Sulit, Mahasiswa Gayo Tembus SMNPTN

Jakarta | Lintas Gayo – Jumlah mahasiswa dari Gayo yang masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur Seleksi Masuk Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SMNPTN) masih sangat minim. Kondisi itu cukup kontras dengan hasil Ujian Nasional (UN) yang diperoleh daerah ini—lulus dengan memuaskan.

Menurut amatan Lintas Gayo, kebanyakan mahasiswa Gayo masuk PTN melalui jalur undangan. Namun, setelah kuliah, mahasiswa Gayo seringkali pindah universitas, jurusan, bahkan sampai drop out (DO). Selain lulus undangan, pelajar Gayo yang kurang beruntung masuk PTN, akan masuk ke pelbagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia.

Terkait jumlah mahasiswa yang lulus PTN, di Universitas Indonesia (UI) misalnya, jumlah mahasiswa Gayo masih bisa dihitung dengan jari. Lebih-lebih, yang lulus melalui jalur SMNPTN. Demikian halnya dengan PTN lainnya di Indonesia, khususnya di pula Jawa: Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB), Unversitas Brawijaya (UNBRAW), dan Universitas Diponegoro (UNDIP).

Ipak (nama panggilan)—alumni UGM, Kamis (20/10) mengungkapkan, tahun 2003, ada tiga mahasiswa Gayo yang lulus Ujian Masuk (UM) UGM, salah satunya, Taufik Nugraha, jurusan Perternakan. Menurutnya, dari tahun 2004 kemari, kemungkinan tidak ada lagi yang lulus UGM. Namun, perlu didata lagi.

Secara terpisah, Syukurdi, salah seorang mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) menambahkan, di USU tahun 2002, ada 5 orang yang lulus melalui jalur ini. “Dulu, namanya masih Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB),” katanya.

Lebih lanjut, rinci Ketua Ikatan Mahasiswa Takengon (IMTA) Sumut tersebut, tahun 2003 ada 3 orang, 2004 (3), 2005 (2), 2006 (0), 2007 (1), dan 2011 paling banyak 5 orang.

Soal kurangnya mahasiswa dari Gayo yang memasuki PTN, Sri Rahmawati Nazar, mahasiswa FKIP Fisika Universitas Syiahkuala yang lulus SPMB tahun 2005 asal Takengon menilai, pendidikan di Takengon masih rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia.

Selain itu, mereka—pelajar—hanya belajar dari buku panduan yang ada di sekolah dan kurang banyak membahas soal-soal SMNPTN. Lebih dari itu, pemahaman siswa tentang jurusan yang ingin mereka ambil pun masih terbatas. “Kalau masalah keuangan, rasanya bukan. Dari sisi itu, ekonomi orang Takengon relatif lebih baik,” kata Sri

Berkenaan dengan masalah tersebut, dimintai tanggapannya, Prof. M. Din Madjid, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah mengungkapkan, penelitian tahun 2009 menyimpulkan bahwa selain masih lemahnya sumber daya manusia Gayo, metode pembelajaran yang dipakai juga kurang representatif. Sebagai solusinya, kata akademisi dari Takengon ini, guru dan kepala sekolah perlu memahami penerapan manajemen mutu bertaraf internasional atau ISSO (al-Gayoni)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.