ISTILAH politik dalam Islam lebih populer di kenal dengan kata siyasah, yang fokus kajian sering dipahami secara tidak berimbang. Kebanyakan orang (bukan orang kebanyakan) memahaminya khusus untuk pemilihan pemimpin (Presiden, Gubernur, Wali Kota/Bupati bahkan sampai kepada kepala desa), sehingga banyak waktu, tenaga dan harta terbuang untuk mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan pemimpin tersebut.
Kalau kita baca buku-buku (kitab-kitab) karangan ulama klasik kita tidak menemukan bab khusus yang membahas tentang siyasah, bab-bab fikih hanya berbicara tentang ibadah, mu’amalah, munakahat dan jinayah. Sebagian pemahaman menganggap bahwa dalam bab jinayah tersebutlah dibahas tentang siyasah. Kajian mendalam terhadap makna siyasah tersebut memberi jawaban kepada para pengkaji dan peneliti, bahwa tidak dijadikannya bab siyasah menjadi salah satu bab dalam fikih karena sebenarnya dalam setiap bab itu tersirat adanya siyasah, karena itu tidaklah bisa dipisahkan siyasah menjadi salah satu bab tersendiri dalam kajian fikih.
Makna siyasah adalah keterlibatan pemerintah dalam segala hal, baik ibadah, mu’amalah, munakahat, jinayah dan ditambah dengan masalah lain yang belum diatur dalam kajian fikih klasik. Shalat yang dilakukan secara individu dan kelompok orang bisa kita katakan bukan sebagai lingkup siyasah, tapi penentuan awal mulai dan berakhirnya puasa bulan ramadhan, penentuan kuota pemberangkatan dan pelaksanaan ibadah haji sudah merupakan kewenangan pemerintah, maka hal tersebut sudah menjadi siyasah. Dalam bidang mu’amalah hampir semuanya tidak bisa lepas dari keberedaan pemerintah, penentuan pusat pasar di suatu daerah, penentuan harga barang dalam lintas perdagangan, barang-barang yang boleh dan tidak boleh dipasok demua merupakan kewenangaan pemerintah.
Tantang perkawinan, batasan usia seorang yang boleh dan belum boleh menikah juga ditentukan oleh pemerintah melalui undang-undang, keabsahan melangsungkan pernikahan harus di depan pencatat perkawinan, akta kelahiran anak diperlukan sebagai data pencatatan jumlah penduduk dan sebagai bukti sahnya sebagai seorang anak dari perkawinan yang sah, sampai kepada putusnya perkawinan baru dianggap sah apabila dilangsungkan di depan pemerintah yaitu Peradilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah. Lebih dari situ lagi bahwa sahnya sebuah perkawinan yang tercatat diperlukan untuk kepentingan masa depan anak, karena negara akan meminta kepada orang tua mereka tentang akta kelahiran apabila hendak melanjutkan pendidikan dan untuk mendapatkan pekerjaan yang disediakan oleh negara.
Lebih-lebih lagi bidang jinayah, karena ini sangat berhubungan dengan keamanan dan keselamatan jiwa, akal, keturunan dan harta bahkan lebih penting lagi agama. Maka tidak mungkin terpelihara dengan baik tanpa keikutsertaan pemerintah dalam pencegahan, pengamanan dan pemberian hukuman kepada pelaku kejahatan. Pembunuhan, intimidasi dan teror terjadi di mana-mana. Kejahatan hanya dapat diungkap dan pelakunya hanya dapat ditangkap dan dibuktikan bersalah dengan aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah, tujuannya adalah agar tidak menjadikan kehidupan manusia itu sama dengan rimba yang tidak memiliki aturan.
Kejahatan yang merusak akal pikiran kini hampir tidak terbendung lagi, penggunaan narkoba sudah dianggap sebagai sebuah tren yang tidak hanya dikonsumsi oleh anak muda yang masih labil tetapi juga oleh mereka yang mempunyai jabatan dan kekuasaan. Jumlah benda haram tersebut tidak lagi pada benda yang haram di jual, tetapi juga dapat menggunakan benda yang selama ini banyak dijual dan boleh dibeli oleh siapapun, seperti yang kita kenal dengan lem cap kambing.
Pergaulan bebas tanpa batas yang selama ini dalam ada Gayo cukup dipagari dengan sumang opat : sumang penengonen, sumang pelangkahen, sumang peceraken dan sumang pekunulen, kini tidak lagi memadai. Boleh jadi ini disebabkan oleh arus globalisasi yang menjadikan dunia tanpa batas. Dulu kita hanya mengenal dengan istilah kenakalan remaja, sehingga banyak pemikiran dan buku yang dilahirkan tentang bagaimana mengatasi kenakalan remaja tersebut. Belum lagi hal itu selesai di atasi kini kita melihat kejahatan yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya menjadi panutan anak-anak, atau menjadi panutan bagi bawahan dalam struktur pemerintahan. Hal ini tidak dapat lagi diatasi oleh masyarakat tanpa melibatkan pemerintah sebagai penguasa.
Teologi materialis yang diajarkan oleh kelompok yang beraliran kapitalis membuat semua manusia seolah tidak bisa hidup tanpa harta, korupsi terjadi dalam semua lini kehidupan, menggantungkan cita-cita hanya untuk harta, mendapat jabatan untuk mencari harta dan juga mencari harta dengan mengorbankan harta. Itulah realita dalam kehidupan manusia dalam zaman sekarang. Bagi mereka yang tidak mempunyai peluang dan menemukan jalan buntu untuk mendapatkan harta, maka jalan yang ditempuh adalah melakukan pencurian bahkan dibarengi dengan pembunuhan. Teologi materialis dapat kita kembalikan kepada teologi Ilan diantaranya dengan memberikan kesejahteraan yang berkeadilan.
Semua orang mengetahui bahwa penyebab lahirnya kejahatan adalah karena rendahnya moral, kurangnya pengamalan dan pemahaman agama dalam masyarakat dan hilangnya nilai-nilai adat yang memagari agama. Karena semua orang tahu penyebabnya, maka seharusnya juga semua orang mengetahui apa yang menjadi solusi dalam penyelesaiannya, tapi karena tidak semua orang mempunyai otoritas untuk itu, maka hal tersebut harus kita serahkan kepada pemerintah.
Karena pemimpin (Presiden, Gubernur, Wali Kota, Bupati dan Kepala Kampong) adalah kepala pemerintahan maka dialah yang mempunyai otoritas untuk membuat undang-undang, peraturan, keputusan dan kebijakan serta menjaga lestarinya adat. Melalui otak dan kecerdasan berpikirnyalah kesejahteraan dan keadilan akan tercapai.
Kedamaian tidak akan pernah lahir dari mereka yang tidak cerdas menyikapi fenomena yang terjadi dalam masyarakat, kemajuan akan menjadi lamban apabila pemimpin tidak bisa mengetahui apa kebutuhan wilayah dan masyarakat yang dipimpinnya, kasih sayang tidak akan pernah terwujud dari orang yang tidak dikenal dan saling mengenal. Untuk itu keberadaan seorang pemimpin dalam sebuah negara/daerah adalah wajib, disamping itu juga tidak kalah pentingnya kecerdasan berpikir sang pemimpin untuk membawa kepada kemajuan daerah dan masyarakatnya guna menuju kesejahteraan dan keadilan berlandaskan kehendak Tuhan yang Maha Memimpin.***
*Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh