Calpin yang Amanah

Joni MN, Aman Rima *

SELAMA berabad-abad dunia memang selalu terobsesi oleh para pemimpin. Para ahli kemudian mencoba memotret, memetakan, dan mengonsep bagaimana yang disebut pemimpin itu. Ada yang melihat kepada perilaku-perilaku khas pemimpin, ada yang melihat sifat-sifat khusus pemimpin, misalnya pemberani, tegas, tidak kenal menyerah dan sebagainya. Menurut Higgs dan Rowland (2001), bidang kepemimpinan adalah bidang yang paling banyak dipelajari dibanding aspek perilaku manusia lainnya. Artinya, lebih banyak orang mempelajari kepemimpinan dibanding masalah percintaan, perceraian, atau bahkan masalah spiritual manusia.

Walau demikian, ternyata masih banyak lagi yang tidak diketahui orang tentang apa sesungguhnya pemimpin yang efektif itu. Jika ada keinginan seseorang mempelajari ilmu  kepemimpinan antusiasnya, pantas kita bertanya, ada apakah sebetulnya dengan dunia ini sehingga orang begitu “tamak” terhadap kepemimpinan? Bahkan Freud menjelaskan, sekelompok orang memang membutuhkan pemimpin agar mereka memiliki perasaan identitas dan juga perasaan memiliki suatu tujuan dalam hidup.

Mungkin, mahluk Allah selain manusia dan hewan namun para malaikat dan jin tengah terkagum-kagum akan kehebatan manusia saat ini. Di lain sisi berkemungkina mereka saat ini sedang menyesali bahwa kenapa Allah menyatakan telah menciptakan khalifah di muka bumi ini yang bernama manusia. Manusia yang telah dibekali Allah dengan akal dan pikiran telah mampu menutupi keterbatasan fisiknya sehingga sanggup menjelajahi dan mengeksplorasi atau juga mengeksploitasi alam. Dengan memakai akalnya, manusia mampu menginjakkan kakinya di bulan, menciptakan kendaraan berteknologi tinggi, mengkloning keturunan, sesorang yang bertempat tinggal yang jauh antara satu dan yang lainnya mampu saling berkomunikasi dan dapat melihat keadaan sekelilingnya seolah olah berada dalam posisi yang sangat dekat dan lain-lain, yang dahulunya belum pernah bahkan tak terbayangkan.

Seabad yang lalu, manusia memang dilanda oleh budaya konsumtif, rasionalisme dan materialisme yang hingga kini masih mendoktrin dan mempengaruhi cara berpikir para khalifah ini. Tidak kreatif yang bisanya mengambil yang sudah ada dan dipakai sebagai alat untuk menyatakan kedermawanannya dengan memberikan kepada yang mengadakan, misalnya masyarakat mengadakan harta benda, baik berbentuk bangunan, tanah, sawah, kebun, sepeda motor, mobil, dan berdagang – harta benda ini dan kegiatan ini semua oleh pemerintah ditarik pajaknya, kemudian diteruskan kepada badan yang menanganinya, namun apa yang terjadi? Ini diambil dengan berbagai cara,lalu berdalih untuk kesejahteraan rakyat, contoh lain Raskin nama ini disingkat dari “Beras Rakyat Miskin” dan demi meringankan beban rakyat miskin yang maish memungut bayaran dan ada juga yang mengurangi timbangannya, dalam konteks ini sebenarnya yang miskin itu siapa? apakah rakyatnya atau si pengelolanya? Cara berpikir yang konsumtif seperti ini yang sekarang dimiliki oleh para khalifah-khalifah khususnya di Indonesia ini, hanya mampu mengambil dari apa yang diberikan. Cara pikir yang hanya mempercayai hal-hal yang bersifat materi dan bergantung sepenuhnya kepada kehebatan akal manusia ini memang telah berhasil mengantarkan manusia pada kemajuan yang demikian dahsyat.

Namun hal ini mempunyai kelemahan yang sangat fatal, yakni menempatkan diri mereka sebagai obyek fisik belaka, sehingga segala sesuatu mesti diukur secara ilmiah yang tentu saja materialistis. Sebaliknya,  dimensi manusia yang tak terukur, yang penuh sensasi dan dekat pada relativitas sama sekali tak tersentuh, atau disentuh dengan cara yang salah, cara matematis. Itulah sebabnya kemajuan fisik yang berhasil diraih menghadirkan petaka yang tidak kalah hebat. Manusia diliputi oleh kesunyian (alienasi) di saat dunia semakin ramai, dicekam ketakutan justru pada saat mereka menemukan senjata super canggih. Terjadilah krisis individu yang diikuti oleh krisis sosial yang tidak teratasi oleh teori, konsep, atau metode-metode ilmiah yang dilahirkan oleh para penyembah rasionalisme.

Salah satu sikap yang mewakili kematangan emosional dan spiritual adalah sikap amanah. Amanah berasal dari bahasa Arab. Kata ini memiliki akar kata yang sama dengan kata iman dan aman. Secara bahasa ia berarti setia, lurus, dan percaya. Oleh karena itu pengertian mu’min adalah orang yang beriman, yang mendatangkan keamanan serta sekaligus memberi dan menerima amanah. Salah satu nama Allah adalah Al-Mu’min yang berarti Maha memberikan keimanan, keamanan dan amanah. Orang yang dipercaya dan membayar lunas kepercayaan yang diberikan kepadanya disebut amin. Dari arti harfiah ini saja, tampak bahwa sikap amanah merupakan sikap yang inheren dalam diri orang yang beriman. Oleh karena itu, seorang mu’min seharusnya sanggup mengemban amanh, baik kepada Allah, sesama manusia maupun alam semesta.

Para mufassir memberikan banyak arti amanat pada ayat di atas, di antaranya kepemimpinan, khilafah, syari’at, hingga perjanjian antar sesama manusia. Intisari dari pendapat para mufassir adalah bahwa amanat berarti tanggung jawab, tugas atau mandat yang dibebankan kepada manusia. Tanggung jawab manusia ini dapat dibagi ke dalam tiga jenis,yakni Tanggung jawab manusia kepada Allah SWT, Tanggung jawab manusia kepada sesama manusia dan Tanggung Jawab Manusia kepada diri sendiri.

Amanah yang kedua berhubungan dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendirian dengan perangkat nilai-nilai yang sesuai dengan selera diri sendiri. Nilai-nilai yang diperankan seseorang dalam jalinan sosial harus dipertanggungjawabkan sehingga tidak menggangu konsensus nilai yang telah disetujui bersama. Sisi ini sebenarnya tidak terpisah dari garis ketuhanan, karena Allah telah menetapkan prinsip-prinsip dasar kehidupan sosial dan masing-masing agama yang telah diakui keberadaannya di RI ini pasti memiliki prinsip-prinsip sosial tersebut.

Konsensus yang sudah ada adalah merupakan sebagai kontrak sosial yang tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan, tata tertib, anggaran dasar, akte perjanjian, kesepakatan lisan, hingga ketentuan tak tertulis yang sifatnya universal, bukan dengan janji-jani belaka yang diikrarkan secara pribadi atau individu. Dengan adanya konsensus sosial inilah manusia membina hidup untuk meraih kebahagiaan bersama, sesuai dengan posisi dan tanggung jawab masing-masing, apakah sebagai seorang pemimpin, rakyat, pedagang, pembeli,  guru, atau yang lainnya. Ini adalah bentuk amanah dan tanggung jawab kepada sesama manusia yang harus dilaksanakan agar keberadaan manusia tidak terancam melalui penipuan.

Oleh sebab itu, bersikap amanah dan adil merupakan dua hal yang oleh Islam sangat ditekankan. Karena tanpa dua sifat ini, manusia akan terjebak pada sikap saling memusuhi dan berujung pada homo homini lupus. Dalam hal ini manusia yang sebagai khalifah di muka ini, tidak diperkenankan untuk saling membuka aib sesama, mengorek-ngorek kesalahan orang lain kemudian diekspose atau dipublikasikan, membesar-besarkan kesalahan-kesalahan orang lain guna untuk menutupi kesalahannya sendiri agar orang tidak mengetahui kesalahannya, mengintimidasi, dan lain-lain yang intinya untuk mendapatkan jabatan kepemimpinan, hal ini tentunya sudah melanggar komitment ke-khalifahan sebagai hamba Allah, karena sudah memberikan pengajaran untuk saling memusuhi antara satu masyarakat dengan yang lainnya, di dalam agama Islam hal ini ditegaskan oleh Allah SWT. Untuk tidak saling menyesatkan dan memusuhi (lihat Al-qur’an, Surah an-Nisa ayat: 58).

Lebih dari itu, hilangnya amanah bukan saja ancaman bagi pelakunya, tetapi juga ancaman bagi organisasi, atau berbentuk partai secara keseluruhan. Bila sebagian besar atau keseluruhan anggota perkumpulan itu tidak memelihara komitmennya ataum tidak amanah bisa dipastikan bahwa perkumpulan itu akan hancur atau hilang kepercayaan dan akhirnya lenyap dengan sendirinya. Dalam dunia usaha, ukurannya menjadi lebih mudah, di mana ketika pihak produsen menyalahi kepercayaan yang diberikan konsumen, maka secara alamiah konsumen akan menjauh darinya yang akhirnya berujung pada kematian usaha. Juga dalam bidang politik di mana banyak penguasa kehilangan kekuasaannya setelah rakyat yang dipimpin mengetahui penyelewengan yang dilakukannya, dan sudah waktunya saat ini rakyat memiliki pengetahuan tentang sosok-sosok ke-khalifahan, guna menghindari ketertindasan dan pelecehan serta kebohongan masa.

Mendua adalah Pengkhianatan

Lawan dari sifat amanah adalah khianat atau pengkhianatan (betrayal). Pengkhianatan berarti pelalaian atas kepercayaan yang telah diberikan. Ini merupakan salah satu sifat kemunafikan yang selalu mendua; berbicara tetapi bohong, berjanji tetapi ingkar dan dipercaya tetapi menyelewengkannya. Inilah musuh dalam selimut yang paling laten. “Tanda orang munafik itu ada tiga: jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia ingkar, dan jika dipercaya ia berkhianat”. (HR. Bukhari Muslim)

Menarik sekali bahwa sesudah menceritakan proses pembebanan amanah kepada manusia, dan ditutup dengan pembahasan mengenai orang-orang munafik. Ini menyiratkan bahwa kesediaan manusia untuk memikul amanat harus diikuti oleh komitmen tunggal terhadap amanat tersebut tanpa ada kompromi terhadap sikap mendua. Kemunafikan adalah terjebak di antara dua pengaruh yang sama kuat dan berlawanan arah yang membawa pada konflik batin yang plin-plan, seperti seekor domba yang kebingungan di antara dua kawanan domba. Sumber konflik batin ini adalah karena kebodohan dalam mendefinisikan makna tindakan fisiologis, hawa nafsu, keinginan dan ambisi dunia di satu sisi dengan motif-motif keagamaan, kesalihan dan keruhanian di sisi lain.  Pada akhirnya, kombinasi kematangan spiritual, kecerdasan intelektual dan kedewasaan atau tanggung jawab sosial tersebut akan menyingkirkan godaan-godaan tersebut dan menjaga manusia pemiliknya tetap berada pada jalur yang baik dan benar. Lalu sudah adakah calon pemimpin (Calpin) kita yang amanah?

*Dosen STAI Gajah Putih Takengon dan mahasiswa S3 di Universitas Negeri Solo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.