Oleh :Jawahir Syahputra *
Masih jelas tercatat dalam ingatan penulissalah satu kecelakaan dahsyat yang diakibatkan oleh Gunung Es pernah menimpa kapal Titanic yang tenggelam di Samudra Atlantik Utara pada 15 April 1912, kapal raksasa tersebut tidak mewaspadai adanya puncak gunung es yang terlihat kecil,sehingga menabrak bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut yang mengakibatkan 1.513 orang meninggal dunia.
Fenomena gunung es diatas terlihat kecil dipermukaan akan tetapi memiliki kekuatan yang luar biasa didalamnya, ini merupakan analogi yang tepat menurut penulis ketika melihat jumlah kasus HIV/AIDS yang ada di Aceh pada saat ini.
Bagaimana tidak, seperti yang dilansir Harian Serambi 23 oktober 2014 Komisi Penanggulan HIV/AIDS (KPA) Provinsi Aceh menyampaikan sampai september 2014 tercatat 297 kasus HIV/AIDS di Aceh yang tersebar di 23 kabupaten/kota dan diantaranya meninggal dunia.
Kasus ini juga tidak terlepas dari akumulasi kasus HIV/AIDS 2004-juni 2014, di Aceh Tengah menyumbang 7 kasus dan Bener Meriah juga tidak kalah penting dengan menyumbang 7 kasus. Dalam 1 kasus yang ditemukan bisa jadi terdapat 10 bahkan sampai 50 kasus yang belum terdeteksi, bayangkan saja jika 7×50 terdapat 350 kasus dan ditambah dengan kabupaten tetangga Aceh Tengah dan Bener Meriah diakumulasikan dapat mencapai 700 kasus HIV/AIDS. Jelas terlihat kecil dipermukan inilah yang disebut Fenomena Gunung Es.
Dibalik kecilnya kasus yang tampak dipermukaan tersebut dapat menimbulkan bencana besar didalamnya,Berapa banyak kasus yang belum terdeteksi yang dapat menularkan virus-virus ini kepada orang lain, yang paling disayangkan kasus ini mengenai anak-anak yang tidak berdosa yang dilahirkan oleh ibu yang menderita HIV/AIDS yang di tularkan oleh suaminya, jelas virus ini dalam penyebarannya tidak mengenal usia.
Maka sudah perlu semua pihak bertanggung jawab dalam mengantisipasi penyebaran virus mematikan ini, sehingga tidak menjadi bencana sosial yang merugikan orang banyak.Dalam hal ini pemerintah juga harus memberikan Warning (peringatan) masalah sosial ini, harus ada langkah kongkrit dalam memutus mata rantai penyebaran virus ini baik dalam upaya pencegahan dari sisi keagaaman, sosial dan tentunya jugaberbasis kesehatan.
Perluasan kerjasama antar sektor terkait dinilai sangat dibutuhkan, seperti sektor kesehatan, sektor pendidikan jelas sasarannya kepada anak sekolah SMA dan mahasiswa karena dinilai usia produktif memiliki persentasi yang tinggi, sektor pariwisata dengan wisatawannya dan sektor perhubungan dengan pelaku transportasi yang rentan menyumbangkan angka kejadian ini.
Alumni Fakutas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh*