Buku “Tari Saman Gayo” Segera Diluncurkan

Jakarta | Lintas Gayo – Dalam waktu dekat, kembali, satu buku Gayo akan segera launching. Buku tersebut adalah “Tari Saman Gayo” buah karya Ridhwan Abd. Salam yang lahir di Takengon, tanggal 22 Agustus 1952.  “Keinginan menulis buku ini sudah lama ada. Tapi, baru terwujud saat bertugas di Gayo Lues,” kata Ridhwan di Jakarta, Jum’at (14/10/2011).

Pengelola Sanggar Tangan 1000 Jakarta (1987-2001) ini menjelaskan, tari saman berasal dari Gayo Lues. Ada pendapat, tarian ini diciptakan Syeh Saman yang dikenal sebagai penyebar ajaran tarekat Sammaniyah. Tapi, dari referensi yang ada, menyebutkan, Syeh Saman tidak pernah ke Aceh, apalagi ke Gayo Lues. Dan ditegaskan Ridhwan, keberadaan tari yang sudah membudaya ini, jauh ada sebelum masuk dan berkembangnya tarekat ini di Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Mantan Ketua Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias Distrik Gayo Lues (2006-2007) itu, ingin meluruskan kesalahpahaman dan kesalahan pemeraktikkan tari yang dikenal dengan “Tari Tangan Seribu” tersebut. Dalam pemahaman masyarakat non-Gayo, terangnya, seperti yang dikenal selama ini, Saman sebatas saman pertunjukkan yang berfungsi sebagai hiburan—saman bepukes. Padahal, dalam bentuknya, Saman memiliki beragam jenis, seperti saman jejunten, saman ngerje, saman enjik, bejamu saman, dan saman festival.

Bahkan, katanya lagi, sampai ada yang dipertandingkan, yang dikenal dengan saman serlo sara ingi (saman yang dipertandingkan selama sehari semalam) dan saman roa lo roa ingi (saman yang dipertandingkan selama dua hari dua malam).

Di sisi lain, kata putra Tengku H. Abdussalam alm—ulama Takengon asal Belang Kejeren dan Hj. Nuriah ini, dalam praktiknya di luar Gayo, tari ini kerapkali ditarikan perempuan. Bahkan, mencampurkan laki-laki dengan perempuan. Sudah barang tentu, hal itu menyalahi nilai-nilai filosofis, sosio-kultural, historis, relijius, dan Islam. Apalagi, masyarakat Gayo dan Aceh dikenal sebagai penganut Islam yang fanatik. Dengan demikian, “memukul-mukul dada perempuan” dan mencampur-adukkan laki-laki dengan perempuan merupakan tindakan yang menyalahi adat-istiadat di Aceh serta bertentangan dengan ajaran agama Islam.

“InsyaAllah, buku ini akan diluncurkan saat pengukuhan tari Saman sebagai daftar warisan budaya dunia tidak benda (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) oleh UNESCO di Bali, November mendatang,” timpal Ridhwan. Lebih lanjut, akunya, Wakil Gubernur Aceh sedang memberikan Kata Sambutan untuk bukunya.

“Kemarin, saya bersama Fikar W. Eda dan Yusradi Usman al-Gayoni sudah bertemu dengan dia. Dan, Pak Wagub bersedia memberikan kata sambutannya,” kata Ridwan. Saat bersamaan, Ridhwan sedang menunggu kepastian pemberian kata sambutan dari Menteri Budaya dan Pariwisata RI (M. Faiz Akbar).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.