Oleh: Muhamad Hamka*
PELANTIKAN Gubernur Aceh terpilih pada 25 Juni lalu dicemari oleh tindakan yang memalukan. Tindakan pemukulan terhadap Irwandi Yusuf, Mantan Gubernur Aceh yang diduga kuat dilakukan Satgas Partai Aceh (PA), tidak hanya menegaskan bahwa Aceh masih menjadi sarang premanisme, tapi juga berimplikasi pada terkoyaknya harmoni perdamaian Aceh kedepan.
Seperti yang diberitakan oleh Waspada Online (25/6/12), Mantan Gubernur Provinsi Aceh, Irwandi Yusuf dikeroyok kelompok yang tak dikenal diluar gedung DPR Aceh (DPRA) Banda Aceh, usai menghadiri pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Aceh, pasangan Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf, Senin sore.
Mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menegaskan sebagaimana yang dikutip Waspada Online, bahwa Satuan Tugas (Satgas) Partai Aceh (PA) yang melakukan pemukulan atas dirinya. “Saya tegaskan, yang memukul saya itu satgas PA,” kata Irwandi seperti yang dikutip Waspada Online.
Apapun alasan yang dipakai oleh para pelaku pemukulan Mantan Gubernur Aceh ini, tetap tak dapat dibenarkan dan diterima akal sehat. Karena tindakan pemukulan ini sama sekali perilaku biadab yang jauh dari akhlaq Islam yang notabene menjunjung tinggi sikap dialogis (musyawarah) dan anti dengan segala bentuk kekerasan.
Tindakan yang dilakukan anggota satgas PA ini sangat memalukan “bangsa” Aceh. Betapa tidak, Irwandi Yusuf yang notabene mantan Gubernur (pemimpin) seluruh rakyat Aceh diperlakukan secara tidak manusiawi justru oleh rakyat yang pernah dipimpinya. Tindakan ini juga merupakan ironi, mengingat Aceh dikenal sebagai bangsa beradab. Sehingga Aceh dijuluki sebagai sebagai negeri ‘Serambi Mekkah’; bangsa yang memiliki peradaban luhur dan terkenal dengan militansi keberagmaan (Islam) yang kuat.
Dendam Politik
Tindakan pemukulan Irwandi Yusuf oleh satgas PA ini boleh jadi akumulasi dendam politik dari kelompok Muzakkir Manaf, Wakil Gubernur Aceh saat ini yang juga Ketua Umum Partai Aceh. Mengingat proses menuju Pemilukada Aceh 9 April 2012 lalu tidak berjalan mulus, akibat perseteruan politik antara Irwandi Yusuf dan Muzakkir Manaf. Hal ini bermula ketika Irwandi Yusuf, Gubernur incumbent yang notabene mantan aktivis GAM tak mematuhi saran mantan tetua GAM untuk tidak maju sebagai calon Gubernur, mengingat Partai Aceh (PA) sudah memutuskan pasangan Zikir (Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf) untuk maju dalam Pilkada 2012.
Sikap “melawan” Irwandi ini boleh jadi membuat pendukung Muzakkir Manaf sakit hati hingga hari ini. Hal ini bisa dilihat dari teriakan pengkhianat oleh massa (yang diduga anggota PA) kepada Irwandi Yusuf sebelum pemukulan terjadi. Sehingga besar kemungkinan, dendam politik inilah sesungguhnya pemicu pemukulan Irwandi Yusuf.
Rekonsiliasi dan Konsensus
Untuk itu tugas mendesak dari Zikir setelah dilantik adalah membangun rekonsiliasi dan konsensus politik dengan semua entitas politik Aceh, terutama para kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur yang kalah dalam Pemilukada kemarin. Sehingga tidak terjadi politik “tumpas kelor,” dimana pihak yang menang dalam Pemilukada memberangus nalar politik pihak yang kalah dengan tidak memberikan ruang bagi mereka untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan Aceh kedepan. Pun sebaliknya pihak yang kalah melakukan manuver dengan pelbagai cara dan strategi untuk menggoyang stabilitas kekuasaan pihak yang menang.
Namun diharapkan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih mengakomodasi gagasan cemerlang dari calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang kalah guna membawa Aceh kearah perubahan yang lebih baik. Begitu juga sebaliknya, calon Gubernur dan Wakil gubernur yang kalah tak merasa kecil hati dan rendah diri, namun dengan kepala tegak membantu pemimpin Aceh terpilih untuk bersama-sama mengayun langkah membangun masa depan Aceh yang lebih baik.
Dan yang juga tak kalah penting adalah para elite politik Aceh harus bisa memberikan pemahaman dan kesadaran kepada semua anggota dan pendukungnya untuk berjiwa besar dengan saling memaafkan dan mengubur semua persoalan dan dendam politik yang lalu. Karena ketika dendam politik masih bercokol dalam hati, maka dampaknya bisa merobek perdamaian Aceh.
Pemerintahan Zikir juga harus bisa menghilangkan segala bentuk tindakan premanisme yang kian menemukan habitusnya di Negeri Serambi Mekkah. Karena kalau perilaku “barbarian” ini tetap “dipelihara,” maka dampaknya tak hanya mengkoyak spirit habbluminanas ditengah masyarakat Aceh, tapi juga berimplikasi pada terganggunya iklim investasi. Hal ini penting, karena demokrasi meniscayakan kesejahteraan rakyat sebagai hukum tertinggi. Dan untuk menghadirkan kesejahteraan, salah satu jalannya adalah dengan menghadirkan investor.
Penutup
Besar harapan tindakan yang memalukan diatas tidak akan terjadi lagi di Negeri ‘Serambi Mekkah’ ini. Untuk itu, menjadi tugas bersama seluruh komponen masyarakat Aceh untuk memelihara perdamaian yang sudah mulai bersemi. Jangan sampai hanya karena dendam politik dan syahwat kekuasaan kita memporak-porandakan perdamaian yang diperoleh dengan susah payah.
Kita berharap aparat kepolisian (Polda Aceh) mengusut tuntas kasus pemukulan Mantan Gubernur Aceh ini. Siapapun pelakunya harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Dan sebagai rakyat Aceh, mari kita dengan penuh kesadaran belajar menghargai dan menghormati mantan pemimpin kita.(for_h4mk4@yahoo.co.id)
*Analis dan Pemerhati Sosial politik Aceh