Jakarta | Lintas Gayo : Tari Saman adalah salah satu tari yang dimiliki orang Gayo. Saat ini, tari Saman sudah menembus batas-batas georafis dari daerah asalnya, suku, kepercayaan, agama, bangsa sekaligus benua. Singkatnya, tari yang berasal dari Kabupaten Gayo Lues, tanoh Gayo, Provinsi Aceh ini sudah mendunia. Namun, dalam perkembangannya, kerapkali Saman ditarikan tidak seperti bentuk aslinya. Oleh karena itu, Ikatan Mahasiswa Gayo Lues (IMGL) dan Aceh Culture Center (ACC) mencoba menggelar Diskusi Originalitas Saman di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Senin (27/6)
Dalam laporannya, Burhanuddin, S.Sos.I. menjelaskan bahwa diskusi originalitas Saman diadakan untuk meluruskan pemahaman Saman yang salah selama ini. Juga, sebagai kegiatan pembuka sebelum diadakannya Saman Sara Ingi antara Kepies Gayo Jakarta dan kelop Saman Banda Aceh. Saat yang bersamaan, Burhan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak. Termasuk, Dewan Kesenian Jakarta atas fasilitas teater kecil Taman Ismail Marzuki
H. Amru yang mewakili Bupati Gayo Lues mengatakan bahwa acara yang digelar ini lahir dari kegelisahan melihat fenomena Saman yang berkembang dewasa ini. “Saman hanya bisa ditarikan laki-laki, bukan peremuan dan tidak dimainkan dengan instrumen apa pun,” kata Amru. InsyaAllah, bulan November tahun ini, Saman akan ditetapkan oleh UNESCO di Bali, katanya lagi yang disambut dengan riuh tepuk tangan peserta yang hadir. Termasuk, Menteri Pemuda dan Olah Raga, DR. Andi Alfian Malarangeng. Selanjutnya, calon bupati Gayo Lues tersebut memohon kepada Dinas Pemuda dan Olah Raga RI serta Kementerian terkait untuk dapat membangun Museum Saman di Gayo Lues
Sementara itu, Deputi V Kementerian Kesejahteraan Rakyat mengatakan bahwa Saman bukan sebatas tari dan tradisi, melainkan mengandung nilai-nilai filsafat, reliji, dan sosio-budaya masyarakat Gayo. Juga, mendukung sepenuhnya permintaan Ketua DPRK Gayo Lues. Tinggal, Pemerintah Kabupaten Gayo Lues meneruskannya melalui Pemerintah Provinsi Aceh, jelasnya. Di akhir sambutannya prihal kelangsungan Saman, bagaimana pun, pemerintah dan masyarakat Gayo lah yang harus berinisiatif melestarikan tari Saman.
Andi Malarangeng dalam sambutannya yang sekaligus membuka acara menuturkan bahwa banyak anak muda yang menarikan Tari Saman. Karena, tari ini cukup fun melalui gerakan-gerakannya. “Bahkan, anak saya pun yang perempuan belajar Saman. Saya baru tahu kalau Saman tidak boleh ditarikan perempuan. Saat saya ke Aceh, saya juga menyaksikan tari Saman dan pakai instrumen. Saya tidak tahu pasti, apa yang menari orang Gayo dan berbahasa Gayo,” kata Andi. Andi memperhatikan, Saman semakin dikenal luas pasca tsunami.
“Dalam pertukaran pemuda Indonesia-luar negeri, saya lihat, bule-bule juga bersaman. Dan sekarang, tari Bali sudah “kalah” dengan Saman,” tuturnya. “Upaya-upaya seperti ini harus didukung. Tari Pendet saja yang jelas Bali, ada saja yang mengaku. Gitu juga dengan Reog. Karenanya, warisan budaya yang unggul perlu kita daftarkan. Sebagai akibatnya, upaya melestarikannya jauh ke depan. Dan, bukan sekedar museum,” tegas kader Partai Demokrat tersebut (Win Kin Tawar)