Oleh : Marah Halim*
Pembangunan seharusnya adalah proses meningkatkan kualitas dan taraf hidup. Namun, seringkali masyarakat tidak mengetahui dengan baik apa yang dikerjakan oleh pemerintah. Manakala ada suatu proyek pembangunan, belum apa-apa masyarakat sudah duluan su’uzzhan (berburuk sangka), bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah (daerah) pasti akan ”memuntungkan” mereka dan ”menguntungkan” pihak pemerintah. Salah satu faktor penyebab kesalahan pemahaman masyarakat terhadap pembangunan tersebut adalah salah dan buruknya sistem informasi pembangunan.
Sistem informasi pembangunan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah satu kesatuan komponen yang mengatur bagaimana informasi tentang pembangunan dapat diterima dengan jelas kepada masyarakat tanpa distorsi, sehingga masyarakat bisa memahami langkah-langkah pembangunan yang ditempuh pemerintah dan bahkan mendukungnya.
Contoh yang paling kerap adalah pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan. Banyak terjadi dimana-mana ketika pemerintah memerlukan tanah untuk pembangunan sarana fisik, masyarakat berat hati dan mati-matian mempertahankan haknya. Asumsi yang terlanjur tertanam di alam bawah sadar mereka adalah bahwa pemerintah (daerah) akan merugikan mereka. Masyarakat kadung tidak percaya pada semua yang dilakukan oleh pemerintah akibat ulah pemerintah sendiri yang kerap menodai kepercayaan masyarakat; juga akibat kegagalan pemerintah menunjukkan performa yang tidak meyakinkan di mata masyarakat.
Contoh aktual yang bisa penulis lihat adalah dalam proses pembangunan jalan melingkar di kota T (salah satu ibukota dari sebuah kabupaten di dataran tinggi) yang kini telah dikeruk. Apa yang penulis sinyalir di atas benar-benar terjadi di lapangan. Akibat minimnya informasi yang dibutuhkan masyarakat terhadap tujuan dan manfaat pembangunan jalan tersebut bagi pembangunan, tidak semua warga mau melepaskan haknya, walaupun dengan ganti rugi yang tergolong pantas. Sementara itu mereka yang cukup informasi karena memiliki kanal informasi yang lebih baik malah berpikir sebaliknya, malah menarik panitia pengadaan agar melewatkan jalan di lokasi tanahnya. Akibatnya, panitia pengadaan beserta pihak ketiga yang mengerjakan proyek yang diburu waktu menjadi berpikir singkat, daripada berlama-lama bernegosiasi dengan masyarakat yang tidak rela melepaskan haknya, lebih baik meladeni orang-orang opunturir. Hasilnya adalah bakal jalan yang berkelok-kelok seperti ular yang tidak menampakkan ciri-ciri jalan modern sama sekali. Saat dimana-mana jalan protokol diusahakan lurus dan tidak banyak tikungan, malah di daerah ini tikungan bertambah banyak. Terbukti, informasi yang tidak cukup membuat menjadikan masyarakat keliru bersikap dan keliru mengambil keputusan.
Jalan yang lurus tentu saja sangat berpengaruh pada tata ruang sebuah wilayah. Jalan berkelok bukan saja sangat tidak enak dipandang juga tidak efisien dari segi waktu. Ketika jalan siap, biasanya akan diikuti bangunan-bangunan lain seperti perumahan dan pertokoan yang biasanya menyesuaikan letak mengikuti ”irama” jalan. Jika jalannya berkelok-kelok, lihat saja pasti bangunan lainnya akan meliuk-liuk juga. Yang ada akhirnya adalah tata ruang dan tata kota yang semrawut.
Tidak hanya masalah pengadaan tanah untuk jalan, juga untuk pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan sarana-sarana fisik yang lain, seperti sekolah, rumah sakit, puskesmas, kantor pemerintah, dan sebagainya. Akibat kukuhnya masyarakat mempertahankan milik, maka sarana-sarana umum itu harus dibuat di lokasi-lokasi yang tidak strategis menurut fungsinya. Banyak sarana-sarana itu dibangun di lokasi-lokasi yang terpencil yang menyulitkan masyarakat sendiri untuk mengaksesnya. Ujung-ujungnya yang rugi masyarakat juga. Jadi masyarakat persis seperti lirik lagu Nomo Koeswoyo, maju kena mundur kena.
Fenomena di atas disebabkan lemahnya sistem informasi pembangunan. Masyarakat mencintai dan mendambakan pembangunan, tetapi jika informasi yang mereka butuhkan untuk pengambilan keputusan (decision making) terbatas atau dibatas-batasi, maka keputusan yang mereka buat tidak akan bisa menguntungkan mereka dan juga menyulitkan pemerintah yang membangun.
Teori-teori tentang sistem pengambilan keputusan menekankan pentingnya informasi yang cukup untuk mengambil keputusan terhadap sesuatu masalah. Aparatur pemerintah bukan tidak mengetahui masalah ini (atau mungkin pura-pura tidak tau, karena niatnya sudah buruk sejak awal); yaitu ingin membodoh-bodohi masyarakat. Masyarakat kini sudah cerdas, karena itu tindakan yang menjadikan masyarakat sebagai objek jelas sangat tidak tepat.
Dalam sistem informasi terdapat seperangkat komponen yang memungkinkan informasi diterima masyarakat secara jelas tanpa distorsi. Dalam teori komunikasi, ada empat unsur komunikasi yang harus sinkron, yaitu pemberi informasi, informasi itu sendiri, penerima informasi, serta media yang digunakan. Pemberi informasi kepada masyarakat tentang pembangunan pastilah pemerintah. Informasinya juga pastilah seputar program-program pembangunan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Ketiga unsur ini sudah pasti ada tapi belum tentu kondisinya bagus. Nah, yang sering menjadi permasalahan adalah media yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Disinilah kelemahan sistem informasi pembangunan. Pemerintah (daerah) sering menggunakan media yang salah.
Di era Iptek ini, sangatlah naif sesungguhnya jika pemerintah (daerah) masih menggunakan instrumen-instrumen yang tepat. Asasnya adalah efektivitas dan efisiensi. Memang betul bahwa di era teknologi informasi (TI) ini semua Pemda telah memiliki situs sendiri di internet; permasalahannya adalah berapa persen masyarakat kita yang melek komputer dan internet. Karena itu media ini canggih tapi tidak efektif, walaupun mungkin efisien. Karena itu, harus berijtihad untuk menemukan media yang paling tepat, murah, dan merakyat. Prinsip yang harus dipegang dalam menghadapi masyarakat adalah mengetahui kultur mereka dalam menerima informasi.
Masyarakat Gayo masih dalam era budaya lisan (oral culture), belum masuk pada budaya baca (reading culture), karena itu media yang paling efektif adalah media-media yang banyak menggunakan oral (lisan). Salah satu media yang tepat untuk menyaampaikan informasi pembangunan adalah saat khutbah Jum’at. Bisa dipastikan momen ini sangat efektif dan efisien menyampaikan informasi pembangunan kepada masyarakat. Selama ini, khutbah-khutbah Jum’at sarat dengan pesan-pesan keagamaan yang kering dan tidak membumi. Alangkah baiknya wasiat dalam khutbah Jum’at diisi dengan peringatan kepada masyarakat tentang apa saja yang mereka dapat lakukan untuk mendukung proses pembangunan. Dalam bidang apa mereka bisa ambil bagian. Jelas bahwa meningkatkann kualitas hidup juga merupakan perintah agama.
Meski masyarakat kita masih memiliki tradisi oral, namun tidak bisa diabaikan media-media lain, misalnya koran, reklame, brosur, buku, dan sebagainya yang bersifat tertulis. Namun demikian, pengaruh tradisi lisan memang belum bisa dikalahkan oleh tradisi-tradisi lain. Kemampuan dan kemamuan baca masyarakat kita masih rendah. Masyarakat kita malas berpikir yang njelimet, mumet, dan ruwet. Kondisi ini harus dipahami pemerintah yang memberi informasi. Karena itu informasi yang dikemas haruslah simpel dan menyentuh perasaan penerimanya. Dalam hal ini, aspek psikologis dalam proses transmisi dan transfer pesan tidak boleh diabaikan, misalnya menggunakan bahasa masyarakat.
Para Bupati/Wabup, kepala-kepala dinas/badan/kantor, dan orang-orang pemerintah yang lain di Gayo saat ini kerap berkomunikasi dengan masyarakat bukan dengan bahasa ibu. Mereka lebih suka berbahasa Indonesia walaupun terol alias merul, padahal masyarakatnya lebih suka dan cepat mengerti kalau ia berbahasa daerah. Bisa dipastikan, jika pemahaman sudah tepat, maka akan sangat menunjang proses pembangunan, jadi pembangunan akan lancar kalau informasi dikelola dengan benar dan pantas.
——
*Penulis adalah Widyaiswara BKPP Aceh.
Yth. Bapak Marah Halim,
Saya tertarik dengan tulisan anda, karena saat ini sedang melakukan penelitian akses informasi perencanaan pembangunan. Melalui kesempatan ini, saya ingin mengetahui lebih dalam literatur yang membahas tentang definisi dari ‘informasi perencanaan pembangunan’ itu sendiri. Mungkin Bapak bisa memberitahu literatur tersebut. Atas perhatian dan bantuan Bapak, saya ucapkan terima kasih.
Widodo