
*Oleh Arkiandi, ST, CGCAE
Dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan publik maupun program pembangunan, terdapat empat aktor penting yang memiliki peran strategis dan saling melengkapi, yaitu: Konseptor, Eksekutor, Evaluator, dan Kritikus. Masing-masing memiliki fungsi yang khas namun saling berkaitan dalam sebuah siklus manajemen pembangunan. Berikut penjelasannya:
1. Konseptor: Penggagas Berbasis Ilmu dan Regulasi
Konseptor adalah pihak yang menyusun atau merancang suatu konsep program, kebijakan, atau intervensi pembangunan. Peran ini membutuhkan kemampuan akademik, penguasaan terhadap permasalahan, serta pemahaman mendalam terhadap kerangka regulasi yang berlaku. Seorang Konseptor bekerja dengan pendekatan ilmiah dan sistematis, serta mempertimbangkan dimensi legal, sosial, dan teknis dari sebuah kebijakan.
“Policy design involves the purposeful structuring of policy elements to solve public problems effectively and efficiently” (Howlett, 2011).
Dalam konteks regulasi, Konseptor harus merujuk pada kerangka hukum, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, hingga kebijakan sektoral lain, agar rancangan yang dibuat tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan mampu diimplementasikan secara sah.
2. Eksekutor: Pelaksana dengan Kewenangan dan Kapasitas
Eksekutor adalah pihak yang memiliki kewenangan dan kemampuan untuk melaksanakan kebijakan atau program yang telah dirancang. Mereka bisa berasal dari jajaran eksekutif pemerintah, pelaksana teknis, atau lembaga yang ditugaskan secara formal. Kompetensi teknis, manajerial, dan administratif menjadi syarat utama untuk menjalankan peran ini.
Eksekusi bukan hanya soal menjalankan program, tetapi juga memastikan bahwa implementasi berjalan sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan oleh konsep awal.
“Implementation is the carrying out of a basic policy decision, usually incorporated in a statute, but can also come from an important executive or judicial decision” (Pressman & Wildavsky, 1984).
3. Evaluator: Penilai Kinerja Berdasarkan Standar yang Baku
Evaluator adalah pihak yang melakukan pengukuran dan penilaian terhadap pelaksanaan program/kebijakan. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria atau indikator yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga hasil evaluasi dapat menunjukkan tingkat keberhasilan, efektivitas, efisiensi, dan dampak dari program.
Proses evaluasi sangat penting untuk memberikan umpan balik, baik untuk perbaikan kebijakan maupun untuk akuntabilitas publik.
“Evaluation involves the systematic assessment of the design, implementation, and outcomes of a program to determine its effectiveness and efficiency” (Patton, 2008).
Evaluator harus bersifat independen dan obyektif, serta memiliki kapasitas analitis dan metodologis dalam pengumpulan dan pengolahan data.
4. Kritikus: Pengamat dengan Daya Pikir Kritis dan Independen
Kritikus adalah aktor yang mengamati, menganalisis, dan memberikan tanggapan kritis terhadap seluruh tahapan proses — dari konsep, pelaksanaan, hingga evaluasi. Mereka bisa berasal dari kalangan akademisi, media, masyarakat sipil, atau tokoh-tokoh independen.
Peran Kritikus sangat penting untuk menjaga integritas proses kebijakan dan memastikan adanya kontrol sosial.
“Critical thinking is the intellectually disciplined process of actively and skillfully conceptualizing, applying, analyzing, synthesizing, and/or evaluating information…” (Paul & Elder, 2006).
Kritikus membantu mengidentifikasi bias, kelemahan, dan potensi manipulasi yang mungkin tidak tertangkap oleh aktor-aktor formal lainnya.
Keempat peran di atas tidak saling bertentangan, melainkan membentuk satu kesatuan siklus kebijakan yang sehat: perencanaan–pelaksanaan–evaluasi–pengawasan.
Jika dijalankan secara profesional, berlandaskan ilmu, regulasi, dan etika publik, maka akan terwujud tata kelola yang akuntabel dan berdampak nyata bagi masyarakat.
Catatan kecil untuk penulis dan kita semua
Mari kita jujur dan bertanya pada diri sendiri: kita ini sebenarnya berada dalam peran apa? Konseptor, eksekutor, evaluator, atau kritikus? Pertanyaan ini penting, bukan untuk membungkam suara, tapi untuk menata ruang diskusi agar tetap bermartabat, proporsional, dan bertanggung jawab.
Empat Peran yang Tak Bisa Dipaksakan
Seorang Konseptor menyusun gagasan berbasis ilmu, data, dan regulasi. Dia tidak asal bicara, tapi berpikir sistemik. Lalu, Eksekutor adalah mereka yang memiliki wewenang dan tanggung jawab atas jalannya program. Tidak cukup hanya tahu, ia harus mampu mengelola, mengeksekusi, dan menghadapi risiko lapangan.
Evaluator, di sisi lain, adalah pihak yang menilai berdasarkan indikator dan metodologi yang baku. Mereka tidak berkomentar tanpa alat ukur, tapi memberikan pandangan berdasarkan proses evaluatif yang terstandar. Dan terakhir, Kritikus, yang tugasnya memberi catatan kritis, tajam dan mencerahkan, tapi tetap objektif dan jernih.
Keempat peran ini membutuhkan kapasitas yang berbeda-beda. Dan yang terpenting, tidak semua orang bisa atau layak berada di semua posisi. Seseorang bisa jadi kritikus yang baik, tapi belum tentu cakap sebagai konseptor.
Ada yang cemerlang sebagai evaluator, tapi belum tentu tahan banting menjadi eksekutor.
Jangan Lompati Peran Tanpa Ukur Diri
Kekacauan sering muncul ketika seseorang melompati peran tanpa mengukur kapasitas diri. Misalnya, orang yang tak punya pemahaman regulatif mencoba menjadi konseptor.
Atau mereka yang tak pernah turun ke lapangan, berlagak seperti eksekutor yang paling tahu kondisi teknis. Bahkan lebih parah, kritik keras dilontarkan tanpa dasar evaluatif yang sahih, hanya berdasarkan emosi atau popularitas.
Kini, dengan media sosial, semua orang bisa bicara, bahkan bicara keras.
Tapi di sinilah tantangannya. Kebebasan berbicara bukan berarti kebebasan melampaui kompetensi. Di era keterbukaan informasi, suara yang bijak justru berasal dari mereka yang tahu batasnya.
Bijak Memilih Posisi, Kuat Menjaga Martabat.
Opini yang membangun bukan datang dari suara paling lantang, melainkan dari kesadaran posisi dan kerendahan hati untuk terus belajar. Bila kita belum cukup ilmu untuk menjadi konseptor, maka jadilah pendukung ide yang baik. Bila belum punya kuasa untuk menjadi eksekutor, maka pahami tantangan mereka.
Bila belum menguasai metode evaluasi, jangan mudah menghakimi. Dan bila ingin menjadi kritikus, latihlah nalar dan akurasi. Sikap seperti inilah yang akan menjaga mutu ruang publik kita.
*Penulis Adalah Koordinator Wilayah Tengah Ikatan Penyuluh Antikorupsi Aceh.