Jakarta | Lintas Gayo – Seperti dikhawatirkan banyak pihak, bahasa Gayo akan mengalami kepunahan. Beberapa waktu yang lalu, bahkan, Kepala Bidang Peningkatan dan Pengendalian Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan Nasional mengungkapkan, di pengujung abad ke-21, kepunahan bahasa di Nusantara bisa mencapai 90%. Dengan demikian, dari 746 bahasa daerah yang ada saat ini, hanya akan tersisa 75 bahasa nantinya.
Berkenaan dengan hal itu, Joni MN, S.Pd., S.Pd.I., M.E.L.T, Dosen STAI Gajah Putih mengatakan kepada Lintas Gayo, Selasa (25/10) saat ini terjadi erosi pemaknaan dalam bahasa Gayo. Lebih lanjut, terang mahasiswa Doktoral Universitas Negeri Solo tersebut, sebelumnya, orang Gayo berbahasa dengan menggunakan bahasa kias.
Dalam perkembangannya kemudian, mereka lebih berbahasa langsung. Dan, bahasanya lebih “transparan.” Akibatnya, orang Gayo lebih berpikir instan. Lebih dari itu, dalam pergaulan sehari-hari pun banyak terjadi pergeseran yang semakin jauh dari tuntunan adat istiadat Gayo dan kandungan nilai-nilai Islam.
Kalau fenomena ini terus-menerus dibiarkan, kata Joni yang sedang mendalami kajian Pragmatik—kajian tentang makna—di UNS, makna-makna dalam bahasa Gayo terus tererosi. Bahkan, lama kelamaan, mulai asing dan punah di kalangan orang Gayo sendiri. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah penyelamatan ril dari semua pihak, ajaknya (al-Gayoni)