SEPERTI biasa acara Keberni Gayo live kembali di Aceh TV, Jum’at (20/1/2012) pukul 19.00 sampai dengan 20.00 WIB mengangkat tema yang dipilih kali ini berkaitan dengan pendidikan “Kin Sana Sekulah” (untuk apa bersekolah). Narasumbernya dua orang dosen Fakultas Tarbiyah dari dua Perguruan Tinggi yang berbeda yaitu Hayati, M.Ag dari Universitas Serambi Mekkah dan Al-Zuhra M.Si dari IAIN Ar-Raniry banda Aceh.
Sekolah adalah sarana untuk menggantukan harapan dan cita-cita dari orang yang bersekolah, ungkapan Gayo menyebutkan “rajin sekulah kati mujadi jema”, ungkapan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan merupakan sarana pembentukan diri menuju kesempurnaan. Orang tua sebagai guru pertama dalam hidup manusia mempunyai possisi yang sangat penting untuk memotifasi anak untuk bersekolah dan menuntut ilmu.
Pendidikan mempunyai tujuan jangka pendek dan jangka panjang, dalam Islam pendidikan tidak hanya untuk kehidupan di dunia semata tetapi lebih dari itu, pendidikan adalah untuk tujuan kehidupan hari akhirat kelak. Tujuan pendidikan jangka pendek adalah membuat orang bisa membaca dan menulis serta menghapuskan yang namanya buta huruf, namun tujuan jangka panjangnya adalah menciptakan manusia berakhlak mulia dan mempunyai derajat yang tinggi.
Karena pentingnya pendidikan, dikenal ada tiga lembaga yang dapat digunakan untuk mendapatkan ilmu, yaitu : formal, informal dan nonformal.
Menurut narasumber, K.H. Ahmad Dahlan membagi lmu itu kepada tiga :
1. Ilmu Tarbiyah
2. Ilmu Ta’lim, dan
3. Ilmu Ta’dib
Ilmu Tarbiyah adalah sebuah proses penemuan ilmu pengetahuan yang menekankan pada ilmu-ilmu social, hubungan antara individu dengan dirinya, dengan orang lain dan juga dengan lingkungannya. Ilmu social ini biasanya tercermin kepada dalam hubungan dan kepedualian terhadap orang lain dan lingkungannya. Ilmu ta’lim adalah penekanan keilmuan dalam bidang science dan teknologi, sedangkan ta’dib lebih mengarahkan kepada sikap dan santun (akhlak).
Pemanfaatan lembaga pendidikan sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu, sangat diperlukan. Karena sebenarnya orang bisa katakan bahwa orang tua yang mempunyai ilmu dan kemampuan dapat memberikan ilmu kepada anaknya, namun perlu juga kita ketahui bahwasanya tidak ada orang yang mempunyai ilmu yang menyeluruh dan mendalam, karena itu memasukkan anak ke lembaga pendidikan sama halnya dengan membuat satu penjanjian dengan lembaga pendidikan bahwa tidak semua ilmu dapat orang tua ajarkan kepada anaknya. Boleh jadi orang tuanya ahli dalam bidang agama tapi tidak paham bidang social, paham bidang social tapi tidak paham bidang toknologi, bagasa dan lain-lain. Karena itu antara orang tua dan sekolah sebenarnya adalah dua lembaga saling mengisi dalam rangka menuju kesempurnaan anak didik.
Ilmu social mendefinisikan ilmu dengan “informasi”, karena itu disamping mendapatkan informasi dari lembaga pendidikan formal, maka sangat diperlukan juga informasi dari lingkungan masyarakat dimana peserta didik tinggal. Sehingga menurut narasumber mereka yang menuntut ilmu di luar lingkungannya akan lebih banyak mendapatkan informasi, disbanding dengan mereka yang tetap berada di satu daerah.
Berdasarkan pengalaman yang didapat oleh narasumber, mereka katakan bahwa kalau seandainya ia berada di wilayah dinama mereka dilahirkan dan tidak pernah menuntun ilmu di luar daerah mereka, kemungkinan mereka tidak akan menjadi orang seperti sekarang ini. Karena kenikmatan hanya bisa dirasakan begi mereka yang telah mengalaminya, sedang bagi mereka yang belum mengalaminya sangat sulit untuk meyakinnya.
Masih banyak masyarakat yang mengukur keberhasilan pendidikan itu dengan materi, sehingga banyak diantara anggota masyarakat merasa pesimis untuk menyekolahkan anak-anak mereka, melihat banyak orang yang sudah tamat (selesai) sekolah tidak memiliki lapangan kerja, banyak orang yang sudah sarjana tetapi tidak dapat merubah hidup mereka. Mereka lupa dengan apa yang dijanjikan Tuhan, bahwa mereka yang mempunyai ilmu akan ditinggikan derajat dibanding dengan mereka yang tidak mempunyai ilmu. Kemudian juga mereka tidak yakin dengan pesan Rasul yang mengatakan siapa yang berkeinginan dengan kehidupan dunia, maka hendanya mempunyai ilmu dan siapa yang berkeinginan dengan akhirat juga dengan ilmu, sampai kepada bila berkeinan kepada keduanya mesti memiliki ilmu.
Merasa pentingnya ilmu, narasumber merasa miris dengan konsisi masyarakat yang pada tahun 2011 yang lalu hanya 15 orang dari kabupaten Aceh Tengan yang mendaftar ke IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, demikian juga dengan Kabupaten Aceh tengah hanya 15 orang juga. Tidak salah bila banyak yang mencari Ilmu keberbagai Perguruan Tingga dan di berbagai tempat, namun bangaimana bila kebanyakan dari alumni SLTA/MA mencukupkan pendidikannya hanya peda tingkat tersebut. Jadi sangat mungkinlah satu saat bila derajat kita akan berada dibawah derajat masyarakat yang lain (Drs. Jamhuri, MA)