Redelong | Lintas Gayo : Potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan keindahan alam Dataran Tinggi Gayo umumnya masih minim publikasi terutama melalui foto yang ditampilkan (posting) di jaringan internet, demikian pernyataan Khalisuddin, pehobi foto dan juga sebagai salah seorang pendiri situs berita Lintas Gayo dengan alamat www.lovegayo.com dihadapan sejumlah peserta Pelatihan Jurnalistik Praktis di Redelong Kabupaten Bener Meriah, Sabtu (23/7).
Dikatakan Khalisuddin, memposting foto lengkap dengan keterangan (caption) di internet penting dilakukan untuk mempublikasikan Tanoh Gayo kedunia luar, baik foto potensi sumber daya alam, kegiatan usaha warga, adat seni budaya maupun keindahan panoramanya sehingga Gayo lebih dikenal sebagai salah satu suku bangsa di dunia yang memiliki sejumlah kelebihan.
“Dengan perkembangan teknologi yang sedemikian cepat saat ini menjadikan perangkat fotografi saat ini sudah tidak lagi menjadi sesuatu yang eksklusif bagi kalangan tertentu saja, katanya lagi. Begitu juga dengan internet yang sudah bisa diakses darimana saja asal ada jaringan sinyal selulernya serta perangkat Hand Phone yang memiliki fasilitas untuk internetan,” papar Khalis, panggilan akrab pemerhati penyelamatan Danau Lut Tawar ini.
Karena itu, timpalnya, dalam kaitannya sebagai pendukung vital jurnalistik, maka foto sangat berperan dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dan juga pihak-pihak tertentu.
Salah seorang pendiri situs foto www.gayofotografer.com ini memastikan jika ada wisatawan asing yang akan berkunjung ke Gayo maka akan melakukan pencarian referensi tentang Gayo dari internet. “Kita mesti terpanggil untuk mengenalkan kepada dunia luar,bagaimana Kopi, Burni Telong, Wih Terjun Bidin dan lain-lain,” pinta Khalis.
Selain itu dicontohkan salah satu kegunaan foto jurnalistik lainnya. Ada bagian jalan yang selama ini mulus tiba-tiba berlubang yang sangat membahayakan keselamatan pengguna jalan. Saat di foto dan dipublikasikan dimedia maka kemungkinan akan mengurangi dampak terjadinya kecelakan bagi yang melintas ditempat tersebut dan menjadi pesan bagi pihak terkait untuk segera memperbaikinya.
“Sang fotografernya tentu akan mendapat imbalan, minimal diberi pahala dari yang maha kuasa”, kata Khalis dan disambut gelak tawa dari para peserta.
Dia juga mengaku belajar foto secara otodidak dan sebuah kamera layaknya sebagai istri kedua baginya dan hampir setiap melangkah selalu ikut serta dalam keadaan siap pakai. “Jadikan kamera itu seperti istri atau suami, jika tidak dipakai berarti tidak sayang, dan seorang jurnalis foto harus memposisikan kameranya dalam keadaan tetap on, karena sebuah moment tidak akan datang dua kali,” himbaunya seraya menyebut nama Murizal Hamzah, wartawan situs on line The Globe Journal yang kerap memberi masukan kepadanya dalam penulisan dan fotografi.
Dia juga mempersilahkan para peserta pelatihan yang belum bekerja di sebuah media untuk mengirim hasil pemotretan atau tulisan ke Lintas Gayo dengan ketentuan jika ditampilkan disitus tersebut maka tidak meminta bayaran.
Diakhir paparannya, Khalis juga menjelaskan tentang beda kamera hand phone, pocket dan DLSR (digital single-lens reflex) serta sejumlah istilah dalam dunia fotografi.
Dalam kesempatan acara yang digagas oleh wartawan Bener Meriah yang tergabung dalam wadah Persatuan Wartawan Bener Meriah (PEWABER) tersebut juga tampil sebagai pembicara ketua Asosiasi Jurnalis Indonesia (AJI) Banda Aceh, Drs. Muhammad Hamzah dan Bachtiar, seorang wartawan di harian Waspada wilayah peliputan Aceh Tengah dan Bener Meriah.(Jr)