Jakarta | Lintas Gayo – Tidak adanya pengganti UU 5/1962 tentang Perusahaan Daerah yang merupakan dasar pengaturan BUMD menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dan, UU 6/1969, menjelaskan, pemberlakuan pencabutan itu dilakukan manakala sudah ada penggantinya. Demikian disampaikan Yuswandi A Tumenggung, Direktorat Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam Rapat Dengar Pendapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/12/2012)
Selain itu, jelasnya, pengaturan visi dan misi BUMD dalam UU 5/1962 tersebut masih tercampur antara memberikan layanan umum dan komersial (memupuk laba) sekaligus. Lebih dari itu, masih belum ada pengaturan mengenai BUMD yang berbentuk perseroan terbatas. Khususnya, dikaitkan dengan salah satu orientasi BUMD yang menitikberatkan pada pelayanan umum.
“Saat ini, perkembangan yang ada di daerah-daerah, justru mengarah kepada pembentukan perseoran terbatas dari BUMD itu. Bahkan, beberapa BUMD yang kaitannya dengan perseoran terbatas khususnya di perbankan sudah masuk ke IPU terbuka. Seperti Bank Jabar Banten, sudah mulai IPU. Dan, Bank Jatim merintis Tbk ini untuk masuk ke pasar modal” katanya.
Disamping itu, rincinya, ada 1.007 BUMD dengan nilai aset Rp. 343,118 triliun. Namun, aset Bank Pembangunan Daerah (BPD) lebih dominan seluruh Indonesia, sebesar Rp. 310 triliun. Atau, 9-10% dari aset bank baik bank umum maupun bank asing di Indonesia. Sementara itu, sisanya BUMD yang tersebar. Dan, kontribusi laba BUMD sebesar Rp. 10,372 T dan juga didominasi BPD.
Kemudian, terangnya, bentuk badan hukum BUMD mesti disesuaikan dengan orientasi usaha; berorientasi untuk kemanfaatan umum—seperti Perum (BUMN) yang tidak terbagi atas saham atau orientasi komersial—PT dan tunduk pada Undang-Undang (UU) Perseoran Terbatas (PT). Di lain pihak, pengelolaan BUMD harus profesional, akuntabel, efisien, efektif, transparan, mampu membukukan laba, dan minim intervensi politik.
Dalam kesempata itu, Yuswandi, menegaskan, BUMD bersifat melayani, bukan mencari untung. Pun mendapat keuntungan, bukan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) melainkan untuk reinvestasi yang tujuannya untuk meningkatkan pelayanan publik. (al-Gayoni)
.