Oleh Liyushiana
TARI Saman telah diakui sebagai kekayaan budaya Indonesia sejak lama bahkan dunia internasional melalui UNESCO telah mengakui Tarian Saman sebagai warisan budaya dunia. Kebanyakan orang hanya tahu bahwa Tari Saman berasal dari Aceh. Tarian yang memiliki keunikan berupa kekompakan penari yang luar biasa ini sebenarnya sangat beragam di Aceh. Jika di hari peringatan kebangkitan nasional beberapa tahun lalu kita melihat tarian ini banyak ditarikan oleh wanita, maka pada daerah asalnya hal ini malah dilarang.
UNESCO bukan hanya mengakui bahwa Saman merupakan warisan budaya dunia, tapi juga mengakui bahwa asal muasal Tarian Saman adalah dari Kabupaten Gayo Lues. Pengakuan dunia ini tidak lepas dari usaha banyak pihak yang mempromosikan Tarian Saman Gayo Lues ke seluruh kota di dunia. Termasuk terlibat di dalamnya seorang pemerhati budaya dan artis terkenal, Christine Hakim. Beberapa tahun yang lalu, Beliau bersama rombongan tari Saman Gayo Lues melakukan tour promosi budaya tari saman. Tanggapan luar biasa ditunjukkan oleh para penonton. Sehingga pengakuan dunia memang sepantasnya didapatkan oleh rombongan Tari Saman Gayo Lues ini.
Apa yang menyebabkan Gayo Lues lah yang terpilih sebagai daerah asal Tari Saman? Hal ini berdasarkan tradisi masyarakat untuk mempertahankan keaslian tradisi dalam menarikan Saman. Saman Gayo Lues berhasil membuktikan bahwa tarian asli, yang tetap menjaga ketentuan-ketentuan dalam menari lebih dihargai dibanding tarian saman yang agak dimodern-kan. Tarian Saman di Gayo Lues hanya ditarikan oleh laki-laki. Berbeda dengan yang kita ketahui, bahwa penari pada Tarian Saman yang sering kita tonton di TV local adalah wanita.
Selain itu, Saman gayo Lues tidak menggunakan peralatan seperti rebana. Lantunan music yang diperdengarkan berasal dari nyanyian para penarinya. Selain itu, para penari Saman Gayo Lues memiliki rambut yang panjangnya sebahu. Fungsinya adalah menambah keindahan puncak tarian. Dimana pada awalnya rambut itu akan dirapikan dengan ikat kepala berkain kerawang (kain khas Gayo) dan pada pertengahan tarian ikat kepala itu akan dilepas dan rambut penari terurai sehingga terlihat ikut menari bersama gerakan para penarinya. Bahasa yang digunakan dalam tarian saman di Gayo Lues juga bukan bahasa Arab seperti pada saman yang lain, melainkan murni bahasa daerah Gayo Lues.
Tarian Saman di Gayo Lues bukan hanya sebagai tarian penghibur hati atau hanya dipentaskan di panggung hiburan saja. Bagi masyarakat Gayo Lues, tarian saman adalah rutinitas harian yang selalu ditanggapi dengan antusias. Menjadi penari saman gayo lues merupakan cita-cita yang lumrah bagi anak laik-laki di Gayo Lues. Uniknya disana jarang sekali terdapat sanggar tari, sehingga anak-anak belajar menari dengan sendirinya tanpa dipandu siapa pun dalam beragam kesempatan. Tidak jarang di atas punggung kerbau yang berderetan mereka mencoba menarikan 2-3 gerakan Saman.
Saman bukan hanya dilakukan di pentas seni. Setiap kesempatan, ketika telah duduk berbarengan penari-penari saman, kadang mereka menarikan saman tanpa diinstruksikan. Bahkan ketika upacara kematian. Lagu yang dinyanyikan dalam Saman, dapat diadaptasikan dalam kondisi Saman ditarikan, dapat berupa doa, syukur bahkan keharuan. Ketika Saman ditarikan saat menyambut pejabat, maka lagu yang dinyanyikan pun merupakan ucapan selamat datang, terimakasih bahkan pujian terhadap pejabat tersebut.
Untuk menjaga kelestarian Saman di hati masyarakat, setiap saat diadakan pentas tarian saman, baik antar kecamatan maupun antar sekolah. Pemerintah juga ikut ambil peranan dalam penggalakan tradisi ini dengan pemberian insentif bagi setiap kelompok tarian dalam setiap pentasnya. Herannya, walaupun sering sekali menonton tarian Saman, masyarakat Gayo Lues tetap terlihat antusias setiap kali ada pertunjukan Saman. Bahkan ketika ada video Saman yang diputar, masyarakat menyempatkan diri untuk berhenti dari aktivitasnya dan menonton.
Peran laki-laki dalam setiap tarian saman bukan berarti mendiskreditkan wanita dalam kebudayaan Gayo Lues. Wanita dapat mengambil peran dalam tarian Bines. Bines adalah tarian yang mirip tarian Saman tapi hanya ditarikan oleh wanita saja. Tarian Saman Gayo Lues berpusat pada kecepatan dan kekompakan pemain yang menggambarkan keperkasaan, karena gerakan tepuk dada, tepuk tangan, tepuk paha dan gerakan lainnya dilakukan dengan penuh semangat. Sedangkan tarian Bines menggambarkan kelembutan wanita, sehingga gerakan yang dihasilkan lebih gemulai.
Selain Bines dan Saman, masih ada Dabus dan Didong sebagai harta budaya Gayo Lues. Dabus merupakan atraksi budaya yang memperlihatkan kekebalan tubuh, seperti halnya Debus di Banten dan Jawa Barat. Pelaksanaan Dabus ini menggunakan beragam benda tajam yang ditusukkan, digoreskan, diiriskan bahkan dipukulkan ke seluruh tubuh. Dalam mempertontonkan Dabus, para pemain harus memiliki keterampilan spiritual terlebih dahulu. Sedangkan Didong adalah kesenian yang memadukan unsure seni tari, vocal dan sastra yang dimainkan oleh para seniman local yang disebut ceh didong.
Dengan modal popularitasnya di dunia internasional dan pelestariannya yang didukung masyarakat local, seharusnya Saman , berikut juga Bines, Dabus dan Didong bukan hanya menjadi budaya tapi juga Atraksi Wisata yang mendatangkan wisatawan. Jika mimik pesimis timbul karena banyak sekali faktor weakness untuk mewujudkan ini, maka kita patut mengingat bahwa atraksi wisata merupakan suatu alasan kepuasan wisatawan dan alasan datangnya wisatawan ke suatu tempat apapun rintangannya.
(Sumber : akparmedan.ac.id)
Comments are closed.