah lainnya yang sudah maju baik untuk belajar (S1, S2, S3) maupun untuk bekerja agar dapat memperoleh pembanding yang baik dengan situasi dan kondisi yang terjadi hari ini di Gayo. Kemudian dengan adanya kondisi pembanding di tempat perantauan maka dapat diambil suatu kesimpulan/pelajaran yang berharga dalam melakukan upaya perubahan di Tanoh Gayo.

Untuk mewujudkan Tanoh Gayo sebagai Pusat Studi Islam di Asia Tenggara bukan merupakan suatu upaya yang sulit dan tidak mungkin dicapai jika minimal 3 (tiga) upaya yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad S.A.W dapat diterapkan dan dimasyarakatkan kembali di Tanoh Gayo dalam waktu dekat ini. Apabila langkah yang pernah diambil oleh Rasulullah Muhammad S.A.W diterapkan untuk kedua kalinya di Tanoh Gayo maka insya allah hal itu akan menjadi pintu masuk (entry point) yang revolusioner bagi terwujudnya konsep Tanoh Gayo sebagai Pusat Studi Islam di Asia Tenggara. Menjadikan Tanoh Gayo sebagai Pusat Studi Islam di Asia Tenggara hanyalah masalah Uang dan Infrastruktur saja, hari ini ada uang/anggaran sekian ratus miliar maka hari ini juga bisa dibangun gedung-gedung yang mewah dan megah yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pendidikan Islam tersebut, tetapi apakah dengan membangun gedung-gedung yang mewah dan megah tersebut lantas kemudian masyarakat Gayo dapat memposisikan dirinya sebagai pusat studi islam di Asia Tenggara?, tentu jawabannya masih sangat beragam tergantung dari sisi mana seseorang menafsirkan pertanyaan tersebut. Pembangunan mental dan moral masyarakat jauh lebih penting sebelum dilakukannya pembangunan fisik dan materil. Untuk apa dibangun gedung-gedung mewah bernilai miliaran yang kemudian difungsikan sebagai pusat pendidikan Islam jika kemudian gedung-gedung tersebut hanya menjadi gedung-gedung kosong yang tidak berpenghuni?, bahkan kadang-kadang gedung-gedung tersebut dirusak, dinding-dindingnya dicorat-coret, kacanya dilempari dengan batu, atau jika berpenghuni pun, para penghuninya justru lebih banyak dari luar Gayo dibandingkan dengan masyarakat Gayo sendiri?. Oleh karena itu, penguatan dan kesiapan mental dan moral orang Gayo untuk memposisikan diri dan daerahnya menjadi pusat studi Islam di Asia Tenggara harus dipersiapkan sejak dini. Menjadi kaya itu baik, tetapi mempersiapkan diri untuk menjadi orang kaya jauh lebih baik karena ketika suatu saat kekayaan itu datang menghampiri kita maka kita siap untuk menerima kekayaan tersebut dan sudah tahu mau dibawa kemana dan digunakan untuk apa kekayaan kita itu.

 

*1. Mahasiswa Program Ph.D.in Planning and Development of University Northern Malaysia (Universiti Utara Malaysia). 2. Wali World Gayonese Association (WGA).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.