Workshop Menulis Fiksi di IPDN Sumatera Barat

Agam, Sumbar | Lintas Gayo – Penulis termuda antologi cerpen usia 7 tahun peraih rekor MURI 2005, Qurrota Aini akan tampil sebagai pembicara bersama Muhammad Subhan, jurnalis/penulis dan Pengurus Pusat Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia dalam Workshop Penulis Fiksi (Cerpen/Novel), Jumat (12/10/2012) di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sumatera Barat, di Baso, Agam.

Acara yang digelar dalam rangka pengabdian masyarakat IPDN Kampus Sumatera Barat itu, akan dihadiri calon penulis-penulis muda dari berbagai perguruan tinggi di Sumatera Barat, remaja, masyarakat, termasuk dosen dan mahasiswa IPDN.

Menurut Drs. Tjahjo Suprajogo,M.Si, salah seorang dosen di IPDN workshop diadakan dalam rangkaian Pameran Buku Tahun 2012 di Kampus IPDN kerjasama Dinas Pendidikan Wahana Wiyata Praja (WWP) dengan Bidang Akademik IPDN Kampus Sumatera Barat.

Selain workshop menulis fiksi dan pameran buku, juga diadakan Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Populer, Bedah Buku “Menatap Masa Depan Kecamatan”, Lomba Mewarnai Tingkat TK/PAUD dan SD, Islamic Parenting, Pelatihan Belajar dengan Hati Nurani, Apresiasi Buku “Asmara di Atas Haram”, Pemutaran Film Edukasi, dan Public Speaking Skill.

“Acara ini akan berlangsung mulai Rabu tanggal 10 Oktober 2012 hingga Ahad, 14 Oktober 2012 di IPDN Kampus Sumatera Barat, Baso, Agam,” ujar Tjahjo Suprajogo.

Pengurus Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia Muhammad Subhan yang juga tampil sebagai narasumber dalam workshop tersebut sangat berbahagia dapat “duet” bersama Qurrota Aini, remaja yang sangat produktif menulis buku. Saat ini Aini santri kelas 1 Aliyah Diniyah Putri Padangpanjang.

“Produktivitas dan segala prestasi yang telah diraih Aini patut ditiru oleh remaja-remaja saat ini dan perlu mendapat dukungan dari para orangtua,” ujar Muhammad Subhan yang juga penulis novel “Rinai Kabut Singgalang”.

Diungkapkannya, ada sebagian orangtua yang secara terang-terangan melarang anak-anak mereka aktif menulis, terutama fiksi (puisi, cerpen, dan novel). Mereka menganggap menulis fiksi sebagai pekerjaan membuang-buang waktu, sia-sia, dan akan mengganggu jam belajar si anak.

“Saya kira itu sangat keliru sekali. Qurrota Aini membuktikan bahwa ia tetap sukses sebagai seorang siswa berprestasi di sekolah dan juga berprestasi menulis dengan terbitnya sejumlah buku karyanya bahkan meraih rekor MURI,” ujarnya.

Menurut Muhammad Subhan, mendukung anak menulis dan melahirkan karya tulis adalah suatu tindakan positif untuk melatih kecerdasan otak kanan si anak. Kemampuan menulis itu akan mengarahkan anak untuk suka membaca buku.

Nanti, setelah si anak masuk ke jenjang perguruan tinggi, menjadi mahasiswa, maka tugas yang paling banyak diberikan dosen adalah menulis, yaitu membuat makalah. Tugas akhir juga menulis skripsi. Andai sejak dini tidak dilatih menulis, maka ketika mereka menjadi mahasiswa akan berbuat sebuah tindakan negatif yaitu melakukan copy-paste karya orang lain di internet yang kemudian menjadikannya sebagai karya mereka sendiri.

“Inilah awal kebobrokan moral itu,” ujar Muhammad Subhan.

Diharapkannya, kegiatan-kegiatan pelatihan/workhsop menulis harus selalu digencarkan baik di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi. Penerbitan-penerbitan di sekolah dan di kampus harus diperbanyak sehingga siswa/mahasiswa mempunyai wadah untuk menyalurkan karya mereka.

“Bila semua orang membudayakan membaca buku dan menulis, maka negeri ini akan semakin maju dan berkembang, sebab banyak ilmu pengetahuan yang dituliskan dan dipetik manfaatnya bagi banyak orang,” tambahnya.(SP/red.04)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.