Kampus IAIN Di Tangan Prof. Ridwan Nurdin

Badri Ramadan ( Dok)

Catatan :Badri Ramadan S.Sos *)

Prof. Ridwan Nurdin, M.C.L resmi menjabat sebagai rektor IAIN Takengon, dilantik (29/04/2024) lalu di Jakarta, diharapkan mampu mewarnai civitas akademik di Tanah Gayo yang berhawa sejuk ini.

Namun, beberapa bulan ini timbul kegundahan dari kalangan Alumni IAIN, bahwa apakah Prof. Ridwan Nurdin mampu membuat kampus itu kembali jaya pada era tahun 2015 lalu. Dimana masa itu hampir 600 ratusan calon mahasiswa baru yang mendaftar baik dari jalur umum maupun jalur prestasi.

Tentu kala itu kita tau bahwa seorang Zulkarnain yang memiliki komunikasi baik di Tanah Gayo ini, sehingga promosi ke sekolah mendapkan dampak positif.

Namun tak lama kemudian awal tahun 2017, dengan program Kementrian Agama bahwa kampus STAI harus berubah status menjadi IAIN, maka dari segi kualitas dan kapasitas harus juga berkembang. Penambahan gedungpun harus dibangun, sehingga fasilitas kampus dianggap memenuhi syarat untuk naik tingkat.

Kala itu mahasiswa sempat protes terhadap pembangunan gedung itu karna dianggap akan berdampak pada berkurangnya mahasiswa, karna jarak yang begitu jauh dari pusat kota, kemudian ditambah lagi jaringan seluler kala itu belum terakses dengan baik.

Setelah pembangunan itu berhasil dan peroses belajar mengajarpun di mulai. Kampus yang tercatat sebagai kampus Negeri mampu merekrut ratusan mahasiswa bahkan sampai ribuan. Pada tahun 2018 sampai 2023 mahasiswa di IAIN begitu terpuruk dengan jumlah mahasiswa yang begitu kalah jauh dengan UGP yang setatusnya swasta.

Itu semua dianggap karna akses menuju kampus Mulie sangat jauh, dengan bau sampah. Ratusan mahasiswa turun kejalan meminta agar proses perkuliahan tidak lagi di sana.

Zulkarnain selaku pimpinan tertinggi di kampus itu akhirnya mengabulkan permintaan mahasiswa dikala itu, dengan catatan:
Perkuliah di pusat kota, dengan pembagian waktu dalam seminggu sekali di genting kata Zulkarnain dengan melampirkan bukti tertulis.

Kembali ke Prof. Ridwan Nurdin menentukan sikap, bahwa secara permanen semua kegiatan civitas akademik di kampus induk.

Alumni pun menghawatirkan sebuah kebijakan yang diambil oleh Prof. Ridwan Nurdin dengan pertanyaan:

Apakah gedung itu hanya sebagai syarat di mata kementrian untuk mendapatkan anggaran.

Kemudian apakah nantinya gedung yang disana menelan anggaran pembelanjaan negara yang jumlahnya begitu besar hanya untuk sarang hantu tanpa difungsikam dengan baik.

Ini semua tentu ada di tangan prof. Ridwan Nurdin sebagai rektor. Kami khawatir kebijakan itu berdampak buruk pada kampus kebanggaan orang Gayo, hanya gara-gara rektor ingin mencari aman di sekelilingnya.

Atas dasar itu kami kembali mempertanyakan komitmen calon rektor pada saat penjaringan yang di limpahkan kepada senat. Bahwa siapapun yang menjabat sebagai rektor maka sudah menjadi kewajiban mutlak. Kampus genting harus diaktifkan.
Nah, ini kan Prof. Ridwan Nurdin mengingkari perjanjian tersebut, dengan alasan ini kami alumni akan mengadakan konsolidasi nantinya, apakah harus sampai ke gedung DPRK Aceh Tengah.

Alumni angkatan 2015 *)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.