Oleh : Zuliana Ibrahim*
KADANG kita merasa tumpul dalam mengemas kata. Padahal, dalam benak segumpal asa untuk menuangkan ide telah terbenam. Telah terkemas indah dalam luapan perasaan. Namun percayalah! hanya dengan setetes keberanian saja, maka menjelmalah luapan perasaan itu menjadi rangkaian kata penuh makna. Akhirnya perlahan kita pun mulai bersemayam pada jiwa puisi, menjelajahi tubuh puisi, merayap di tiap kegelisahan, kekuatan, kepedihan, kebahagiaan, kebrutalannya. Mengendap dalam emosinya, asa, rasa, desah, makna yang ada di dalam jantung puisi, hati puisi. Untukmu kawan, selamat datang! Mari kita mulai mencinta, merasa, bersidekap dengan puisi dan meraciknya lewat hati.
Kini kita tidak perlu terlalu sering menimang puisi secara teorinya, sejarah maupun perkembangannya. Sejak sekolah dasar kita telah diperkenalkan pada puisi, deretan nama-nama sastrawan sastra mulai dari melayu klasik sampai modern cukup banyak telah kita ketahui. Dari Raja Ali Haji yang terkenal dengan Gurindamnya, Chairil Anwar sebagai raja puisi pada angkatan 45 yang terkenal dengan puisinya berjudul “Aku” hingga Sutardji Calzoum Bachri angkatan 66 yang sampai saat ini, masih eksis berkiprah di dunia puisi. Cukup sudah! jangan hanya menjadi penikmat sastra, mari masuki dunia imaji mengarungi episode hidup ini.
Terlebih dahulu, coba kita menelisik definisi puisi, maka akan banyak para ahli sastra yang memiliki opini yang berbeda. Menurut Wordsworth, ia mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur. Dari kedua ahli ini dapatlah kita rumuskan bahwa dalam penulisannya, sebuah puisi lahir dari pemikiran yang bersifat estetis. Munculnya penulis puisi, sejatinya lebih banyak bergeliat dengan perasaan. Perasaan diri, perasaan teman, perasaan orang tua. Mengarungi perasaan dalam ruang imajinatif.
Menulis puisi sulit? Jangan berprasangka buruk. Modal awal untuk membuat puisi adalah hati, menulislah dengan hati. Hati akan membawa kita pada pengembaraan hakiki, merumuskan kata dalam bait-bait.
perhatikan puisi berikut ini
MALAM BEKU DAN JEMU
(Sakinah Annisa Mariz)
Detik-detik jatuh, hari-hari terpeleset
minggu mengering, bulan menua di langit
rindu untukmu menancap pada gerimisik angin
yang hening, menyembul harap
…………
Begitu indah kan? selami maknanya, perhatikan penggunaan kata-katanya. Dikemas dengan begitu rapi, padat namun tetap menimbulkan greget bagi pembaca. Pergulatan hati, menyimpul arti hati. Apalagi yang kau tunggu kawan! Ayo, kita asah pena, meruncing kata dalam bait-bait yang kita simpul dengan meracik puisi lewat hati.
Salam sastra, mari berkarya!
*Redaktur rubrik cerpen di Lintas Gayo