Oleh: Zulkifli, S.Pd.I (Joel Buloh)
Masyarakat muslim didunia sedang melaksanakan rukun Islam yang ke tiga, yaitu puasa pada bulan Ramadhan, dan didalam ramadhan terkandung tarbiyah (pendidikan) bagi setiap individu muslim.
Kewajiban puasa ramadhan adalah untuk melatih umat Islam dalam melawan dan menahan dari berbagai macam hawa nafsu, yang dengan nafsu tersebut manusia akan merasa rakus, tamak, serakah, mementingkan diri sendiri bahkan angkuh.
Dalam bulan Ramadhan manusia dididik untuk mampu meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt dan kesadaran manusia dalam memperhambakan diri kepada sang Khaliq. Dan ini adalah tarbiyah yang terkandung dalam bulan Ramadhan, dan ini juga sangat mempengaruhi pilihan rakyat Indonesia terhadap siapa calon Presiden yang telah mereka pilih 09 Juli 2014 kemarin.
Tarbiyah Ramadhan
Dalam bulan Ramadhan banyak pendidikan yang terkandung, dan pendidikan yang paling dasar adalah bagaimana manusia itu mampu menahan rasa lapar dan dahaga, sehingga ia mampu merasakan bagaimana yang dirasakan oleh saudaranya yang serba kekurangan dan berada dibawah garis kemiskinan.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”, (Q. S Albaqarah: 183).
Tarbiyah yang sangat sempurna dengan melaksanakan puasa Ramadhan adalah meningkatkan ketaqwaan dan ini bukti pengabdian kita sebagai hamba yang mampu benar-benar menjadi hamba disisi Allah Swt.
Orang yang bertaqwa adalah “orang-orang yang selalu menjunjung tinggi perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangannya, baik secara dhahiriyah maupun secara bathiniah”, (Hasan Mas’ud, Taisir Akhlak).
Kesuksesan yang akan diraih oleh seorang yang benar-benar melaksanakn puasa seperti ketentuan syariat adalah merubah prilaku dan sikap seorang dari yang biasa kepada tingkat ketaqwaan yang sempurna, sehingga ia benar-benar sadar bahwa dia itu adalah makhluk yang lemah yang mesti memperhambakan diri dengan sepenuh hati.
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”, (Q. S Al Fatihah: 5).
Na’budu diambil dari kata ‘ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, Karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
Nasta’iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti’aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
Titel taqwa yang didapatkan seseorang setelah melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh, maka orang tersebut minimal akan memiliki beberapa sifat, yaitu tawadhu’ (merendahkan diri), qana’ah (merasa cukup), wara’ (terpelihara), dan yakiin (menyakini segala sesuatu dari Allah Swt).
Tawadhu’
Pengertian Tawadhu’ adalah rendah hati, tidak sombong. Pengertian yang lebih dalam adalah kalau kita tidak melihat diri kita memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah yang lainnya. Orang yang tawadhu’ adalah orang menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT. Yang dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain, tidak merasa bangga dengan potensi dan prestasi yang sudah dicapainya. Ia tetap rendah diri dan selalu menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari segala sesuatu selain Allah. Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya hanya karena Allah.
Tawadhu’ ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh menjauhi perbuatan takabbur (sombong), ataupun sum’ah ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita.
Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.
“Tiada berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah pada seseorang yang memaafkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seseorang yang bertawadhu’ kepada Allah, melainkan dimuliakan (mendapat ‘izzah) oleh Allah”. (H. R. Muslim).
Qana’ah
Menurut bahasa qana’ah artinya merasa cukup. Menurut Istilah qana’ah berarti merasa cukup atas apa yang telah dikaruniakan Allah Swt kepada kita sehingga mampu menjauhkan diri dari sifat tamak, sifat tersebut berdasarkan pemahaman bahwa rezeki yang kita dapatkan sudah menjadi ketentuan Allah Swt. Apapun yang kita terima dari Allah Swt merupakan karunia yang tiada terhingga. Oleh karena itu, sebagai umat Islam kita wajib bersyukur kepada-Nya.
“Dan tidak ada sesuatu binatang melata pun di bumi ini, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya” (Q. S Hud : 6).
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Q. S Al Baqarah:155).
Wara’
Wara’menurut bahasa mengandung arti menjauhi dosa, lemah, lunak hati, dan penakut. Para sufi memberikan definisi yang beragam tentang wara’ berdasarkan pengalaman dan pemahaman masing-masing.
“Wara’ adalah meninggalkan syubhat (sesuatu yang meragukan) dan meninggalkan sesuau yang tidak berguna”, (Ibrahim ibn Adham)
Pengertian serupa juga dikemukakan Yunus ibn Ubayd, hanya saja ia menambahkan dengan adanya muhasabah (koreksi terhadap diri sendiri setiap waktu).
Imam al-Bukhari mengutip perkataan Hasan bin Abu Sinan rahimahullah: “Tidak ada sesuatu yang lebih mudah dari pada sifat wara’”:
“Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu“. Ibn al-Qayyim al-Jawziyah menarik kesimpulan bahwa “wara’ adalah membersihkan kotoran hati, sebagaimana air membersihkan kotoran dan najis pakaian”.
Yaqin
Yaqin adalah mempercayai dan meyakini bahwa segala sesuatu itu berdasarkan ketentuan Allah Swt, sehingga apapun keputusan yang telah Allah tentukan tidak ada suatu keraguan sedikitpun, dan kita sabar mensyukuri apa yang ditakdirkan setelah kita berusaha semaksimal mungkin.
Hubungan Tarbiyah Ramadhan Dengan Pilpres 2014
Dalam setiap tarbiyah Ramadhan umat Islam dibimbing untuk menentukan pilihannya, memilih sosok orang nomor satu di Indonesia bukanlah masalah yang begitu saja, karena itu menentukan perkembangan Indonesia kedepan, minimal selama lima tahun.
Dua orang kandidat calon presiden yang telah ditetapkan adalah Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kala, mereka adalah orang-orang yang terbaik setelah melewati beberapa seleksi, namun ini terlepas dari seleksi menurut Islam.
Kendatipun demikian, kita rakyat Indonesia harus benar-benar memilih seorang yang lebih pantas dari mereka berdua, karena penentuan siapakah yang akan menjadi Presiden Indonesia kelak adalah menurut pilihan kita semua rakyat Indonesia.
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang telah dipraktekkan Rasulullah Saw, bahkan dari sirah kepemimpinan beliau, kita bisa menentukan pilihan kita kepada pemimpin tersebut.
“Sungguh Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin”. “Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiKu; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya Aku bertawakkal dan dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”, (Q. S At Taubah : 128-129).
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud, Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”, (Q. S Al Fath: 29).
Menurut ayat di atas, maka paling tidak pemimpin itu harus memiliki beberapa kriteria, yaitu: pemimpin dari golongan sendiri, merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat, menginginkan keimanan dan keselamatan bagi rakyat, lemah lembut terhadap mukmin, keras terhadap kafir, dan tabah dalam memimpin.
Dengan meningkatkan ketaqwaan pada diri kita, semoga pilihan kita 09 Juli yang lalu benar-benar-benar terpilih pemimpin yang akan memimpin Indonesia ini dengan benar-benar, dan semoga presiden yang telah kita pilih bukanlah karena hawa nafsu, perintah sebagian orang untuk memilihnya, money politic, atau sesuka hati, namun presiden yang kita pilih benar-benar berdasarkan ilmu dan kajian kita didalam Islam, sehinga Indonesia kelak benar-benar melahirkan seorang Presiden yang merakyat, yang mampu mensejahterakan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Mareuke.
*Guru MTsN Kutamakmur dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara