Hitungan umurnya sekitar 70 tahun, ketika Aceh menuntut referendum pada tahun 2000 beliau masih ikut membungkus nasi untuk para penuntut referendum yang datang dari seluruh Aceh, IAIN yang ada di Darussalam dijadikan sebagai tempat penginapan orang-orang yang datang dari seluruh Aceh. Rumah sewa yang dikontrak tidak jauh dari lokasi IAIN sehingga semua keluarga diwajibkan untuk menyiapkan nasi lima bungkus, saya dan istri tidak pandai membungkus nasi, karena membungkus nasi juga memerlukan satu keahlian disamping kebiasaan.
Ayah yang bernama Ahmaddin (panggilannya : muhammaddud) ketika itu sudah sembuh dari sakit yang dideritanya selama enam bulan, karena melihat kami membungkus nasi tidak jadi-jadi, ia mencoba membantu kendati beliau juga sebenarnya tidak bisa. Entah petunjuk dari mana yang ia dapat, bungkusan nasi yang dibungkusnya lebih bagus dari yang kami bungkus dan akhirnya kami sepakati hasil bungkusan beliau yang kami pilih untuk diantar ketempat para penuntut referendum.
Keesokan harinya sebagaimana biasa saya dan istri sebagai pegawai negeri berangkat ke kantor, sebagai pegawai di IAIN pada hari itu tidak bekerja, karena semua ruangan belajar mahasiswa dipenuhi oleh mereka yang datang dari seluruh penjuru Aceh. Anak- anak juga sudah mulai terbiasa tinggal bersama kakek (awan) mereka dirumah, kami tidak khawatir meninggalkan mereka karena kakek mereka sudah sembuh dari sakit.
Sudah agak lama tidak konsultasi dengan dokter, perasaaan bapak juga sudah mulai tidak enak, kami sepakat untuk pergi kedokter (spesialis jantung) sesudah shalat Ashar. Ketika pulang dari kantor karena tidak ada yang tinggal mamasak di rumah kami membeli ikan bandeng yang dipanggang dengan bumbu cabe rawit yang direjang, bawang, jeruk nipis serta dicampur dengan kecap. Bapak makan dengan lahapnya sambil bercerita dengan saya dan anak-anak yang saat itu masih berumur yang sulung empat tahun dan yang nomor dua tiga tahun.
Setelah selesai makan siang saya shalat zhuhur, beliau telah selesai shalat sebelum kami pulang kantor. Sambil menunggu datangnya waktu shalat ashar saya istirahat di kamar, beliau duduk di teras rumah di atas kursi bambu yang panjang sambil bersenda dengan kedua cucunya. Kedua cucunya sangat gembira bermain sambil mengambil peci hitam yang pakai oleh kakek (awan) nya, tiba-tiba mahasiswa yang tinggal di depan rumah melihat posisi duduk bapak miring setengah tertidur dan kepalanya bersandar ke pagangan kursi. memperhatikan posisi yang aneh sambil memanggil saya dan kami saksikan bahwa bapak sudah dipanggil sama yang punya (Ilahi Rabbi).
Tulisan ini ingin menjelaskan secara deskripsi apa yang pernah dilakukan sepanjang ingatan penulis dengan sasaran mengenang kembali kebaikan apa yang pernah dilakukan, selanjutnya kebaikan yang dilakukan dimasukkan dalam tiga kerangka dasar hadis Nabi yaitu sadaqah jariah, ilmu bermanfaat dan anak amal shaleh. Tujuan yang diharapkan dari sini supaya semua orang dapat memahami ajaran agama yang sangat fundamental dalam praktek kehidupannya sehari-hari.
Ketika kami masih berumur di bawah enam tahun, orang tua kami termasuk orang yang masuk dalam struktur pemerintahan desa, sehingga banyak orang memanggilnya sebagai tengku imum (imem), ini sebagai bukti bahwa beliau pernah menjabat sebagai imam dalam perangkat desa. Kebiasaan masyarakat Gayo untuk memberikan laqab imem tidak sembarangan, paling kurang ketika orang menjabat sebagai imam beliau tidak pernah melakukan kesalahan dalam jabatannya. Karena kejahatan seorang imam terhadap jabatannya dalam adat Gayo hukumannya sangat berat. Hukuman yang diberikan kepada tengku imam yang melakukan kejahatan terhadap jabatannya adalah kerusung, artinya pelaku kejahatan tersebut dibungkus dengan daun pisang yang sudah kering di sekujur badannya lalu dibakar. Tetapi orang yang tidak melakukan kejahatan dalam jabatan imam akan dipanggil dengan imem sepanjang hayatnya kendati jabatan secara formal tidak ada lagi.
Hukuman yang seberat itu (kerusung) diberikan, karena alasan. Seharusnya imam adalah orang yang membimbing dan mengajar anggota masyarakat untuk memahami agama dan menjauhkan diri dari larangan Allah dan menyuruh orang selalu dekat dengan agama dan perintah Allah tetapi malah melakukan kejahatan, maka hukuman yang diberikan juga melebihi kejahatan yang dilakukan oleh orang lain.
Zakat harta yang dukumpulkan dari petani pada saat musim panen (utamanya padi) dikumpulkan di rumah tengku Imam, kehidupan yang serba pas-pasan bisa membuat orang terpengaruh untuk mengambil sedikit harta agama yang diambil dari zakat masyarakat, tetapi dalam perjalanannya sebagai Imam dia selalu memisahkan antara harta milik pribadi dengan harta milik masyarakat, kendati sistem pembukuan seperti sekarang ini belum dikenal.
Ketika kami masih kecil teringat bahwa kampung dimana kami dilahirkan dan tinggal selalu mendapat acungan jempol dari orang-orang yang melintas, acungan jempol ini disebabkan kebersamaan masyarakat dalam membangun kampung, setiap hari jum’at digunakan untuk bergotong royong membersihkan sekitar kampung dan jalan yang menghubungkan dengan desa lain, tidak ada satu penduduk desa pun yang tidak ikut bergotong royong. Apakah keikut sertaan mereka karena tuntutan agama atau karena nilai kebersamaan yang dimiliki, sebagai orang yang memiliki keyakinan kita percaya bahwa pelaksanaan tuntutan agama dapat dilakukan dengan kebersamaan dan nilainya akan menjadi lebih banyak disisi Allah daripada pekerjaan dilakukan secara individual.
Shalat berjamaah tiga waktu maghrib, isya dan subuh terlaksana dengan baik, sedang untuk shalat zhuhur dan ashar tidak bisa dilakukan secara berjamaah karena semua orang pada kedua waktu tersebut berada di tempat kerja (kebun dan sawah). Pelaksanaan Syari’at Islam yang dimulai pada tahun 2002 menganggap pelaksanaan seperti itu dalam masyarakat sangat baik, sehingga program menghidupkan meunasah yang dicanangkan olah Prof. Dr. Al Yasa Abubakar dengan penyebutan menghidupkan meunasah dengan shalat jamaah minimal dua waktu adalah menghidupkan kembali adat yang ada di masyarakat.
Pada bulan ramadhan semarak syi’ar Islam sangat luar biasa, disamping shalat isya dan tarawih berjamaah serta ceramah ramadhan juga semua orang tua dan anak laki-laki bertadarus sampai waktu menjelang sahur. Orang tua yang telah lelah bertadarus duduk-duduk sambil bercerita (kekeberen) atau cerita lain yang berhubungan dengan aktivitas mereka sehari-hari.
Sebagai seorang petani yang sibuk setiap hari ke sawah atau kebun pada malam hari menyempatkan diri untuk mengajar anak-anak mengaji dan mengajar matematika. Dia mahir mengajar matematika, langkah pengajaran matematika dimulai dengan menghafal kali-kali setelah anak-anak mengetahui tentang penjumlahan dan pengurangan. Dari beliau kami tahu istilah yang namanya aljabar, hitungan sepren dan pecahan. Orang-orang yang lebih tua dari kami sering menyebut bahwa kami katanya bisa mengaji karena jasa ni ngah (panggilan untuk paman dari pihak ibu)
Sebagai seorang yang bermodal pendidikan tamatan STM, beliau sering berbeda pendapat dengan para penyuluh pertanian yang datang dari Kecamatan. Menurut penyuluh pertanian setiap tanaman yang ditanam hendaknya dibubuhi pupuk, tetapi beliau selalu tidak setuju, karena menurutnya tanah yang ada di kampong pada saat itu sangat subur dan tidak memerlukan pupuk. Beliau banyak mengajarkan kepada orang bagaimana mencangkok tanaman sehingga lebih cepat berbuah, bagaimana menempel tanaman sehingga satu batang jeruk bisa tumbuh dua jenis jeruk yang berbeda.
Semua anak-anak beliau bersekolah pada jalur pendidikan Agama, Anak yang pertama sempat kuliah di Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry kendati gagal untuk meraih gelar sarjana, anak kedua tamat PGAN Takengon, Anak Ketiga pada saat beliau masih hidup sudah tamat pendidikan S-1 dari Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry dan menjadi dosen pada al mamater. Anak yang keempat sama dengan anak yang kedua tamat PGAN tapi pernah kuliah dua semester di Universitas Muhammadiyah Banda Aceh dan tidak melanjutkan karena terkendala belanja serta Anak beliau yang kelima tamat PGAN, ketika beliau masih hidup dan ketika orang tua meninggal beliau melanjutkan pendidikan Program D-2 di STAI Gajah Putih.
Selaku anak beliau, mereka mengetahui bahwa do’a anak selalu diterima olah Allah, karena itu selalu mendo’akannya baik dalam shalat atau dalam waktu-waktu yang lain, mereka juga yakin bahwa mend’oaka orang tuan adalah kewajiban untuk almarhum, serta beliau berhak mendapat do’a. Karena Nabi mengatakan mereka termasuk satu diantara tiga perkara yang dapat member bekal ketika beliau sudah tidak ada.