Oleh: Zuhri Syafriwan AB
DAERAH Pemilihan Aceh untuk tingkat DPRA, sudah seharusnya ditata dengan proporsional, dengan mempertimbangkan peraturan, jumlah penduduk dan letak geografis dan hubungan emosional. Penggabungan Daerah Pemilihan Legislatif antara wilayah pesisir dengan wilayah tengah untuk tingkat DPR Aceh, secara politis sangat tidak menguntungkan bagi wilayah tengah tenggara.
Disebabkan jumlah penduduk diwilayah pesisir jauh lebih besar dibanding wilayah tengah tenggara. Sebagai akibatnya keterwakilan masyarakat wilayah tengah untuk tingkat DPRA sangat tidak representatif, sehingga saluran aspirasi masyarakat tidak memuaskan. Dampak negatif lain yang timbul dari penggabungan daerah pemilihan tersebut, mengakibatkan hak-hak politik, pengembangan diri sebagai masyarakat diwilayah tengah tenggara tidak akan pernah berkembang secara sehat.
Hal ini penting menjadi pertimbangan KPU Pusat dan DPR Aceh agar keterwakilan masyarakat di DPRA benar-benar dianggap mewakili. Berdasarkan asumsi dari berbagai media local dan salahsatu anggota DPRA Komisi A, memang harus ada penambahan Dapil untuk wilayah timur, karena jumlah penduduk Aceh Timur, Kota Langsa dan Aceh Tamiang berjumlah 858.047 jiwa. Dan jika dibagi dengan harga satu kursi yakni 61.916, maka jumlah kursi mencapai 14 kursi. Hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum.
Adapun didalam peraturan tersebut dijelaskan, jumlah kursi untuk satu daerah pemilihan (Dapil) yakni minimal 3 kursi dan maksimal 12 kursi. Berdasarkan aturan tersebut, Dapil Aceh Timur, Aceh Tamiang dan Kota Langsa, sudah tidak mungkin digabungkan untuk satu Dapil, karena berdasarkan jumlah penduduknya sudah mencapai 14 kursi.
Jadi sudah selayaknya Aceh Timur membentuk Dapil tersendiri. Begitu juga untuk kabupaten Biruen, sudah selayaknya dibentuk menjadi Dapil tersendiri. Karena apabila Kabupaten Biruen tetap digabungkan dengan Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah seperti Dapil tahun 2009, maka hal ini sangat tidak proporsional. Contoh pada pemilu tahun 2009, jumlah kuota kursi untuk Dapil 4 yakni kabupaten Biruen, Aceh Tengah dan Bener Meriah sebanyak 10 kursi. Ternyata yg duduk menjadi wakil dari Aceh Tengah dan Bener Meriah hanya 1 kursi dan 9 kursi wakil dari kabupaten Biruen. Ini sangat tidak rasional dan secara politis, hal inilah salahsatu alasan kenapa Dapil 4 harus dirubah.
Baru ideal apabila kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tenggara dan Gayo Lues dijadikan satu Dapil berdasarkan pertimbangan aturan, letak geografis, emosional dan dan aspek lainnya.
Pertanyaan disini apa alasan DPRA tidak membentuk Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tenggara dan Gayo Lues menjadi satu Dapil. Kalau dihitung dari jumlah penduduk 4 kabupaten tersebut, maka jumlah penduduknya sebanyak 666.160 jiwa. Bila jumlah penduduk dibagi dengan harga satu kursi yakni 61.916 jiwa, maka jumlah kursi dapatnya sebanyak 11 kursi dan jumlah tersebut tidak melanggar peraturan. Kalau hanya jarak tempuh antara Biruen dengan Aceh Tengah Bener Meriah yg menjadi alasan kenapa Biruen tetap digabungkan satu Dapil dengan Aceh Tengah dan Bener Meriah, saya kira ini tidak logis. Karena jarak tempuh dari Aceh Tengah ke Gayo Lues hanya berkisar 3-4 jam.
Apabila asumsi kami ini dapat dipenuhi, maka keterwakilan masyarakat di wilayah tengah di DPRA sebanyak 11 kursi sudah cukup terwakili. Ada wacana penambahan Dapil dan jumlah anggota DPRA untuk Provinsi Aceh, saya kira tidak ada persoalan, karena kalau dihitung berdasarkan jumlah penduduk Aceh, maka sudah seharusnya ada penambahan jumlah kursi di DPRA, yang sebelumnya 69 orang, menjadi 81 dan bisa mencapai 82 orang.(bassar29[at]yahoo.com)
*Litbang LSM Pusat study Pembangunan daerah (Pusbangda)