Bincang Sejarah, Kolonel Muhammad Din Layak Jadi Pahlawan Kemerdekaan

Kolonel M. Din
Kolonel Muhammad Din. Foto Isitimewa

Redelong | Lintasgayo.com – Pusat Kajian Kebudayan Gayo mengadakan kegiatan Bincang “Sosok, Peran, dan Perjuangan Kolonel Muhammad Din Masa Agresi Militer Belanda (1946-1949)” secara daring melalui Zoom Meeting. Muhammad Din merupakan kolonel pertama di Sumatera yang berasal dari Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Bincang tersebut menghadirkan sejarawan sekaligus akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Johan Wahyudi, M.Hum. dan Uwin Bahramsyah, cucu Kolonel Muhammad Din.

Bincang “Sosok, Peran, dan Perjuangan Kolonel Muhammad Din Masa Agresi Militer Belanda (1946-1949)” Pusat Kajian Kebudayaan Gayo turut mengungkap bagaimana Kolonel Muhammad Din di mata bawahannya.

“Sumber kesaksian yang ditulis dari dua buku memoir yang ditulis oleh mantan bawahan Kolonel Muhammad Din. Pertama, Jenderal Djamin Ginting, yang jadi nama jalan dari Medan ke Beras Tagi. Djamin Ginting sudah ditasbihkan menjadi pahlawan nasional tahun 2014. Djamin Ginting adalah bawahan dari Kolonel Muhammad Din. Muridnya sudah bergelar pahlawan nasional, gurunya belum. Ini mesti jadi perhatian kita bersamam,” kata Johan Wahyudi, Jumat malam (26/8/2022).

Diungkapkan Johan, Kolonel M. Din sangat keras mendidik Djamin Ginting. Bahkan, dalam satu kesempatan, pernah menempeleng Djamin Ginting.

“Sangat keras ke bawahan-bawahannya. Meskipun keras, tapi bisa mendidik jadi orang di masa depan. Seperti Djamin Ginting, siapa yang berani meragukan keberanian dan kiprahnya. Karena garis sejarah tidak berpihak kepada Djamin Ginting, sehingga tidak dekat Orde Baru. Diasingkan ke Canada dan meninggal di sana sebagai Duta Besar RI untuk Canada. Djamin Ginting menulis buku “Bukit Kadir.” Dalam memoarnya disebutkan sosok Muhammad Din sosok yang tegas dan keras mendidik serta sangat perhatian terhadap anak buahnya,” aku Johan.

Di samping Djamin Ginting, juga ada Jenderal Maraden Panggabean. “Satu lagi, saya kira sangat dengan Orde Baru, yaitu Jenderal Maraden Panggabean. Maraden Panggabean merupakan anak didik Kolonel Muhammad Din. Dia merupakan anak buah atau prajurit kepercayaan M. Din yang ditugaskan dalam sejumlah operasi, terutama ketika era Medan Area. Dalam memoarnya, mengakui pola kepemimpinan keras M. Din sangat berpengaruh dalam dirinya. Akibatnya, ketika membentuk barisan sendiri, itu terpancar bagaimana pola kepemimpinan, bagaimana mengatur pasukan,” tutur Johan.

 

Dari serpihan-serpihan kisah kecil itu, tegas Johan, bisa dirangkai, bahwa usaha dan kontribusi M Din untuk memerdekakan bangsanya sangat besar.

 

“Memang, ini pekerjaan besar. Kita menukil satu per satu ingatan para tokoh bangsa tentang tokoh yang terlupakan ini. Jadi, M. Din adalah guru bagi orang-orang besar, seperti Djamin Ginting, Maraden Panggabean, bahkan punya jasa besar terhadap Syamun Gaharu,” sebutnya.

 

Nama Syamaun Gaharu tentu sudah sangat tenar di Banda Aceh, salah satu pejuang republik. “Biasanya, beliau ini disandingkan dengan Tengku Hamid Azwar, seorang saudara kaya yang menjadikan Gedung Sarinah Jakarta. Syamaun Gaharu secara kepangkatan memang di atas Kolonel M Din. Akan tetapi, dalam memoarnya pernah cerita, ada satu fase dia tidak dipercayai lagi di Banda Aceh, sehingga Syamaun Gaharu melakukan perjalanan panjang melewati Aceh Barat, berganti kendaraan dengan kapal laut, sehingga sampai ke wilayah Sibolga,” kata Johan.

 

Dilanjutkannya, di Sibolga, dia ingin memulihkan namanya, bahwa dia juga ikut berjuang. Di Sibolga banyak juga anak buah Kolonel M. Din, sekitar 1946 atau 1947.

 

“Dia datang ke Ferdinand Lumban Tobing, seorang dokter Batak dan sudah diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Di hadapan Ferdinand Lumban Tobing, dia tidak dapat sesuatu yang memuaskan hatinya. Mungkin, ini bisa kita terjemahkan dengan bantuan. Karena sudah sangat lelah, capek dikejar-kejar sesama orang Aceh sendiri, hingga akhirnya sampai di salah satu petinggi penting pasukan Batak di Sibolga, tapi tidak mendapat respon yang diharapkan,” cerita Johan.

Setelah itu, sambungnya, lewat beberapa pasukan yang mengantar Syamaun Gaharu, akhirnya diantar ke kediaman Kolonel Muhammad Din.

 

“Di sinilah diakui Syamaun Gaharu bahwa perlakukan M. Din itu sangat hangat. Bahkan, mau memfasilitasi Syamaun Gaharu ke Medan. Salah satunya, dengan memerintahkan, meminjamkan kendaraan, Jeep, berikut supirnya, yang berada di bawah komandonya. Syamaun Gaharu naik mobil kesatuan M Din sampai ke Medan. Syamaun Gaharu mengakui bahwa hal tersebut adalah jasa besar. Di Medan, dia bertemu dengan orang-orang penting dan posisinya dipulihkan. Kemudian, Syamaun Gaharu menjadi sosok yang kita kenal seperti sekarang,” beber Johan.

 

Bincang “Sosok, Peran, dan Perjuangan Kolonel Muhammad Din Masa Agresi Militer Belanda (1946-1949) Pusat Kajian Kebudayaan Gayo dimoderatori Yusradi Usman al-Gayoni dan merupakan kegiatan ke-28 selama lima bulan, 28 Maret-28 Agustus 2022. Mengenang dan mengenalkan perjuangan pejuang bangsa sekaligus dalam rangka mengisi Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Republik Indonesia, Pusat Kajian Kebudayaan Gayo menginisiasi perbincangan yang membahas perjuangan pejuang-pejuang dari Gayo dalam melawan kolonial dan memperjuangkan sekaligus mempertahankan kemerdekaan Indonesia. (*)

Fazri Gayo

Comments are closed.