
Pernahkah kita bertanya, mengapa 1 Mei menjadi hari libur nasional? Bagi sebagian orang, tanggal ini hanyalah momen beristirahat dari rutinitas. Namun di baliknya, tersimpan sejarah panjang tentang perjuangan dan keberanian kaum pekerja yang tak boleh kita abaikan.
Peristiwa 1 Mei 1918 menandai pertama kalinya Hari Buruh Internasional diperingati di Indonesia, yang saat itu masih bernama Hindia Belanda. May Day bukan sekadar selebrasi, melainkan simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, upah yang tak layak, dan jam kerja yang tidak manusiawi. Ia adalah suara dari mereka yang memilih untuk melawan, bukan menyerah.
Namun, semangat itu sempat dibungkam. Di era Orde Baru berkuasa, peringatan Hari Buruh dilarang dengan dalih menjaga stabilitas. Baru pada tahun 2013, pemerintah Indonesia akhirnya menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional. Dengan penetapan ini, negara mengakui peran penting buruh dalam membangun bangsa.
May Day bukan milik satu golongan atau serikat saja. Ia adalah milik semua pekerja. Abang becak , guru, petani, tenaga kesehatan, petugas kebersihan, buruh pabrik, sopir, hingga pegawai kantoran. Mereka yang setiap hari menggerakkan roda kehidupan dengan kerja keras dan pengorbanan.
Hari ini, peringatan May Day seharusnya bukan sekadar euforia atau seremoni. Ia adalah ajakan untuk refleksi, karena perjuangan belum usai. Masih banyak buruh yang menghadapi masalah upah minimum, perlindungan kerja yang lemah, serta hak berserikat yang terbatas.
Mari rayakan Hari Buruh bukan hanya dengan spanduk dan panggung, tetapi juga dengan komitmen terhadap keadilan bagi seluruh pekerja. Karena May Day sejatinya adalah suara Sejarah dan suara masa depan.
* Penulis merupakan Presiden Mahasiswa Universitas Gajah Putih periode 2024-2025