Takengon | Lintas Gayo : Sidang ke dua atas terdakwa I Syaripuddin dan Terdakwa II Sahirman yang keduanya merupakan Keuchik dan Imam Kampung Wih Lah, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah. Dengan agenda sidang pembacaan eksepsi (keberatan) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor Register Perkara PDM-34/Ep.2/TAKNG/02/2011 digelar di PN Takengon mendapat dukungan moral dari warganya, Kamis (16/6).
Persidangan kedua kalinya, warga kampung datang menyaksikan persidangan Keuchik dan Imamnya yang dianggap telah membela kepentingan masyarakat banyak. Bahkan hingga memenuhi ruang persidangan utama PN Takengon. Pihak aparat Kepolisian juga mengawal jalannya persidangan, hal tersebut dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan.
Para terdakwa dalam persidangan di didampingi oleh Penasehat Hukumnya dari LBH Banda Aceh Pos Takengon. Sesuai agenda persidangan, Penasehat Hukum terdakwa menyampaikan eksepsinya (keberatan) tentang tidak adanya permohonan dan persetujuan tertulis dari Bupati Aceh Tengah tentang proses penyidikan terhadap Terdakwa I, hal tersebut menyalahi prosedur yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pasal 23 ayat “(1) Tindakan penyidikan terhadap Kepala Desa, dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Bupati/Walikota”. Tanpa adanya prosedur tersebut diatas, maka proses penyidikan terhadap Terdakwa I sudah cacat prosedur dan tentunya juga cacat hukum.
Selanjutnya, keberatan tentang uraian dakwaan yang menyatakan bahwa Terdakwa II bersama masyarakat pada saat melakukan gotong royong merusak bendungan air, namun yang dihadirkan di persidangan hanya terdakwa II, seharusnya Jaksa Penuntut Umum tidak hanya menjerat Terdakwa II, namun keseluruhan dari masyarakat yang ikut gotong royong juga dijadikan terdakwa. Jika hanya di tuduhkan kepada Terdakwa II, maka sepertinya Terdakwa II merupakan orang yang dikorbankan, maka hal itu dinilai oleh Penasihat Hukum terdakwa Jaksa Penuntut Umum telah keliru dalam menentukan orang/terdakwa (Error in persona).
Atas eksepsi terdakwa tersebut diatas, penasehat hukum para terdakwa meminta kepada majelis hakim agar keberatan terdakwa di terima, menyatakan surat dakwaan tidak cermat, kabur serta menyesatkan dan agar dibatalkan atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Sebagaimana diketahui, bahwa para terdakwa di dakwa melakukan perbuatan tidak menyenangkan (pasal 335 ayat (1) ke – 1 KUHP) dan perusakan (pasal 406 ayat (1) KUHP) yang berawal dari adanya gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat 3 desa, Kampung Wih Lah, Suka Damai dan Lelumu. Gotong royong dilakukan pada bulan Agustus 2010 untuk menyambut datangnya Ramadhan. Sehingga masyarakat dirasa perlu untuk membersihkan bak penampungan air yang airnya sudah turun temurun digunakannya, namun kebetulan sumber mata air tersebut berada di lokasi lahan yang telah dimiliki oleh seseorang, sehingga pemiliknya merasa tidak senang atas perbuatan para terdakwa yang telah mengganggu lahannya sampai perkara berujung ke persidangan. (*)