Saatnya Kita Besijujang-Jangkon

Oleh: Yusradi Usman al-Gayoni*

Ada peristiwa menarik dalam kegiatan pesta perkawinan salah satu warga Aceh Tengah yang dilangsungkan di Gedung Olah Seni (GOS) Takengon, Selasa (4/10/2022). Dalam “sinte mungerje” yang banyak dihadiri politisi, anggota DPRK Aceh Tengah, termasuk ketua partai politik itu, politisi senior Ir. Tagore Abu Bakar yang juga mantan Bupati Bener Meriah 2012-2017 dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) periode 2014-2019 menyatakan dukungan terbuka kepada bupati dua periode Aceh Tengah (2007-2017) Ir. H. Nasaruddin, M.M. yang baru-baru ini mulai dilirik partai politik untuk maju ke Senayan—Partai Persatuan Pembangunan (PPP) salah satunya, mewakili daerah pemilihan (Dapil) II Aceh: Aceh Tengah, Bener Meriah, Biruen, Lhokseumawe, Aceh Utara, Langsa, Kota Langsa, dan Aceh Tamiang. Lebih khusus lagi, mewakili tanoh Gayo, Aceh Tengah dan Bener Meriah, tambah Lokop Serbejadi Aceh Timur dan Kalul Aceh Tamiang untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat Dapil II Aceh di Senayan. Juga, membawa peluang-peluang dari pusat melalui jalur Senayan buat kemajuan Aceh yang berkesetaraan, berkeadilan, dan pembangunan berkesejahteraan berbasis kawasan (pesisir, pegunungan, dan kepulauan).Sontak, ungkapan Tagore mendukung Nasaruddin jadi wakil rakyat Gayo khususnya dan Dapil II ke Senayan,langsungmendapat sambutan positif dan riuh tepuk tangan dari undangan ngerje yang hadir. Lebih-lebih, para politisi tadi.

Peristiwa langka itu tentu sangat menarik. Terlepas dari Tagore yang kemungkinan tidak nyalon lagi ke Senayan, karena melihat “jirim jisim”-nya, sepertinya mau maju lagi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bener Meriah 2024, apa yang dilakukan Tagore patut mendapat apresiasi. Sebagai politisi ulung, tokoh Gayo yang cukup populer dengan karier politiknya yang cukup panjang dan mumpuni, Tagore sudah memberikan contoh yang baikkepada generasi muda Gayo. Terlepas, sekali lagi, muatan di balik dukugan terbuka itu, kita mesti berbaik sangka, berpikir positif, dan mengapresiasi Tagore atas teladan yang baik tersebut.

Pasalnya, belakangan (selama pemilu berlangsung, sejak 2009), jarang sekali tokoh-tokoh kita “generasi orang tua” yang saling besiamiken, besitonanen, besijujangen, dan besijangkon. Biasanya, saling namat ni keras(ego, “keras hati,” dan “keras kepala”), dengan dalih punya massa, loyalis, dan keburu yakin terpilih. Padahal, yang dituju, Gedung Parlemen Senayan (Gedung DPR/MPR/DPD RI). Perlu satu suara. Di sisi lain, pun sebagai suku mayoritas ketiga terbesar di Aceh, setelah Aceh dan Jawa, jumlah pemilih Gayo (Aceh Tengah dan Bener Meriah) terbilang kecil dibandingkan daerah pesisir lainnya. Apalagi, kalau digabung mulai dari Bireuen sampai ke Aceh Tamiang. Sudah barang tentu, Aceh Tengah dan Bener Meriah sudah kalah jauh, pun ada daerah Gayo lainnya di sana—Lokop Serbejadi Aceh Timur dan Kalul Aceh Tamiang, sebagai tambahan suara. Tapi, dari sisi jumlah, tetap di bawah, dibandingkan pemilih di pesisir. Oleh sebab itu, masyarakat di dua kabupaten ini—Aceh Tengah dan Bener Meriah, tambah Lokop Serbejadi dan Kalul—mesti bersatu.

Namun, kenyataannya,kite tetap gere musara (tidak bersatu) dan namat di keras. Alhasil, Gayo, khususnya dari Aceh Tengah dan Bener Meriah kehilangan wakilnya pada pemilihan umum legislatif (Pileg) 2019 kemarin, seperti pengalaman kelam 2014. Syukurnya, masih ada Irmawan (PKB) dan Salim Fakhry (Golkar) dari Dapil I yang wilayahnya mencakup Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Gayo Lues, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Kota Subulussalam, Aceh Singkil, dan Aceh Simelue. Kalau tidak, Gayo-Alas sama sekali tidak punya perwakilan di Senayan.

Periode sebelumnya (2014-2019), ada dua wakil dari daerah ini—Aceh Tengah dan Bener Meriah, Dapil II—ke Senayan, yaitu Firmandez (Golkar) dan Tagore Abu Bakar sendiri (PDIP). Bahkan, dari daerah Gayo-Alas lainnya: Gayo Lues dan Kutacane, juga terpilih Irmawan (PKB), Salim Fakhry (Golkar), dan Muslim Ayub (PAN). Total, ada lima perwakilan Gayo-Alas di Senayan. Sepengetahuan penulis, angka tersebut merupakan jumlah terbanyak wakil rakyat dari Gayo-Alas sepanjang sejarah keberadaan Gedung DPR/DPD/MPR RI tersebut. Demikian untuk Anggota Dewan Perwakilan (DPD) RI, setelah Ir. Mursyid, Senator Aceh periode 2009-2014 pensiun dan tidak terpilih lagi dalam pemilihan Senator Aceh ke Senayan (2014), Gayo tidak punya Senator lagi di Senayan, sampai sekarang. Termasuk, 2019 lalu, yang sebelum penetapan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh pun sudah gugur. Untuk tahun 2024 nanti, wallahu’alam bissawab.

 

Besijujang-Jangkon

Apa yang dilakukan Tagore sudah barang tentu sudah penuh pertimbangan, baik dari sisi popularitas (betih jema), akseptabilitas (galaki jema), maupun elektalibiltas (pilih jema) Nasaruddin di Gayo dan di pesisir Aceh. Tidak hanya itu, Tagore tahu betul sosok juniornya di SMA tersebut, mulai dari kepribadian, ilmu, kualitas, kemampuan, jaringan (link, relasi, dan network) sampai pengalaman sebagai birokrat dan politisi “kepala daerah.” Di lain pihak, mera pedehurang kite ni erep mujurung ku lah, len arap-len kuduk, gere betas was-beta deret, gere beta mulo-beta ahir. Tak jarang, ke nge murum sabe dirie“di Gayo dan di perantauan pun sama saja” dan apalagi berbenturan dengan kepentingan politik praktis, pragmatis, dan oportunis,terjadi colok bengkon, tulok wan upuh kerung, nayo baji selang, nos gerbuk, meling i kuduk, lempit, gut, dan tuh.

Lebih dari itu, malah bukan yang layak kin perawah yang didukung. Sebaliknya, diusung yang tidak mampu, karena bukan singkite, asal enti luah ku jema, dan enti se sanah pe kite gere depet. Akhirnya, bukan kemajuan yang didapat. Malah, kemunduran. Karenanya, sudah saatnya masyarakat Gayo di Aceh Tengah, Bener Meriah, Lokop Serbejadi Aceh Timur serta Kalul Aceh Tamiang, tambah kantong-orang orang Gayo di pesisir timur dan utara Aceh “Lhokseumawe-Aceh Utara dan Langsa” besijujang-jangkon, musara mengirimkan perwakilannya ke Senayan. Seperti kata rekel dan titok keleng kita, bukankah untuk behu, kita mesti berdedele? Selanjutnya, ke nge mupakat,bukankahkita turah mukeramat? Pasalnya, nge tikik pe kite urang Gayo ni, gere musara mien, kune nye Gayo ni ku arap?

 *Staf Ahli/Asisten Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Provinsi Aceh di Gedung Parlemen Senayan (2009-2013)/Anggota Tim Pengembangan Kawasan Gayo-Alas (Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Bener Meriah, dan Gayo Lues) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI (2018-2024)

Comments are closed.