Refleksi Hari Guru, 29 November 2012
(Meskipun tulisan ini sudah tak aktual lagi, mengingat hari guru sudah berlalu, namun tulisan ini layak untuk dibaca sebagai refrensi dan penambah wawasan-red)
Oleh: Asnita,S.Si*
GURU, begitulah sebutan mulia yang sudah umum disandangkan bagi mereka yang mengajarkan ilmu dan pengetahuan kepada muridnya. Guru membantu membuka cakrawala berfikir bagi muridnya, menanamkan nilai-nilai tertentu dalam kehidupan dan dapat mempengaruhi proses dan pola pikir bagi yang diajarkannya. Sedemikian besar peran guru dalam proses kehidupan. sudah selayaknya perhatian yang serius kita curahkan terhadap keberadaan guru di tengah-tengah kehidupan kita.
Dewasa ini di tengah-tengah masyarakat sedang berlangsung berbagai krisis multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, kezhaliman, penindasan, ketidakadilan di berbagai bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk penyakit sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Sementara itu sistem pendidikan yang materialis terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus menguasai iptek.
Secara formal kelembagaan, sekulerisasi (pemisahan agama dari sistem kehidupan) telah dimulai sejak adanya dua kurikulum pendidikan keluaran dua departemen yang berbeda, yaitu Depag dan Depdikbud. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) adalah suatu hal yang berada di wilayah bebas nilai, sehingga sama sekali tak tersentuh oleh standar nilai agama. Kalaupun ada hanyalah etik (ethic) yang tidak berdasar pada nilai agama.
Sementara, pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Pendidikan yang materialistik memberikan kepada siswa suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material serta memungkiri hal-hal yang bersifat non materi. Ada anggapan hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam oleh orang tua siswa. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi.
Tulisan ini dipersembahkan bagi guru-guru/praktisi pendidikan, khususnya dan pemerhati masalah pendidikan pada umumnya serta pembuat kebijakan di tingkat atas.
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah bahwasanya Pendidikan harus diarahkan bagi terbentuknya kepribadian Islam anak didik dan membina mereka agar menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta tsaqafah Islam. Islam telah memberikan dorongan agar manusia menuntut imu dan membekalinya dengan pengetahuan. Dalam QS Az Zumar 39:9 yang artinya : Katakanlah (hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berbengetahuan dan orang-orang yang tidak berpengetahuan?
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan ketidaksamaan kedudukan antara orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang bodoh, masing –masing memiliki martabat dan kedudukan di mata masyarakat dan di sisis Allah SWT. Allah berfirman dalam QS Al Mujadalah/58:11 yang artinya : Allah mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di anta kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.
Dari sudut pandang sistemik, seorang guru adalah sebuah prototype teladan yang hidup. Maknanya, seorang guru di samping mengajarkan ilmu, juga perlu memberikan teladan kepada peserta didik. Dalam proses belajar mengajar di sekolah, peran guru sangat penting dan hendaknya mampu berfungsi sebagaimana orang tua yang mampu memahami, mengayomi dan memberikan perasaan aman kepeda peserta didik. Diharapkan seorang guru, apapun mataajaran yang menjadi tanggung jawabnya, merupakan sosok yang mampu memberikan teladan perilaku Islami sekaligus memiliki visi yang jelas dalam perannya mengembangkan pribadi siswa.
Berdasarkan hal ini maka seorang guru perlu memenuhi kualifikasi berikut:
Amanah, yaitu bertanggung jawab dalam keberhasilan proses pendidikan. Ia betul-betul memiliki komitmen yang tinggi untuk membentuk kepribadian Islam pada diri peserta didik. Bila tidak, pendidikan yang diharapkan hanya akan menjadi impian. Sebagai contoh bahwa guru yang baik adalah guru yang tidak membiarkan para siswa mencontek, sehingga timbul rasa kejujuran pada diri siswa, giat belajar dansebagainya
Kafa’ah atau memiliki skill (keahlian) di bidangnya. Pengajar yang tidak menguasai bidang yang diajarkannya baik dalam aspek iptek dan keahlian maupun tsaqafah Islam tidak akan mampu memberikan hasil optimal pada para peserta didik. Dengan demikian, penguasaan materi yang akan diajarkan penting dipahami oleh pengajar yang bersangkutan. Dalam keseharian, seorang guru didorong mengembangkan wawasan, baik terkait dengan dunia pendidikan secara umum maupun bidang ilmu yang menjadi spesialisasinya. Di samping itu, guru dituntut pula untuk memahami dengan seksama aspek paradigma pendidikan yang menjadi landasan visi, misi, dan tujuan pendidikan sesuai jenjangnya.
Himmah atau memiliki etos kerja yang baik. Disiplin, bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan taat kepada akad kerja dan tugas merupakan salah satu karakter orang yang beretos kerja tinggi. Dalam hal ini bahwa seorang guru harus bertanggung jawab penuh mulai dari kehadirannya di sekolah yang tidak terlambat, memulai dan mengakhiri sesi belajar mengajar dengan tepat dan pekai terhadap semua permasalahan siswa dan sebagainya.
Berkepribadian Islam. Seorang guru harus menjadi teladan bagi siswa-siswinya agar tidak hanya sekedar menjalankan fungsi mengajar melainkan juga fugsi mendidik. Artinya, upaya menanamkan kepribadian Islam kepada peserta didk harus dimulai dengan tersedianya guru yang berkepribadian Islam yang kuat.
Seorang guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang diberlakukan dalam mengatur proses pendidikan itu sendiri. Bila sistem pendidikan yang digunakan tepat(Sistem pendidikan Islam yang tidak memisahkan antara kehidupan dunia dengan agama) serta ditunjang dengan guru yang memiliki kualifikasi di atas maka diharapkan dari pendidikan di negeri ini akan menghasilkan pribadi – pribadi istimewa yang berilmu (intelek) dan ahli ibadah. Akan lahir pula di tengah umat para pemimpin yang cakap, terutama dalam bidang politik, ekonomi, mekanika, teknologi dan sebagainya yang nantinya diharapkan mampu untuk menghilangkan krisis multidimensi yang sedang melanda negeri ini.(asnita2010[at]gmail.com)
*Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Takengon