Langsa | Lintas Gayo – Sebagaimana diberitakan sebelumnya, SMKN 2 Langsa berhasil mengkreasikan sebuah alat penghemat bahan bakar yang dinamai dengan Wave++ SMK.
Hari ini Kamis (1/32012), WaVe++SMK alat pengubah air menjadi bahan bakar karya siswa-siswi SMK Negeri 2 Langsa atas bimbingan para peneliti dari Green Energy ini telah secara resmi diluncurkan.
Acara yang berlangsung di halaman SMK Negeri 2 Langsa di Paya Bujok Seulemak Kota Langsa ini berlangsung meriah dan diliput oleh banyak wartawan baik lokal maupun nasional.
Ketika keberadaan alat ini mulai diberitakan, banyak anggapan di masyarakat bahwa WaVe++SMK merupakan suatu alat yang dapat mengubah air menjadi minyak. Terkait dengan adanya anggapan keliru tersebut, di hadapan Walikota Langsa, Drs. Zulkifli Zainon, MM dan para unsur Muspida plus Langsa. Makmur Lingga, Kepala Sekolah SMKN 2 Langsa menjelaskan bahwa alat tersebut ‘hanya’ menghasilkan bahan bakar berupa gas melalui proses elektrolisa, yaitu memisahkan molekul cairan dengan menggunakan energi listrik. Dan listrik untuk proses ini diambil dari sisa kapasitas aki yang tidak terpakai untuk kebutuhan listrik mobil.
Kepada Konadi Adhani, wartawan Lintas Gayo yang meliput acara ini secara langsung di Kota Langsa. Win Wan Nur, Peneliti dari Green Energy Institute yang juga merupakan pendiri lembaga yang bersama-sama SMK Negeri 2 Langsa menciptakan alat ini menjelaskan secara lebih detail bagaimana proses air menjadi bahan bakar itu.
Menurut Putra Gayo asal Desa Kute Rayang Isak ini, sebenarnya penjelasan tentang proses yang oleh banyak orang tidak masuk akal ini sederhana saja. Di dalam bahan bakar terdapat unsur-unsur kimia yang bisa bereaksi dengan oksigen sehingga dihasilkan energi panas (api). Unsur-unsur kimia tersebut di antaranya adalah karbon (C), hidrogen (H), sulfur (S), dan unsur-unsur gabungan dalam bentuk gas yang disebut volatile material alias bahan yang mudah menguap.
“Jadi kalau ingin menjadikan air sebagai bahan bakar, kuncinya ada pada Hidrogen unsur kimia paling ringan yang memiliki energi sangat tinggi ketika dibakar. Air bisa menjadi bahan bakar karena air yang selama ini kita kenal sebagai minuman sebenarnya adalah ikatan molekul yang terdiri dari dua atom Hidrogen dan satu atom oksigen.
Untuk mengubahnya menjadi bahan bakar, yang perlu dilakukan hanya memutuskan ikatan molekul ini. Caranya adalah melalui proses elektrolisa, sebagaimana telah dijelaskan oleh Faraday hampir dua abad yang lalu dalam dua Hukumnya yang menjelaskan hubungan antara kelistrikan dan ilmu kimia. Prinsip proses elektrolisa ini sendiri membutuhkan larutan kimia (elektrolit), penghantar listrik (biasanya logam) dan arus listrik searah DC. Logam yang terhubung dengan kutub positif listrik disebut anoda dan yang terhubung dengan kutub negatif disebut katoda.”, Jelas Win.
Selama ini aplikasi Hukum Faraday ini umum diterapkan dalam industri elektroplating, yaitu pelapisan logam dengan lapisan tipis anti karat. Dalam proses elektroplating arus listrik dalam larutan kimia dipakai untuk mengendapkan logam. Dalam proses elektroplating yang tidak efisien kerap terjadi ada sisa arus listrik yang tidak terpakai untuk mengendapkan logam, mengurai air menjadi Hidrogen.
Dalam proses elektroplating, ini adalah kejadian yang sangat dihindari dan diminimalisir terjadinya, sehingga jenis dan ketebalan logam untuk anoda dan katoda serta jenis larutan kimia (elektrolit) yang dipilih dengan seksama agar sesedikit mungkin menyebabkan proses elektrolisis air. Nah teknologi yang kita kembangkan ini melakukan hal sebaliknya, justru jenis dan ketebalan logam untuk anoda dan katoda serta jenis larutan kimia (elektrolit) dipilih dengan cermat supaya sebesar mungkin menciptakan elektrolisis air”, terang Win Wan Nur kemudian.
Ketika Lintas Gayo menanyakan, kenapa Win Wan Nur dan Green Energy Institute, lembaga yang didirikannya memilih bekerja sama dengan SMK Negeri 2 Langsa, bukan dengan salah satu SMK di Kute Takengen yang merupakan tanah kelahirannya. Alumni Panti Asuhan Budi Luhur ini menjelaskan kalau dia dan Green Energy Institute memilih bekerja sama dengan SMK Negeri 2 Langsa, karena memang inisiatif untuk melakukan penelitian ini datang dari Makmur Lingga, kepala SMK Negeri 2 Langsa.
Di samping itu, Win Wan Nur yang sejak tahun 1989 tidak lagi berdomisili di Takengen ini dengan terus terang mengatakan kalau dia tidak mengetahui bahwa di Takengen sudah ada SMK Teknologi. Yang dia tahu di Takengen hanya ada STM Pertanian di Toa. Tapi menurut Win Wan Nur, sebenarnya kepala SMK Negeri 2 Langsa sudah mengundang SMK Negeri 3 Takengon untuk mengirimkan siswa mereka untuk mengikuti pelatihan dan berpartisipasi dalam pengembangan teknologi bahan bakar air ini. Tapi sampai hari ini ajakan tersebut belum mendapat jawaban.
Saat hal ini dikonfrontasikan oleh Lintas Gayo kepada Timbul Suroso, Kepala SMK Negeri 3 Takengon. Timbul menjelaskan kalau SMK Negeri 3 Takengon juga akan segera berpartisipasi mengirimkan siswanya dalam mengembangkan teknologi bahan bakar air ini. Cuma karena waktunya terlalu mepet, SMK Negeri 3 Takengon tidak sempat mengirimkan siswanya sebelum acara launching ini diselenggarakan. Tapi menurut Timbul, dengan dukungan Pemda Aceh Tengah, dalam waktu dekat SMK Negeri 3 Takengon akan segera mengirimkan dua orang siswanya untuk mengikuti pelatihan Teknologi Bahan Bakar Air ke pusat pelatihan Green Energy Institute di Tangerang, Banten. (Konadi Adhani)