Peran Media dalam Liputan Bencana Alam

Catatan Basyaruddin*

 

Dalam peta indek rawan Bencana yang diterbitkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hanya Sabang, Bener Meriah, Kota Langsa, Nagan Raya dan Gayo Lues masuk kategori yang beresiko sedang. Sementara kabupaten/kota lainya berisiko tinggi. Aceh rawan bencana gempa bumi, banjir, tanah lonsor, banjir bandang dan tsunami.

Pengetahuan tentang bencana kepada masyarakat didaerah rawan bencana perlu harus ditingkatkan hingga menjadi budaya keselamatan. Sementara pembuat keputusan publik perlu merancang pembangunan dengan perspektif pengurangan kerentanan terhadap bahaya.

Dalam peningkatan kesadaran publik, media masa menjadi pilar utama dalam jalur saluran informasi, edukasi serta kontrol sosial. Tiga fungsi media tersebut dapat berjalan jika perspektif media serta jurnalisnya memadai. Jika tidak, peristiwa hilangnya 27 jurnalis pada gempa tsunami Aceh Desember 2004 berpeluang terulang kembali.

Dalam konteks pengembangan kapasitas media masa dan jurnalis perlu rancangan modul, yang bisa menjadikan panduan liputan saat bertugas dilapangan dan menjadi etika yang bisa diterapkan dalam liputan bencana alam.

Rancangan draft Modul pengurangan resiko bencana untuk jurnalis di Aceh telah didiskusikan dalam sebuah “Workshop dan focused groups discussion” di Sabang (13-14/6/2011) yang diikuti perwakilan jurnalis dari kabupaten kota di Aceh.

Dalam acara Workshop yang diadakan UNDP tersebut khusus membicarakan liputan didaerah bencana dan mengumpulkan informasi, pendapat dan solusi, terkait isu bencana , gempa, tsunami, banjir, puting beliung, tanah longsor, gunung merapi.

Narasumber yang hadir dalam acara workshop tersebut Del Afriadi dari lembaga ilmu pengetahuan Indonesia yang memberikan konsep konsep pengurangan resiko bencana, serta pendekatan yang dilakukan untuk odvokasi dan penyadaran masyarakat terhadap resiko bencana.

Nara sumber lainya Ir.Faisal Kepala Bidang kajian dan pelatihan Aparatur IV dan sekaligus Ketua ikatan ahli Geologi Indonesia Untuk Aceh, yang memaparkan kerawanan bencana dan pembangunan dalam pengurangan resiko bencana.

Hadir juga seorang wartawan senior Dwi Leksono yang memaparkan peran penting media dalam pegurangan resiko bencana dan etika peliputan, ia mengatakan seorang jurnalis dalam liputan didaerah bencana harus memiliki etika dan berempati terhadap keluarga korban bencana, masyarakat sekitar” Jangan seperti kejadian salah satu station tv nasional, orang dalam keadaan terjepit tidak bisa dikeluarkan, tiba tiba datang wartawan menanyakan “ada pesan untuk keluarga” ini menurut saya salah besar ungkap Dwi” dan banyak contoh lain yang dipaparkan Dwi Leksono.

Dalam Acara Worshop tersebut, para peserta Workshop meminta kepada pengusaha media agar memperhatikan keselamatan Jurnalisnya juga diperlukan rotasi jurnalis dalam meliput diwilayah bencana alam, sejauh ini banyak media tidak dibekali dengan pengetahuan tehnik meliput diwilayah bencana.

 

*Anggota Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Aceh Tengah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.