Oleh Fauraria Valentine*
Hirupan nafas panjang….
Ah, malam yang cerah. Bulan membagi energi dalam cahayanya, tak pernah lelah. Begitu juga udara yang tak lelah menjalankan siklusnya memenuhi kebutuhan hidup penghuni alam. Alangkah sempurnanya zat penciptanya, mengatur segala sesuatunya dengan begitu apik.
Syukur pada Rabb, yang berikan kesempatan hidup pada tiap ciptaannya. Berada dalam kehangatan cinta karena dicintai dan mencintai. Mozaik hidup yang mulai terasa jelas bias indahnya. Semakin mengikhlaskan tiap tasbihku pada-Mu.
Pikiranku menerawang, mengingat tiap lekukan paras dari bintang-bintang yang tak pernah lelah membagi cahayanya. Ada satu bintang yang bersinar begitu cemerlang, tak pernah redup. Bintang sejatiku, membagi cahayanya meski bintang lain terkadang tertutup awan. Tatapan matanya meneduhkan hati, peluknya; bagikan kehangatan yang ia punya. Katanya; terangkai santun menyentuh jiwa, duhai bintangku tak inginku kehilangan terangmu.
Tersadarku, kembali berdiri pada hari yang bahagia ini. Saat bintang terangku membagikan kehangatannya. Membiarkan bintang kecilnya mulai membuka mata. Menatap dan memandang dunia dari matanya sendiri.
Hingga kini, bintangnya bukanlah bintang yang lemah. Ia adalah bintang kecil yang berusaha terus bersinar melebihi bintang sejatinya. Inginnya gantikan peran, biarkan bintang sejatinya puas dengan cahaya yang mampu ia pancarkan. “Mimpi Besar Si Bintang Kecil…”
Mungkin sejauh ini itu hanya mimpi, tapi bukan untuk nanti. Si bintang terus berjalan dan berlari mengejar apa yang ia anggap mampu berikan cahaya buatnya. Utara-selatan- barat- timur, tak henti, tak lelah. Ia yakin mampu, harus mampu.
Sandungan kecil tak elak redupkan cahayanya. Membuat bimbang langkah pada mimpi. Tapi ia berpegang pada bintang sejatinya, yang cahayanya begitu teduhkan sekitar. Selalu ingin menjadi seperti itu. Rintangan bukan alasan untuk mundur, tapi sang bintang mulai menikmatinya dan tak sadar terbuai pada tantangannya. Hingga ia jatuh dan redup. Seakan tak mampu biaskan secercah cahaya. Malu, begitu malunya ia pada bintang Sejatinya. Tak menyangka mampu kecewakan hati. Hanya bisa diam dan mematung.
Tapi bintang sejati tahu, bintang kecilnya tersungkur dalam upayanya menjadi besar. Ia kembali berikan kehangatan yang ia punya, menggenggam erat dan membagi cahaya yang ia punya. Kehangatannya memenuhi jiwa, menyadarkan si bintang kecil bahwa ia tak pernah sendiri. Bintang sejatinya senantiasa mengawasi dan berjaga untuknya. Meski kini ia harus memulai semuanya dari awal, seperti pertama, seperti yang diajarkan bintang sejatinya. Ow, sekarang sedikit berbeda. Ia lebih paham dari sebelumnya, lebih mengerti. Langkahnya semakin riang, tanpa beban. Bergerak cepat dan pasti, meski tetap hati-hati. Diamnya, berikan kesempatan melihat celah untuk dapatkan mimpinya.
Si bintang kecil kini mulai meneruskan perjalanannya, mempersiapkan bekal dan semangat lebih besar dari sebelumnya. Meski saat ini belum waktunya ia menjadi “Besar” seperti yang ia harapkan. Bintang Kecil yakin, waktu akan antarkan “Besar” padanya. Berikan kesempatan si bintang kecil menjadi bintang sejati. Yang mampu menerangi lebih banyak jiwa disekelilingnya.
Perjalanan masih panjang, berikan kesempatan si bintang bertemu berjuta bintang lainnya. Dengan pesona dan warnanya masing-masing. Tapi bintang sejati baginya hanya satu, ialah IBU. Yang tak pernah redupkan cahayanya demi kehangatan dalam hidup si bintang kecil. Ibu selalu berkata, setiap bintang punya cirinya sendiri. Dan ia harapkan aku menjadi Bintang Sejati, dengan warna dan cahayaku sendiri.
“Kau adalah bintang, Bintang Sejati. . . . .”
—-
*Mahasiswa pertanian, Universitas Gajah Putih. Takengon