Takengen|Lintasgayo – Sebagai sebuah daerah pertanian yang subur, berbagai jenis tanaman tumbuh di bumi Gayo. Tidak terkecuali jenis – jenis palawija dan sayur mayur yang dapat diandalkan. Tomat salah satunya, si merah yang manis, sexy dan menggemaskan.
Sungguh sebuah kenyataan yang pahit bila hal ini tidak dikelola dengan maksimal. Selain produk andalan kopi Arabika Gayo, dahulu kala dataran tinggi Gayo juga menjadi penghasil tembakau terbaik dan juga getah terpentin dengan mutu nomor wahid di dunia. Akan halnya kopi Gayo sampai dengan saat ini masih bertahan dan semakin booming, walau belum sepenuhnya mampu menopang kesejahteraan para petani kopi.
Lain dengan tembakau yang sudah tidak lagi menjadi tanaman pokok para petani Gayo. Agak berbeda dengan getah terpentin, masih tersebar luas ribuan hektar pinus, akan tetapi terdengar kabar tidak sedap, karena dikelola secara sembunyi-sembunyi oleh beberapa perusahaan. Dikatakan sembunyi-sembunyi, karena diduga tidak memberikan kontribusi pajak yang memadai bagi daerah. Utamanya dikawasan yang dikuasai oleh pemilik HPH di daerah kecamatan Bintang dan sekitarnya.
Kembali kita pada palawija dan sayur mayur. Jerit tangis petani, utamanya petani tomat tampaknya semakin menjadi-jadi. Hal ini derita yang terasa tidak lagi sembunyi-sembunyi layaknya pengelolaan getah terpentin tadi, melainkan sudah menjadi “tontonan” sehari -hari yang seakan tanpa solusi.
Dimanakah peran pemerintah dan para penyuluh sebagai sahabatnya petani?. Sontak terasa pilu, manakala salah seorang petani sekaligus pedagang tomat, syukran meluapkan kekecewaannya pada media ini, “Sampai sekarang tidak ada sentuhan pemerintah, utamanya dinas terkait terhadap anjloknya harga tomat saat ini”, serunya.
Pantauan dari media ini bahwa si tanaman buah merah penyempurna rasa di lidah dan si pemberi vitamin C yang kaya ini, sudah sejak menjelang Iedul Fitri Tempo hari lemah lunglai tak berharga, bahkan anjlok terus menukik sampai pada titik nadir.
“Pernah juga Kami terpaksa biarkan busuk dipohonnya bang, gak sanggup lagi kami jual ke pasar karena biaya yang tak sebanding”, keluh parman,petani tomat di seputaran danau laut tawar.
Sungguh miris memang, karena harga di pasar saat ini per 25/8/2016, kisaran 2.000 sampai 2.500 rupiah per kilo di tingkatan konsumen rumah tangga. Di tingkatan pedagang pengepul di harga 1.000 s/d 1.500, dari petani lebih miris lagi bisa bisa dikisaran 700 rupiah. Secara matematika ekonomi tentu ini merugi. Merugi utamanya pada si petani. Karena sudah jauh dari ambang batas biaya produksi, atau istilahnya Cost of product (COP).
Ditengah paceklik ekonomi petani kopi, yang sedang menunggu datangnya panen raya, hal ini terasa menjadi sangat berat bagi petani. Karena palawija tomat dan lainnya diharapkan menjadi tumpang sari. Penyelamat ditengah resesi. Tak dinyana harga tak kunjung membaik.
Terkait upaya pemerintah, Secara terpisah, melalui sambungan seluler, media ini menanyakan kepada kepala dinas perindustrian dan perdagangan (Disperindagkop) Aceh tengah. “Kita pelajari dulu hal ini, apakah ada pengaruh permintaan dan penawaran (supply and demand) dari daerah lain, juga faktor produksi yang berlebih atau ada faktor lain” jelas Munzir.
Menyahuti pernyataan Munzir tersebut, aman Lia petani tomat di kampung Toweren kecamatan lut tawar mengatakan, “kami maunya ada tindakan nyata dari pemerintah,agar tomat kami lebih punya harga, paling tidak kami tidak rugi”.
Kerjasama, koordinasi, kesepahaman atau apalah namanya, memang sangat penting dilakukan, agar masalah ini menemukan solusi.
Saling menunggu dan terus menyalahkan juga tidak memberi manfaat yang berarti. ” Semua fihak harus mulai bersinergi, harusnya kejadian seperti ini tidak terus berulang” sungut Ilham, seorang sarjana ekonomi, yang dulunya singa podium dalam berorasi.
Sebagai informasi tambahan, cabe merah dihargai 50.000 rupiah per kilogram, sementara bawang merah lokal juga memasang harga 40.000 rupiah per kilogram.
Dua hari ini udara di Takengon dan sekitarnya begitu sejuk menusuk tulang. Hujan pun turun seakan juga menangis atau kah memang ingin membawa kesejukan. Tanoh Gayo adalah sekeping surga, yang semoga menjadi surga semua orang, termasuk bagi si ‘merah’ yang kehilangan harga di pasaran. (LG 008)