Katakan Gayo dengan Karya


JOE, panggilan untuk Jauhari Samalanga menelponku beberapa hari lalu. Joe memintaku mengisi acara “Katakan Gayo dengan Karya,  bersama Ujang Lakiki . Acara ini dikemas dengan thema, Panggung Akustik Nostalgia Cinta Ujang.

Aku tak lantas mengiyakan permintaan Joe di telpon itu. Karena aku bukan seorang orator atau pembicara yang baik. Apalagi berbicara di depan orang banyak. Tapi Joe sambil bercanda mengancamku akan memecahkan beberapa koleksi si foto yang dipasang di tempatku bekerja sebagai pelayan( Barista)  jika tak mau ikut serta.

Aku kemudian mengiyakan keinginan Joe dengan sebuah kalimat singkat, Siap Bang!”, kataku. Dan Joe tertawa diujung telpon. Dia masih di Banda Aceh ketika melakukan kontak telepon. Aku mengenal Joe sejak lama.

Aku dan Joe sama-sama tinggal dalam satu kawasan di Belang Kolak 1 Kecamatan Bebesen. Meski bukan orang Gayo aseli, tapi Joe dan keluarganya sangat dikenal di Takengon. Orang tua Joe  , Ilyas Ibrahim adalah sahabat petani.

Warga Takengon menyapa Ilyas Ibrahim dengan logat Gayo, “Pak Liyes”. Pak Liyes (almarhum) dikenal karena keahliannya sebagai pandai besi pertama di Takengon sejak tahun 1955 . Pak Liyes memberi merek produk berbahan besinya seperti parang dengan nama BBB (B3) yang berarti, Beramal Bahagia Bersama.

Sejak tahun  1986, Joe merantau ke Jakarta dan kuliah di Institute Ilmu Sosial –Politik Jakarta, Joe kemudian mulai merambah dunia music dan menjadi wartawan berbagai media.

Perjuangan Joe di dunia music dan dan menjadi kuli tinta yang ditekuninya hingga saat ini tidak diperolehnya dengan mudah, penuh liku dan catatan kelam. Joe yang tak banyak bicara ini, kemudian dikenal bertangan dingin dan banyak menjadikan karya music Aceh dan Gayo menjadi Hit hingga dipakai sebagi ringtone.

Joe menjadi penghubung karya music Aceh dan Gayo dari gunung hingga dikenal lebih luas di Pesisir Aceh, Indonesia bahkan dunia. Dan Joe, masih seperti itu-itu juga, tidak lebih kaya dan tampak sederhana meski memiliki ide brilian, khusus menyangkut music ethno.

Joe kemudian diberi gelar sebagai pencetus semangat music Aceh. Lihatlah bagaimana Joe mempopulerkan lagu Nyawoung, Panglima Prang, Dododaidi, Pulut Langkawi dan sejumlah lagu tradisonal Aceh dan Gayo hingga membahana di antero Aceh dengan diputar di radio dan televise.

Bahkan lagu yang dipopulerkan Joe dan  abangnya Agam Ilyas dari komunitas Nyawoung itu sempat  dibredel dijaman Aceh bergolak karena dianggap memicu semangat  Prang.—-

Ujang Lakiki adalah contoh  keberhasilan Joe mengangkat music Gayo menjadi begitu popular. Menjualnya menjadi sebuah karya music yang sangat digemari berstandar Internasional. Soal menggarap music, Joe tidak main-main.

Joe yang sederhana ini kemudian dikenal luas di Aceh, khusus untuk Gayo, Joe mendapat tempat khusus di Tanah Kelahirannya, Takengon. Joe dianggap refresentasi music berkualitas. Jejak Joe diikuti adik-adik Joe yang menyukai dunia intertaint.

Aku sangat menyukai  thema yang dibawa Joe, katakan  Gayo dengan Karya. Acara ini di sponsori Forum Seni Budaya Aceh (SeBA) bersama Sekretariat Dunia Melayu Dunia Islam  (SDMDI) Aceh, The Atjeh Post, Lintas Gayo Media Online, Joe Project, Gen-K dan Central Kupi.

Karena Gayo saat ini memerlukan karya. Bukan lagi omong pesot atau Nato bin omdo. Gayo ibarat sebuah menu yang super lengkap , mewah dan wah. Tinggal keahlian koki yang membuatnya.

Dalam tataran seni, budaya Gayo sudah mewariskan apa yang disebut didong, sa’er, pepongoten, melengkan dan bentuk seni tradisi yang khas. Budaya ini telah melahirkan banyak vokalis atau Ceh seperti Ujang Lakiki.

“Suara Ujang Lakiki yang tinggi dan penuh penghayatan membuatnya menarik dan enak didengar tanpa fals”, kata Dek An, panitia penyelenggara yang juga adik Joe. Ujang adalah salah satu contoh vokalis (Ceh)  yang ditangani Joe hingga lagunya menjadi hit dan dijadikan ringtone.

Tanpa karya, di Dataran Tinggi Gayo ini, siapapun akan tenggelam bersama selimut  opoh gunel. Menjadi es dan ditelan sejuknya embun pagi. Hanya dengan karya, penduduk Gayo akan dikenal dan diukir sejarah . Apalagi di kabupaten pegunungan ini, semua hal bisa dipolitisir demi kepentingan tertentu. Termasuk karya seni. Bisa diarahkan menjadi propaganda politik…

Central Kupi pada Jum’at malam  (20/4) sekitar pukul 19.30 Wib, masih sepi. Dalam undangan disebutkan acara dimulai pukul 20.00 Wib. Soal waktu, aku agak disiplin. Karena menurutku janji adalah komitmen yang harus ditepati.

Aku duduk sendiri. Belum terlihat panitia dan peserta. Puluhan meja dan kursi  lengang. Beberap meja terisi dengan laptop diatasnya. Central Kupi menjadi ajang mangkal kawula muda Aceh Tengah.

Di sini, selain menikmati penganan dan minuman, pelanggan dimanjakan dengan fasilitas Wifi hingga membuat orang betah. Gaya hidup. Tak lama, Khalisuddin dan Iwan Masri dari Lintas Gayo Media Online datang. Khalis didaulat Joe menjadi MC.

Pukul delapan lewat, Joe meminta Khalis memulai acara . Sejumlah seniman hadir bersama puluhan undangan dan pelanggan Central Kupi. Seperti Uan  Daudy yang baru melaunching kaset terbarunya , Sara Ala. Ivan Wy yang baru merilis “Roman Alus” bersama  R.Sera. Salman Yoga , dosen IAIN pegiat teater dan penulis .Khalis meminta seorang peserta maju dan menggunakan topinya  meminta sumbangan dari peserta sebagai bentuk simpati pada korban kebakaran di Tetunyung pagi sebelumnya.

Ujang bersama  Ceh Juanda, tampak elegant. Keduanya menggunakan baju Jas dengan terusan jins dan sepatu . Lengkingan suara Ujang yang khas disambut tepuk tangan puluhan pasang mata yang jenuh dengan politik Aceh Tengah yang hingga kini belum tampak ujungnya setelah 10 kandidat meminta Pilkada ulang dengan alas an berbagai kecurangan.

Penonton terbius lagu Lelungunen. Lighting kamera digital dan  hp bermemori tinggi, merekam setiap lagu yang dilantunkan Ujang lengkap dengan mimic wajah Ujang yang kerap memejamkan matanya menghayati lagu yang didendangkan. Bibir Ujang bergetar , suara keluar dari mulutnya bertonasi tinggi, memukau penonton.

Saat Ujang bersama Juanda beraksi, seorang ajudan penjabat bupati Ir. Mohd. Tanwir  yang akrab disapa Baong ,datang. Kursi disiapkan semeja dengan tempatku duduk. Sang ajudan sempat menanyakan situasi keamanan sang bupati.

Tak lama kemudian, Baong datang. Dia ditemani Sekretaris daerah, Drs.M.Taufik MM. Baong duduk didepanku dan Sekda persis disebeleh kiriku. Inilah perkenalan pertamaku dengan Baong. Meski aku sudah membaca beritanya beberapa kali, termasuk saat penolakannya menjadi Penjabat oleh LSM Jangko.

Lelaki berperawakan kecil ini tampak lincah dan santai dengan jas berwarna terang yang sama dengan warna kulitnya. Sementara Sekda tampak  kaku dan dingin. Baong mengatakan baru pulang silaturrahmi dari korban kebakaran di Tetunyung.

Panitia memang mengundang Baong menghadiri acara tersebut, tapi tidak ada konfirmasi kehadiran. Namun Baong ternyata datang dan hal itu menjadi surprise bagi panitia dan peserta. Dalam perkenalan singkat itu, Baong menyatakan tak menduga dijadikan penjabat bupati.

Baong yang fasih berbahasa Gayo ini menuturkan, dua anaknya  sudah protes karena jarang bertemu. Baong yang pegawai negeri itu ditempatkan diberbagai daerah di Aceh sebelum menjadi Pj.

“Sebulan sekali baru bertemu. Sehingga seorang anak saya hampir tak mengenali saya dan menyapa saya dengan sebutan Oom”, kata Baong sambil tertawa. Aku menceritakan kepada Baong, banyak kalangan di Aceh Tengah yang menyukai Baong karena dinilai supel dan tidak protokoler .

“Mungkin karena saya masih muda”, kata Baong sekenanya sambil menikmati segelas sanger  dan menarik asap rokok putih bermerek D warna hijau. Ditengah pembicaraan ngalor –ngidul itu, Baong  merencanakan  memulai bergotong royong setiap Jum’at. Jum’at bersih. Dua pengawal Baong dari kepolisian berpakaian preman menutupi pistolnya yang mengkilat yang duduk berselang meja. Bagi masyarakat Gayo, pemandangan seperti ini bukan hal luar biasa karena pernah menyaksikan berbagai jenis senjata  yang dipotong-potong paska MoU.

Bahkan bukan itu saja, warga kerap menyaksikan potongan tubuh manusia atau mayat-mayat yang dibuang sembarangan sehingga menimbulkan trauma. Konplik Aceh dan potensi rusuhnya pilkada membuat seorang bupati harus dikawal ketat.

Selain itu, sebut Baong, menurut Pak Dandim, kalangan pemuda di Aceh Tengah tidak punya kegiatan olah raga tetap. Baong merencanakan memulai menggelar silaturrahmi sambil berolah raga dengan kalangan pemuda di lapangan futsal.

Selama acara berlangsung, listrik padam dua kali. Setelah Dahlan Iskan meninggalkan PLN, listrik di Takengon kembali seperti semula, byar pet. Parah.

Menurut beberapa kalangan jurnalis di Aceh Tengah, Baong berhasil meruntuhkan protokoler sebagai seorang bupati seperti selama ini terjadi. Hal ini membuat jarak dan batas masyarakat dengan pimpinannya.

“Asyik melihat gaya dan penampilan Baong  yang jauh dari kesan protokoler sehingga tak ada kekakuan”, kata Wyra dari harian terbitan Medan. Hal senada diungkapkan Jurnalisa dari harian lainnya.

Saat giliranku diminta MC menyampaikan paparan tentang Semangat Gayo dalam Karya, aku meminta ijin Baong karena tak enak meninggalkannya begitu saja langsung nyelonong. Aku tentu saja mewakili rasa senang kawan-kawan media terhadap apa yang sudah dilakukan Baong.

Aku meminta applaus dari penonton khusus untuk Baong karena mau hadir  dan telah meruntuhkan keangkuhan Pendopo sehingga bisa dimasuki siapa saja bukan hanya kalangan tertentu. Bahkan dimasa Baong, pendopo yang angkuh itu juga dijadikan ajang demo sepuluh pasang kandidat yang meminta Pilkada ulang karena dugaan kecurangan.

Baong menjadikan pendopo tempat bersama, bagi siapa saja , bukan istana raja. Sehingga terkesan angkuh dan terbatas. Tak pelak, dimasa Baong yang baru beberapa pekan di Takengen, pendopo juga dijadikan tempat diskusi membahas masalah  Pilkada yang panas sehingga mampu merangkum semua kepentingan tanpa merusak apalagi membakar bersama Muspida.

Suasana Sentral Kupi yang segar malam itu dengan ide cemerlang Joe, sesungguhnya tak ingin kuusik dengan banyak membual. Aku hanya menyampaikan sedikit tentang Gayo. Yakni temuan terakhir Balai Arkeologi Medan yang menyebutkan kerangka manusia prasejarah Gayo di Loyang Mendale berumur diatas 4000 tahun silam.

Sementara sejarah Linge masih misteri. Pun begitu, Kerajaan Islam Linge sudah meninggalkan 45 pasal aturan yang berlaku di Kerajaan Linge. Sehingga Linge masih perlu menghadirkan peneliti arkeolog, antropolog hingga geolog guna mengungkap Misteri Gayo antara fakta ilmiah dan kekeberen.

Baong kuminta memberi motivasi bagi kalangan muda Gayo yang selama ini disuguhi politik dan konplik politik sehingga hidup menjadi demikian kaku dan jenuh tanpa hati dan seni. Tapi Baong menolak. Dia mengatakan, “wah kalau dsuruh  pidato, di tempat lainpun saya pidato. Saya menyanyi saja”, pinta Baong.

Lagu Gayo, Ken Item Aku Denem (aku tak ingat judulnya) , mengalir dari mulut Baong. Lagi-lagi aplaus untuk Baong.Baong sempat mengajak ibu bupati ikut menyanyi, tapi ib bupati tampak enggan.

Wahyuni, M.Psi, seorang psikolog yang baru meraih Masternya juga diminta Joe memberi  motivasi pada kawula muda Aceh Tengah. Apalagi Wahyuni yang merupakan putra daerah mampu meraih gelar Master dibidang psikologi.

Wahyuni merencanakan membuka konsultasi psikologi di RSU Datu Beru Takengon. Menurut Wahyuni, keberhasilan seseorang dibidang materi tidak diimbangi dengan kesimbangan psikologi atas perubahan materi.

Akibatnya terjadi berbagai dekadensi moral dari kalangan muda hingga kaum tua akibat lupa mengasah kekayaan nuraninya. “Kedepan harus ada upaya peningkatan kesadaran spiritual, bukan hanya fisik dan materi”, harap Wahyuni….

Joe berbicara di sesi akhir Panggung Akustik Nostalgia Cinta Ujang.  Joe memaparkan banyak kisah tentang semangatnya mengangkat karya seni menjadi lebih baik dan berkualitas sehingga layak dijual.

Joe mengurai kisah seorang petani di Gayo Lues yang meniupkan sebuah seruling yang terbuat dari pipa ditengah kebun mana kala sang peniup seruling itu rindu pada sang istri yang sudah almarhum.

Banyak kisah lainnya bagaimana Joe mengekplore kesenian tradisional Gayo dari pedalaman Gayo atau bagaimana keinginan seorang Joe menyajikan music hingga ke pedalaman agar bisa dinikmati langsung masyarakat secara langsung.

Selain itu, Joe juga mengungkapkan bagaimana music Aceh bisa menembus pasar dunia setelah dua tahun menunggu. Sepuluh lagu yang terdapat dalam album musik Nyawoung Aceh produksi Joe Project pada tahun  2000, kini sudah menjadi milik dunia.

Lagu-lagu dalam album itu telah disitribusikan ke seluruh dunia oleh raksasa market Amazone I-Tune Apple sejak 4 April 2012 lalu. Selain mengulas Ujang Lakiki , Joe juga meminta Ivan Wy yang sedang berada di Takengon untuk melantunkan beberapa lagunya.

Ivan WY tak mampu menolaknya. Meski sebelumnya aku meminta Ivan Wy beberapa kali untuk menyanyi. Ivan Wy mengaku baru sembuh sakit typhus akibat terlalu lelah menyiapkan album terbaru yang sehrusnya sudah dirilis lagi.

“Saya sempat beberap hari di RSU Kontainer Bener Meriah. Menurut dokter karena thypus”, ungkap Ivan. Ivan yang putih memang tampak pucat dan selalu membawa air mineral di tangannya. Beberapa lagu Ivan menghipnotis Sentral Kupi yang jengah dengan politik.

Joe, ditemani beberapa temannya dari Gayo Lues tampak senang karena berhasil menghadirkan sebuah acara yang menggugah rasa ditengah keringnya asahan nurani akibat politik dan konplik Aceh. Sehingga soal perasaan atawa seni menjadi terpinggirkan. Dan pulut Langkawi memuaskan rasa seni yang gerah. (Win Ruhdi Bathin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.