Banda Aceh | Lintas Gayo – Atjeh Analysts Club (A2C) mengadakan diskusi publik dengan tema “Menerawang Prospek Demokrasi Pemilu Legislatif 2014 Dalam Bingkai Perdamaian” ala lesehan di Amiki Café Simpang Mesra, Kamis (16/5/2013).
Salah seorang budayawan nasional asal Aceh Sarjev mengatakan, secara kultur, Aceh yang multi etnis ini memang dikenal dengan bangsa yang keras, namun tidak menjadi sumber percekcokan. Konflik yang dibangun hari ini cenderung mengarah kepada pembohongan publik, kepentingan yang melatarbelakangi masalah malah dialihkan ke persoalan lain, seperti perbedaan suku dan sebagainya.
“Dalam perspektif budaya justru Aceh akan menyatu,” ujar Sarjev.
Seorang dosen Unimal, Abidin Nurdin sangat optimis akan masa depan Aceh. Aceh yang dikenal rentan konflik sering dipandang dari satu sisi saja menurut beliau. Ada sisi lain yang mesti dikedepankan. Sejarah membuktikan bahwa semua konflik di Aceh tentu akan mengarah kepada perdamaian.
“Tapi hal ini kurang diperhatikan, bahkan yang ditonjolkan adalah peperangannya,” ujar Abidin.
Dari kalangan aktifis Mahasiswa Akmalul Riza berpendapat, semestinya demokrasi yang hampir memotong lidah para orator di Aceh harus dianalisa lagi. Labeling keliru sering muncul dan mengarah kepada kelompok tertentu sebelum dilakukan analisa mendalam terhadap persoalan tertentu.
“Hal ini akan berefek kepada kesimpulan keliru pula bagi masyarakat. Kata ‘tampar’ saja bisa dilebih-lebihkan dan menjadi arti keliru sepeti ‘bunuh, tembak’ dan sebagainya,” jelasnya.
Secara terpisah Zawil Qiram selaku coordinator A2C Banda Aceh menyebutkan bahwa diskusi ini merupakan kajian rutin mingguan A2C.
“Tentunya bahasan kali ini belumlah tuntas, makanya perlu pengulasan-pengulasan di lain hari terkait dengan Demokrasi di Aceh,” ujarnya.
Dialegtika yang lebih terfokus pada sudut pandang budaya itu menghadirkan 23 peserta dari berbagai unsur/elemen masyarakat yang berbeda-beda. Kamarudin Hasan (Kuya), M.Si., selaku direktur DeRE sekaligus penanggung jawab A2C juga berhadir pada diskusi itu mengharapkan diskusi seperti ini terus berlanjut untuk mengawal keilmuan.(SP-Khairil Akbar/red.04)