Antara Birokrasi dan Akademsi

Oleh. Drs.Jamhuri, MA*

Sebuah pertanyaan di ajukan melalui telepon seluler oleh seseorang yang sangat saya kenal dekat, pertanyaan yang didahului dengan penjelasan tersebut, kira-kira bunyinya : setelah turunnya SK penegerian STAI Gajah Putih menjadi STAIN Gajah Putih, pihak STAIN memberi peluang kepada mereka yang telah selesai Pendidikan Strata dua Ā (S 2) utamanya yang telah Pengawai Negeri untuk menjadi dosen di STAIN Gajah Putih terlebih lagi jika mungkin menjadi dosen tetap.

Beberapa kawan-kawan yang selama ini juga telah mengabdikan diri dalam memajukan STAI Gajah Putih berkeinginan untuk menjadi dosen tetap, namun kainginan tersebut juga berbaringan dengan keraguan ketika menetapkan pilihan. Selama ini mereka menjadi Pegawai di tempat lain dan menjadi tenagaĀ  pengajar di Perguruan Tinggi tersebut, sebagian mereka yang lain selama ini menjadi Pegawai Negeri di tempat lain dan juga menjadi pejabat di Perguruan Tinggi terebut juga.

Karena kebimbangan yang dialami sebagian dari mereka bertanya,mereka mencari informasiĀ  dan itulah sebenarnya yang harus dilakukan. Dan ketika sebagian mereka bertanya kepada saya ā€œBagaimana pendapatĀ  saya sebaiknya mereka menjadi dosen atau tetap pada profesi sebagai PNS di Kantorā€. Sebagai orang yang telah mengabdikan diri di bidang akademik selama 21 tahun saya menjawab, orientasiĀ  menjadi dosen apa, apakah alasan finansial atau apa ? Kalau orientasi finansial maka dosen tidak memiliki banyak uang tapi kalau orientasi ilmu memang dosen harus mencariĀ  dan memiliki ilmu.

Yang jelas dosen itu lebih capek, harus belajar setiap saat, naik pangkat harus dengan karya ilmiah, yang dihadapi adalah orang-orang yang kritis dan terkadang buku yang sudahĀ  dibaca oleh mahasiswa belum sempat dibaca oleh dosen. Terkadang lingkungan tidak menyiapkan pasilitas untuk dosen, perpustakaan tidak lengkap, toko buku tidak menyediakan buku yang dibutuhkan, sedangkan dosen harus membaca dan mengetahui karena ia harus mengajarkan kepada mahasiswa.

Ilmu adalah informasi, demikian definisi menurut ilmu sosial. Lalu sejauhmana informasi dapat diberikan kepada mereka yang mencariĀ  informasi di Perguruan Tinggi, tentu tidak memadai dengan informasi setahun, seratus bahkan seribu tahun lalu. Tetapi lebih dibutuhkan adalah informasi hari ini dan informasi yang akan terjadi di hari esok atau di tahun depan.

Apa artinya ilmu seribu bahkan seratus tahun yang lalu, tentu saja seorang pengajar tidak cukup hanya membaca buku-buku yang diterbitkan pada zaman Imam Mazhab atau atau zaman yang tidak jauh dari zaman itu, bahkan ada sebuah aturan di daerah yang sudah maju bahwa seorang yang menulis karya ilmian, baik skripsi, thesis, disertasi bahkan karya ilmiah yang dipulikasi, tidak boleh menggunakan rujukan lebih dari dua atau tiga tahun. Itulah realita dunia ilmiah. Dan itu gambaran untuk kawan-kawan yang ingin beralih profesi dari dari seorang birokrasi menjadi akademisi.



[*] Dosen Ushul Fiqh pada Fakultas Syariā€™ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.