Jakarta | Lintas Gayo – Penyanyi bersuara khas Gayo di Ibu Kota Negara, Kandar SA sedang menggarap album ke-13. Secara keseluruhan, ada 10 lagu dalam album ini. “Namun, warnanya agak beda. Lebih ke semi-dangdut. Penyanyinya juga ada yang penyanyi nasional dan bukan orang Gayo,” katanya di Jakarta, Jumat (31/8/2012).
Lebih lanjut, kata laki-laki yang pernah membawakan lagu Toet dalam Festival Lagu Jazz se-Dunia di Jakarta Convention Center ini, bahasa dalam lagu-lagunya pun lebih bersifat umum. Dengan begitu, generasi muda Gayo lebih bisa memahami pesan yang disampaikan. Namun demikian, bahasa-bahasa sedenge (bahasa Gayo tempo dulu)—tamsil dan ibarat—tetap disisipkan.
Disamping mengisi pelbagai acara yang digelar masyarakat Gayo, penyanyi sepuh Gayo ini kerap menghadiri kegiatan-kegiatan kesenian di tingkat nasional. Juga, tingkat internasional. “Selain nyanyi, saya juga kerap mementaskan Tari Guel dan Tari Munalo,” akunya.
Tidak Ada Support
Dalam amatannya, orang Gayo kurang menghargai dan mencintai budayanya sendiri. Salah satu indikatornya, sebutnya, dari sisi bahasa. “Orang Gayo sudah mulai tidak berbahasa Gayo. Apalagi, sarat dengan nilai sastra yang tinggi. Jarang yang bisa memahaminya,” ujarnya.
Dalam proses pengenalan, sambungnya, juga demikian. “Pun ada orang Gayo yang mampu secara finansial, tapi mereka kurang men-support supaya Gayo bisa dikenal. Beda sama orang Batak. Mereka betul-betul mendukung. Makanya, kesenian dan orang Batak bisa eksis dan menasional,” katanya membandingkan (al-Gayoni)
maju terus bang sebagai seniman ALA (Aceh Leuser Atara) kami terus mendukung abang Kandar SA