Luqman Hakim Gayo*
Mengunjungi kota yang pernah terkubur beberapa abad itu, dapat dilakukan dari kota Amman dengan bis khusus. Ongkosnya sekitar tujuh sampai 10 dollar AS. Berkunjung ke Petra, tidak cukup satu hari. Sebaiknya bermalam di Hotel Petra, yang tidak jauh dari lokasi kota kuno itu.
Saya mengunjunginya dengan menggunakan mobil “CD” bersama seorang staf Humas dari KBRI Jordania. Kami tidak melewati jalan tol, yang jaraknya dua kali jalan lama, menembus hutan batu dan pasir. Lama perjalanan hampir lima jam. Keinginan melihat kota kuno itu telah menghapus rasa lelah sepanjang perjalanan.
Di area parkir, banyak tawaran yang berdatangan. Antara lain dengan kuda atau berjalan kaki yang dipandu oleh guide lokal. Saya memilih dengan berjalan kaki, supaya lebih bebas dan tidak terikat waktu. Dengan karcis antara dua Jordan Dinar (JD), kami melangkah gontai memasuki gang sempit. Seakan bekas sungai yang sudah kering, membelah gunung tinggi. Melalui jalan zig-zag yang diapit tebing batu pualam yang berwarna-warni, kami sampai di pusat kota Petra.
Barangkali inilah yang disitir Allah swt dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 74. “Dan Ingatlah olehmu di waktu Allah menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.”
Petra, sungguh menakjubkan. Meninggalkan peradaban dan jejak tehnologi tinggi, seni pahat yang sudah berdiri hampir 2000 tahun lalu. Bukan hanya dengan tehnologi tinggi, tetapi juga dengan strategi yang tepat sebagai tempat berlindung yang aman. Kota ini dibangun dengan membelah gunung dan memahat tebing-tebing batu. Dimana air bisa dialirkan dengan sistim irigasi yang canggih.
Sejarah singkat
Pada awalnya, Petra merupakan tempat tinggal suku Edomite. Nabatean, suku Arab Badui dari kawasan Utara Arab, datang dan ikut berperan dalam membangun kota. Kemudian berkembang dengan pesat, dan mampu berkuasa sebagai sebuah kerajaan yang mengontrol rute-rute perjalanan perniagaan, yang melintasi kawasan Petra. Dengan berjayanya Nabatean, maka Edomite kalah dan menyingkir dari kawasan tersebut.
Sejak 300 tahun SM, Nabatean mulai membangun pusat kota di Petra. Pusat kota ini dibangun sebagai pusat kontrol perjalanan kafilah yang berniaga dari dua arah. Kafilah dari Arah Selatan dan Timur menuju ke Arab, kemudian berlanjut ke India dan Cina. Sementara dari arah Barat akan berlanjut menuju Gaza, Mesir dan kawasan Mediterania.
Ahli sejarah memperkirakan, kaum Nabatean telah menguasai dan mengontrol jalur perniagaan dari arah Utara, yaitu Jazirah Arab, menuju Selatan yaitu Damaskus di Syria. Hal ini membuat Romawi pada awal abad Pertama SM, sangat khawatir akan kekuatan Nabatean. Maka Romawi mengirim utusan yang dikepalai oleh Jenderal Pompei untuk menyerang Nabatean. Namun penyerangan yang dilakukan sampai tahun 63 SM itu, tidak berhasil.
Beberapa waktu kemudian, kekaisaran Romawi dibawah Kaisar Trajan berhasil menaklukan dan menjadikan Petra sebagai salah satu provinsi yang ada kawasan Arab. Ibukota provinsi pindah dari Petra ke Basrah, selatan Syria. Meskipun demikian, Petra sebagai kota tetap berlanjut sampai berjaya dengan membangun berbagai tempat yang sampai sekarang masih terlihat bekas bangunannya. Tak heran jika pembangunan tempat-tempat tersebut banyak diwarnai gaya Romawi.
Beberapa monumen Nabatean, seperti Urr Tomb (berdasarkan manuskrip Yunani tahun 446 M) berubah penggunaannya menjadi gereja. Hal ini berlangsung sejalan dengan masa penyebaran kristenisasi sampai sekitar abad-5 Masehi. Penakluk kemudian membangun tambahan bangunan-bangunan kecil di pusat kota Petra. Tapi kemudian hancur dan ditinggalkan. Petra terkubur dan hilang sampai awal abad ke-19.
Barulah pada 22 Agustus 1812, Seorang peneliti Swiss yang bernama Johan L. Burckhardt, berhasil menemukan ’kuburan’ Petra. Ia menyamar sebagai pedagang muslim dan berbahasa Arab, mengaku berasal dari India. Dalam perjalanannya, ia bertemu dan berbicara dengan seorang penduduk Baduy yang bisa membawanya masuk ke Petra. Ia berpura-pura ingin melakukan kurban di Aaron Tomb yang terletak di atas bukit batu, supaya ia bisa melihat Petra dari atas bukit itu. (03)
*Wartawan asal Gayo, tinggal di Jakarta