Lintas Gayo | Depok – Saifuddin Kadir atau Zuska sangat mengapresiasi penulisan buku biografi Moese karya Yusradi Usman al-Gayoni. “Pelan-pelan, saya mulai membaca buku biografi Moese selain buku ‘Tutur Gayo’ yang dihadiahkan penulisnya kepada saya,” sebut Zuska beberapa waktu lalu di Depok.
Zuska yang direncanakan menjadi salah satu pembicara dalam bedah buku Moese yang akan digelar di Jakarta, mengungkapkan, Moese merupakan orang yang sangat berprinsip dan bertanggung jawab. Sisi lain, Moese adalah tipe orang yang suka merajuk. “Jangan sampai bikin dia merajuk. Sadimah, kakanya, paham betul sifat Moese,” katanya sambil tersenyum.
“Saat kami latihan di Orkes pimpinan Ismail Mai, Moese masih anak-anak. Dia selalu menyaksikan kami di balik jendela. Saat itu, dia masih membawa barang-barang keperluan kami. Pelan-pelan, dia mulai belajar dan ikut bergabung dengan kami yang sudah senior. Di situlah, dia mulai menunjukkan bakatnya,” papar tokoh sekaligus generasi kedua dan ketiga teater di Takengon, tanoh Gayo itu.
Zuska, melihat, potensi Moese sangat luar biasa. Saat Kongres Pemuda I di Bandung, misalnya, kata Zuska mencontohkan, Aceh jadi tim pembuka. “Moese mengawali penampilan kami dengan petikan gitar dan suara tenornya. Bayangkan, dia berada di tengah-tengah, jadi pusat perhatian, dan di depan orang tokoh-tokoh penting. Kami; tim kesenian Gayo di sisi sebelah kanan panggung. Sementara, tim kesenian Aceh di sebelah kiri. Saat Moese mulai bernyanyi, peserta kongres mulai bertepuk tangan mengapresiasi. Baru, kami masuk dan mulai menari. Sungguh momen luar biasa,” ungkapnya.
Pelaku seni senior Gayo yang sudah berumur 87 tahun itu, mengharapkan, buku biografi Moese terus didalami. Dengan demikian, tidak ada satu sisi pun yang tidak tertulis menyangkut perjalanan hidupnya, musik, dan kesenian di Takengon, tanoh Gayo secara umum. Namun, beliau menyadari, untuk mengerjakannya, perlu dukungan materi. Oleh karena itu, harapnya, kegiatan itu perlu didukung semua pihak.
Sebagai wujud dukungannya, Zuska kemudian menuturkan kejadian-kejadian penting yang dialaminya bersama Moese prihal kegiatan berkesenian mereka baik di Takengon, pesisir Aceh, maupun di luar Aceh kepada sang penulis (Khairul Rijal/Red.03).