Pergeseran Makna Ta’zhim

Oleh. Drs. Jamhuri, MA[*]

Seorang mahasiswa tercengang ketika mendengar kata-kata  “anda harus lebih hebat dari guru anda”, ungkapan ini mungkin belum pernah terdengar atau bahkan tidak terpikir di benaknya. Karena bagi dia guru adalah segala-galanya, guru selalu benar, guru tidak pernah salah dan guru juga adalah orang yang serba tahu. Sebaliknya murid adalah orang yang tidak tahu dan sampai kapanpun dia adalah murid yang tidak pernah lebih tahu dari gurunya.

Ungkapan di atas juga dianggapnya sebagai pembelajaran kesombongan, karena tidak pernah ada orang mengajarkan agar ada suatu tekad mendapat ilmu melebih yang dimiliki seorang guru, tapi pada kenyaannya itu adalah keharusan.

Secara sederhana kepada mahasiswa seperti itu bisa dikatakan, ketika anda menuntut ilmu di salah satu bangku sekolah atau lembaga dayah atau tempat pengajian, kamu hanya mempunyai seorang atau beberapa orang guru dan buku bacaan yang diajarkan juga sangat terbatas. Tetapi ketika merantau ketempat lain guru yang didapat semakin banyak, perpustakaan dan toko buku ada dimana-mana, karenanya jika mau belajar dan mau membaca pastilah kita lebih banyak mempunyai ilmu dari guru kita.

Guru yang baik adalah guru yang memberi kesempatan dan dukungan kepada mahasiswa atau muridnya untuk menjadi orang yang berhasil, memiliki ilmu yang luas, mempunyai masa depan yang lebih baik. Tapi ada juga guru yang berpesan kepada muridnya nanti setelah kamu kuliah jangan pernah menentang saya, kamu hanya boleh memperkuat dan mengembangkan ilmu yang telah saya ajarkan.

Sebenarnya kita semua bisa menggambarkan siapa guru kita yang mendidik kita dengan keikhlasan dan mana juga guru kita yang hanya mendidik kita karena memenuhi kewajibannya sebagai guru.

Al-Yasa Abubakar (Prof. Dr) yang kini menjadi dosen dan sekaligus direktur Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, yang tidak pernah merasa tersaingi oleh muridnya dan selalu memotifasi semua mahasiswanya sejak dari Strata satu (S1) sampai Strata tiga (S3) untuk membaca. Tidak menjadi halangan dan hitungan bagi dia apabila mendapat buku baru, ia langsung membeli dalam jumlah yang banyak dan membagikannya kepada mahasiswa beliau dengan harga hanya sebatan mengganti uang yang dikeluarkan.

Bagi Al-Yasa tidak ada ilmu yang tidak bisa diketahui dan dipelajari orang, dan juga tidak ada buku keramat yang ia baca sehingga mahasiswanya tidak boleh mengetahuinya, karena menurut beliau buku yang sama dibaca oleh orang yang berbeda maka hasilnya pasti berbeda. Hal ini disebabkan oleh kemampuan seseorang dalam memahami apa yang tertulis, dan kemampuan sangat dipengarui oleh banyak buku yang telah dibaca.

Pengakuan dari seorang guru kepada murid atau mahasiswa terhadap ketidak mampuan dalam mengajar adalah penting, karena semua orang tahu bidang apa yang ia tidak tahu. Secara umum dengan metode pembelajaran selama ini, khususnya di dayah dan juga sekolah agama, ketka mengajar agama hanya mengandalkan ilmu bahasa, sehingga hasil dari pendidikan yang dilakukan hanyalah berakhir dengan penerjemahan. Baik terjemahan hurup huruf, kata dan kalimat dari sebuah teks. Padahal pemahaman lain selain dari pemahaman bahasa juga sama penting bahkan lebih penting.

Katika murid atau mahasiswa yang kita ajar dengan pemahaman ilmu berdasarkan bahasa, maka ketika ia menambah pemahamannya terhadap tek yang sama dengan berbagai  ilmu pengetahuan lain, maka pastilah anak didik kita satu saat akan lebih cerdasa dari gurunya.

Realita seperti ini bisa kita temukan, dengan banyaknya mereka-mereka yang menamatkan pendidikannya di pondok/dayah dan melanjutkan pendidikannya ke keperguruan tinggi yang bukan ilmu bahasa. Tetapi mengambil jurusan fisika, kimia, kodekteran ataju juga ilmu-ilmu sosial, seperti antropologi, sosiologi atau juga psikologi. Lalu setelah pendidikan di Perguruan Tinggi tamat, ia mampu menerjemahkan dan memahami ilmu-ilmu agama bukan hanya dengan pendekatan bahasa tetapi juga dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bila diketahui arah perkembangan ilmu pengetahuan seperti yang telah dijelaskan, maka akan memunculkan pemahaman yang berbeda terhadap kata ta’zim. Yang selama ini makna ta’zim dipahami dengan kesempurnaan guru yang tidak memiliki kekurangan, akan berubah menjadi kesempurnaan murid dengan lebih banyaknya ilmu yang ia miliki.



[*] Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.