Drs. Jamhuri, MA[*]
SETIAP orang yang mencalonkan dirinya menjadi pemimpin, ketika diajukan pertanyaan kepadanya mereka, apakah mereka siap kalah ? mereka selalu menjawab, saya siap kalah sebagaimana juga saya siap menang. Sampai-sampai kesiapan mereka untuk kalah dan menang dituangkan dalam surat yang ditanda tangani dan dipersaksikan oleh orang banyak, itulah sebuah realita dari sebuah pencalonan. Namun ketika persyaratan yang telah ditentukan terpenuhi dan dirinya sudah resmi menjadi calon, pemikiran dan niat yang pada awalnya berimbang antara menang dan kalah sudah mulai timpang, dan mereka semua berharap untuk menang bahkan harus menang.
Ketika dalam konsidi seperti ini kita bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama, mereka akan menjawab saya siap kalah dan harus optimis untuk menang, kalau tidak berpikir demikian maka sebaiknya tidak perlu bertanding. Pikiran tentang kalah sudah mulai hilang dan kalaupun masih ada pikiran tentang kalah hanya tinggal sedikit, sebab sebagian besar dari pikiran kalah yang seharusnya menjadi miliknya telah diarahkan kepada orang lain (lawan lawan tanding), dan pada dirinya hanya ada dominan pikiran untuk menang. Sehingga muncul perasaan hanya dia yang boleh menang sedang orang lain tidak boleh.
Pemikiran seperti ini didominasi oleh kebanyakan orang yang mengajukan dirinya menjadi calon pemimpin, pemikiran seperti ini juga sering membuat orang lupa bahwa menang dan kalah adalah milik semua orang.
Kalau kita kembali kepada ketentuan Tuhan bahwa menang dan kalah adalah hasil dari sebuah usaha yang harus diterima dan bersifat pasti, maka semua orang berhak mendapatkan menang dan kalah tersebut dan semua orang juga boleh tidak mendapatkan kedua-duanya. Karena itu adalah hasil maka semua orang boleh mendapatkan dan boleh juga tidak, semua orang boleh menerima dan semua orang juga boleh tidak menerima.
Untuk mengetahui apakah hasil (menang dan kalah) sesuai dengan kehendak yang menciptakan (Tuhan Maha Pencipta) menang dan kalah tersebut, kita harus melihat bagaimana proses menuju pencapaian hasil tersebut. Tuhan memberi kesempatan kepada manusia untuk membuat aturan atau ketentuan dalam menjalani dan melakukan suatu aktifitas yang dapat menghasilkan kekalahan dan kemenangan, Tuhan tidak membuat aturan secara ketat dan rinci untuk manusia dalam menggapai menang dan kalau dalam sebuah pertandingan. Kita yakin kenapa Tuhan tidak memberikan aturan yang jelas dalam mendapatkan kemenangan dan kekalahan, karena Tuhan ingin mengetahui apakah manusia itu rela dan siap meneriman kekalahan sebagaimana menerima kemenangan dan sebaliknya rendah hati meneriman kemenangan sebagimana tegarnya menerima kekalahan.
Potensi memilih antara menang dan kalah yang terdapat dalam diri manusia sebenarnya seimbang, dan keseimbangan ini dapat dijaga dengan keyakinan bahwa keduanya adalah sesuatu yang pasti. Terkadang ada orang berdo’a dan berharap mendapatkan kemenangan tetapi yang ia raih kekalahan, dan terkadang juga seseorang seharusnya kalah tetapi meraih kemenangan. Dalam Islam itulah yang disebut dengan sesuatu yang pasti. Suatu analogi yang rasional dapat kita sebutkan seperti mati, dimana mati adalah sesuatu yang pasti, kendati semua orang tidak menghendaki datangnya mati. Namun karena hal tersebut adalah pasti maka tidak ada orang yang bisa lari, Tuhan hanya memberi wewenangan kepada manusia untuk mempertahankan hidup dan memperpanjang usia dengan berbagai cara, sedang bagi mereka yang mempercepat kematian akan diberikan sanksi.
Demikian juga halnya dengan menang dan kalah yang bersifat pasti dalam pemilihan pemimpin, semua orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin pasti mendapatkan yang namanya kalah dan menang karena itu pasti, tidak ada yang dapat menghindar dari kaduanya. Manusia diberi kewenangan oleh Tuhan untuk mendapatkannya, apakah dengan cara yang baik, jujur atau adil, atau sebaliknya dengan cara yang kotor, curang atau khianat. Kedua cara ini dapat menghasilkan menang dan kalah.
Banyak orang dalam meraih kemenangang dengan menempuh cara yang kotor, curang dan berkhianat, namun kemenengan tetap ia dapatkan. Banyak juga orang yang melalukan cara yang sama seperti hal tersebut hasil yang dia dapatkan kekalahan. Sebaliknya juga banyak mereka yang menjalani proses mencari kemenangan dengan keadilan, kejujuran dan cara yang bermoral ia mendapatan kemenangan. Juga ada orang yang melakukan dengan cara yang sama (keadilan, kejujuran dan cara yang bermoral) dia mendapatkan kekalahan.
Itulah artinya kekalahan dan kemenangan sebagai pilihan pasti, karena itu kita harus mengingat apa yang talah disebutkan bahwa kewenangan yang diberikan oleh Tuhan kepada kita adalah untuk melakukan atau menjalani proses. Kalau proses yang kita lakukan dengan baik maka hasil yang kita dapat juga akan baik apakah itu kekalahan atau kemenangan, kalau juga kita melakukan cara yang tidak baik maka hasil yang kita dapat juga tidak baik apakah itu kemenangan atau kekalahan.
Selama ini masyarakat Gayo Lues selama ini memiliki sifat lembut, bersahaja dan penurut terutama kepada pimpinan dan ulama. Gejolak akibat pilkada merupakan bom waktu dari berbagai kezaliman selama ini, termasuk kecurangan para penyelenggara. Dikertahui selama pilkada berlangsung semua cara dilakukan yang note benenya pengaruh Ibnu Hasim_Adam. semua sisi yg terlibat disulap dengan dengan yang namanya “rupiah”. diperhitungkan masyarakat akan diam seperti sifatnya semula, akan tetapi bendungan itu roboh yang terjadi gejolak amuk masa tgl 11 dan 12 April 2012. kantor KIP hangus, satu mibil Dinas KIP Ludes, kantor camat di bakar. aksi akibat tahapan penghentian penghitungan suara yg telah disepakati dilanggar, anehnya PJ Bupati pada saat masa akan demo berangkat ke Banda Aceh dengan alasan tidak diketahui. Semoga pemegang kebijakan dapat arif memiloih dan memilah, bukan menilai amuk masa akibat kekalahan.