Politik Uang & Uang Politik

Oleh :  Sofyan Griantara

Menjelang digelarnya hajatan demokrasi rakyat baik Pemilu maupun Pilkada mulai santer terdengar isu-isu tentang Money Politics (Politik Uang) sebagai salah satu strategi jitu guna memenangkan pertarungan. Bahkan ada anggapan bahwa kalau Pemilu bagi para politikus adalah pestanya Rakyat, sementara bagi Rakyat Pemilu adalah saatnya berpesta dengan uang para politikus. walaupun bila ditilik dengan benar ujung-ujungnya yang dipestakan ternyata uangnya rakyat juga.

Dikalangan para Kandidat yang berniat maju baik dari jalur Parpol maupun jalur Independen acapkali terdengar perbincangan tentang  kesiapan Sang Kandidat untuk maju terutama dari sisi fiancial. Dalam forum-forum pertemuan dengan Team Sukses atau konstituen bukanlah hal yang tabu kalau tiba-tiba muncul pertanyaan dari salah seorang audience tentang jumlah uang yang telah dimiliki dan potensi sumber dana ke depan yang  telah dipersiapkan Sang Balon sebagai bekalnya. Sang Balonpun biasanya akan menyajikan sebuah jawaban yang diplomatis guna membesarkan hati pendukungnya itu, tentu saja tak lupa menyelipkan semboyan-semboyan idealisme untuk “kepentingan rakyat” dan “perubahan”.

Eksistensi Money Politics di dalam setiap kenduri demokrasi sepertinya sudah menjadi salah satu darah yang menghidupkan nyawa prosesi yang sangat menentukan sukses tidaknya piasan raya yang dipagelarkan setiap lima tahunan itu, sehingga seolah-olah tidak ada kandidat yang akan terpilih bila tanpa memiliki bekal financial yang cukup.  Khalayak pun telah menganggapnya sebagai suatu kebiasaan yang lumrah-lumrah saja, padahal bila ditinjau dari sisi normatif banyak atauran dan norma yang telah terlanggar.

Bila demikian apa itu Money Politics ?.  Money Politics atau Politik Uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji memberikan dari seorang kandidat atau teamnya berupa sejumlah materi kepada seseorang yang memiliki hak pilih atau kepada komunitasnya agar orang tersebut memilih kandidat yang diusungnya pada hari “H” di tempat pemungutan suara (TPS).

Materi tersebut bisa berbebentuk uang atau barang.  Barang-barang yang biasa digunakan sebagai wujud money politics antara lain adalah Sembako (beras, gula, minyak, daging dll) Sandang (Kain Sarung, Baju, Piring, Gelas, Kompor), Sarana Pertanian (Pupuk, Mulsa, Bibit, Pestisida, Cangkul, Parang, Mesin Babat) Alat-alat Orahraga, dll.

Perbuatan Money Politics (Politik Uang) jelas melanggar aturan tentang Pemilu sehingga para pelakunya dapat diancam pidana dan keterpilihannya dapat pula di anulir, hal ini dapat kita lihat pada bunyi Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum : “Barang siapa pada waktu diselenggarkanya pemilihan umum menurut undang undang ini dengan pemberian atau janji menyuap sesorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara cara tertentu, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

Bila Money Politics (Politik Uang) walaupun seolah-olah wajar namun jelas-jelas dilarang oleh Hukum Positip namun bagaimana halnya dengan Politics Financing (Uang/Biaya Politik). Kita semua tentu tau bahwa setiap orang yang melakukan aktivitas apapun sudah tentu memerlukan biaya, demikian pula dengan aktivitas politik yang diikuti oleh para kandidat di ajang Pemilu dan Pilkada sudah barang tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Politics Financing atau Uang Politik adalah biaya yang dibutuhkan oleh seorang kandidat dan organisasi politik dalam mengikuti setiap event demokrasi. Untuk dapat menjadi “yang terpilih”  dalam Pemilu atau Pemilukada seorang Kandidat membutuhkan Polpuleritas dan Elektabilitas yang tinggi. Populeritas dan Elektabiitas ini tidak dapat diperoleh secara instan melainkan harus dibangun melalui proses yang panjang.  Jauh-jauh hari seorang kandidat harus telah melakukan sosialisasi dirinya kepada para calon pemilih. Seorang kandidat biasanya menjadi dikenal baik oleh para calon pemilih melalui event-event yang pernah diikuti, hasil karya dan prestasi-prestasi yang pernah dibuatnya dan terpubikasi dengan baik melalui jalur jalus informasi yang ada.

Menjelang Pemilu/Pemilukada even-event dan  hasil karya tersebut perlu ditingkatkan frekwensinya agar masyarakat semakin aware dan mengenal lebih dalam sang kandidat untuk itu perlu dilakukan kunjungan-kunjungan personal lebih sering serta menyelenggarakan acara-acara yang dapat mengumpulkan kehadiran dan menyedot perhatian orang banyak.  Itu semua tentu membutuhkan biaya yang harus ditanggung oleh sang kandidat atau team pendukungnya.

Kegiatan sosialisasi tersebut pada hakikatnya adalah melakukan “promosi” diri sang kandidat kepada para calon pemilihnya. Ada 4 (empat) cara yang dapat dilakukan di dalam berpromosi, guna mendongkrak popularitas sang kandidat dimata publik yang luas yaitu, Advertising, Public Relation, Direc Selling dan Sponsorship.

Advertising dalam konteks Pemilu atau Pemilukada, sang Kandidat perlu mengiklankan dirinya dengan ter-schedule melalui media massa, baik elektronik maupun media cetak. Untuk Pemilukada di Aceh yang lebih banyak digunakan adalah media out door dengan cara mendirikan baliho, papan reklame, banner, spanduk, brosur dan penyebaran kartu nama.

Publick Relation dalam Pemilu atau Pemilukada biasanya diperankan oleh Team Sukses sang kandidat baik yang terorganisir dalam Struktur Organisasi Team Pemenangan maupun para simpatisan yang secara sukarela proaktiv berperan sebagai agen of campagne information.

Direc selling pada aktivitas politik biasanya menyedot waktu dan energi yang lebih besar karena sang kandidat harus selalu dan sering melakukan personal kontak secara langsung dengan konstituennya baik secara person to person maupun secara kolektive dalam komunitas yang lebih luas.

Sponsorship adalah bertidak sebagai penyandang dana utama atau sponsor tunggal dalam sebuah event yang mampu menyedot perhatian dan kehadiran orang banyak seperti menyelenggarakan Kenduri Raya, Kenduri Maulid, Panggung Seni Budaya, Kontes Bakat, Kejuaraan Olahraga, dll.  Sponsorship memerlukan jumlah biaya yang besar, karena itu biasanya kandidat atau team suksesnya juga melakukan penggalangan dana dari pihak-pihak tertentu yang bersimpati kepada mereka.

Politics Financing (Uang Politik) bukanlah sesuatu yang dilarang, baik oleh Hukum maupun oleh Moral Etika sebagaimana halnya Money Politics (Politik Uang). Bahkan sebaliknya ini merupakan biaya yang harus ditanggung oleh sang kandidat sebagai konsekwensi logis dari sebuah perjuangan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.  Karenanya bagi siapapun yang berkeinginan maju dalam prosesi demokrasi Pemilu atau Pilkada sebelum menetapkan langkah harus telah memperhitungkan dan menyiapkan anggaran atau sponsor yang bersedia menanggulangi biaya ini

Bagi kita masyarakat awan yang mengamati dan melihat prosesi ini berlangsung sebaiknya mampu mencermati kedua konteks ini dengan benar sehingga bila seorang kandidat mengeluarkan sejumlah biaya dalam aktivitas politiknya tidak outomatis menudingnya sebagai money politics sebab mungkin hal itu wujud dari politics financing yang merupakan konsekwensi logis dari penyelenggaraan pesta demokrasi.  Sebaliknya bila nyata-nyata menjadi sasaran atau menyaksikan terjadinya money politics haruslah tanpa ragu bersikap proaktiv untuk mencegah, sebagai bentuk dari adanya social control dalam membangun kesadaran politik yang tinggi.

*Pemerhati Sosial-Politik. Bermukim di Banda Aceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.