Bicarain Air di Hari Air Dunia

Catatan Citra Mardiati*

 

Hari ini, tanggal 22 Maret 2012 diperingati sebagai Hari Air Dunia atau World Water Day. Indonesia mengangkat tema yang yang diadopsi dari tema internasional yaitu “Water and Food Security” yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “Air dan Ketahanan Pangan”. Tetapi Indonesia lebih menekankan pada masalah airnya. Tema ini tampaknya dipilih karena rendahnya kualitas air bersih di Indonesia.

Jika dihubungkan antara air dan pangan tentu saja berhubungan. Air sendiri merupakan sumber kehidupan di bumi ini, terutama bagi tumbuhan dan ternak yang merupakan sumber pangan manusia. Indonesia sebagai negara yang kaya akan air justru sekarang menjadi negara yang sering dilanda krisis air bersih. Bila musim penghujan tiba, air memang melimpah. Tetapi melimpah disini malah berujung pada bencana seperti banjir dan longsor. Di waktu musim kemarau tiba, justru kekeringan yang melanda. Ini tentu saja berdampak pada menipisnya ketersediaan bahan pangan juga karena gagal panen yang sering melanda para petani. Jadi ketersediaan air sangat berpengaruh pada ketahanan pangan.

Kita sering tidak menyadari , kurangnya air bersih juga merupakan dampak dari gaya hidup kita sehari-hari. Seperti sampah rumah tangga (plastik, deterjen, logam), dan percemaran dari aktifitas pertanian (pupuk dan pestisida). Jadi hidup yang ramah pada lingkungan merupakan PR kita bersama.

Membicarakan masalah air bersih memang tidak ada habisnya. Di kota Takengon sendiri ketersediaan air bersih sendiri merupakan barang yang langka. Distribusi air bersih sendiri tidak merata dan terlalu sering terjadi gangguan. Jumlah penduduk yang semakin hari semakin meningkat sudah tidak seimbang dengan ketersediaan air bersih dari pemerintah daerah. Salah satu solusi masyarakat untuk mendapatkan air bersih adalah dengan membuat sumur gali atau sumur bor. Tetapi kebanyakan dari kita juga tidak terlalu peduli dari efek yang ditimbulkannya. Dampak dari penggunaan air tanah yang berlebihan antara lain penurunan muka air tanah dan amblesnya tanah. Dampak ini memang tidak terjadi dalam kurun waktu yang singkat. Tetapi bayangkan saja, jika setiap rumah di Takengon memiliki sumur gali atau sumur bor, tentu saja dampak ini bisa terjadi kapan saja. Hal ini memang kembali menjadi PR besar bagi pemerintah dan kita sebagai pengguna air khususnya.

Kembali lagi ke masalah pangan, Takengon sebagai daerah pertanian sangat membutuhkan air bersih. Ini juga harus diimbangi dengan penggunaan pupuk yang ramah lingkungan oleh petani. Pertanian organik masih bisa dibilang kurang berkembang di Takengon.  Padahal ini berpengaruh pada kualitas air bersih itu sendiri. Minimnya penggunaan pupuk berbahan dasar kimia tentu dapat mengurangi pencemaran. Kualitas hasil pertanian yang bebas dari bahan-bahan berbahaya tentu akan berdampak baik juga bagi kesehatan masyarakat Takengon sendiri.

Sekarang tinggal kita yang memilih nih, ingin air bersih tetapi alam kita damai atau malah pilih air bersih tetapi masa bodoh dengan alam? Pilihannya ada di diri kita masing-masing. Ada yang berani memilih?.


*Wartawati Lintas Gayo di Medan Sumatera Utara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.