Politisi Kutu Loncat Jika tidak Mundur Bisa Dipidana?

Oleh: Muchtarudin Gayo*

muctaruddin gayoPOLITISI Kutu Loncat  yang masih berstatus sebagai anggota dewan, kemudian pindah ke partai lain untuk menjadi caleg pada pemilu 2014, maka mereka harus mengundurkan diri dari jabatannya di lembaga legislative tersebut.

Begitu dia loncat pagar atau pindah partai, maka dengan sendirinya,hak dan kewajibannya sebagai anggota dewan gugur. Jika politisi yang sudah resmi pindah dari partai yang mengantarkannya duduk sebagai anggota dewan yang terhormat, namun masih menerima hak dan melakukan kewajiban sebagai wakil rakyat, maka mereka bisa dijerat dengan hukum pidana. Bahkan,dapat dituduh melakukan korupsi.

Selain mundur dari partai lama, caleg yang pindah partai tersebut harus mundur dari anggota dewan. Mereka harus mengisi surat keterangan berhenti dari partai lama mengisi Form Model BB5  dan membuat surat pengunduran diri dari dewan.

Pengunduran diri anggota dewan yang pindah partai saat mendaftar kembali sebagai Bacaleg 2014, merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh politisi. Ini sebuah keharusan atau keniscayaan mundur dari DPR. Ini diatur dalam  UU No. 15 Tahun 2011, PKPU No.7 Tahun 2013 diperbaharui dengan PKPU No.13 tahun 2013. Kalau ini dilanggar, bagaimana seorang anggota dewan terhormat  menjalankan sebuah norma sistem politik dan hukum itu nantinya.

Kepercayaan dan ketidakpercayaan itu dimulai dari diri sendiri. Dalam diri anggota legislatif harus melekat kepercayaan itu. Karena itu, Bacaleg harus clear and clean (jelas dan bersih) dari sikap tercela, edukasi dan pendidikannya. Sudah saatnya Parpol melakukan rekrutmen Bacaleg secara profesional dan proporsional. Sebab, potret buram parlemen saat ini disebabkan buramnya proses rekrutmen partai politik.

Mundurnya sejumlah anggota DPRD/DPRK dari statusnya sebagai wakil rakyat, ternyata tidak sepenuh hati mereka lakukan. Diduga pengunduran diri itu dilakukan, hanya untuk memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri ke KPU/KIP sebagai calon legislatif.

Meskipun telah mengajukan surat pengunduran diri ke DPRD/DPRK, sejumlah anggota DPRD/DPRK tersebut masih menikmati fasilitas dan tunjangan sebagai anggota DPRD/DPRK. Tidak hanya itu saja, mereka juga masih aktif mengikuti kegiatan DPRD/DPRK seperti rapat-rapat komisi, mengambil keputusan penting tentang penjaringan dan penyaringan anggota KPU/KIP seperti terjadi di DPRK Bener Meriah ketua Komisi A DPRK telah menandatanagni surat pernyataan pengunduran diri dan tidak akan menarik pengunduran diri tersebut sebagai anggota partai politik Bintang Reformasi Kabupaten Bener Meriah dan/atau Anggota DPRK Bener Meriah efektif tanggal 12 Mei 2013.

Anggota DPRD/DPRK yang telah mengajukan pengunduran diri wajib mengembalikan semua fasilitas yang dipinjamkan kepada mereka pada saat menjabat anggota DPRD/DPRD. “Hidup inikan pilihan, begitu mundur dari dewan ya harus berani menerima semua konsekuensinya termasuk mengembalikan fasilitas yang diberikan selama ini”.

Fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap wakil rakyat tersebut yakni, kendaraan dinas, laptop, uang sewa rumah serta fasilitas lainnya. Semua fasilitas tersebut mestinya sudah dikembalikan dengan adanya surat pengunduran diri, lain halnya jika dipecat berarti bukan karena kesadaran.

Bagi bakal calon anggota DPRD/DPRK, baik yang dalam status sebagai anggota DPRD/DPRK maupun bukan anggota DPRD/DPRK, yang berasal dari Parpol yang berbeda harus mengundurkan diri dari Parpol asal, baik Parpol Peserta pemilu 2014 maupun Parpol bukan Peserta Pemilu 2014 yang tidak lolos verifikasi maupun Parpol Peserta Pemilu 2009, tanpa surat persetujuan Parpol asal. Bakal Calon tersebut harus mengisi Formulir Model BB-5 yang telah dirubah format isinya sesuai Peraturan KPU No. 7 Tahun 2013 yang dirubah dengan PKPU No. 13 Tahun 2013.

Anggota DPRD/DPRK yang mengundurkan diri kendati belum di PAW (Pengganti Antar Waktu) tidak berhak lagi mendapatkan fasilitas dari pemerintah, termasuk gaji. Sebab mengundurkan diri dengan dipecat sangat berbeda.

Kalau anggota DPRD/DPRK dipecat masih ada proses untuk melakukan perlawanan dengan menggugat ke pengadilan, maka sebelum surat keputusan pemberhentian dari anggota DPRD/DPRK terbit maka mereka masih berhak mendapatkan fasilitas selaku anggota DPRD/DPRK. Beda halnya jika mengundurkan diri, artinya dengan sadar mengajukan pengunduran diri, artinya ketika surat pengunduran diri disampaikan kepada pimpinan DPRD/DPRk maka sejak saat itu tidak berhak lagi mendapatkan fasilitas termasuk gaji, tidak berhak lagi mereka menerimanya.

Melawan Hukum

Landasan hokum yang bisa dipakai adalah PKPU No. 07 tahun 2013 yang dirubah dengan PKPU No. 13 Tahun 2013, serta UU Nomor 27 Tahun 2009  tentang SUSDUK juga telah mengaturnya. Bila Anggota DPRD/DPRK pindah partai, hak mereka sebagai anggota dewan dan gajinya juga dicabut. Etisnya, kalau dia mengundurkan diri, maka dia tidak menerima gaji lagi.

Berpotensi Kena Pasal Korupsi

Sekretariat DPRD/DPRK berwenang  dalam hal pengaturan pembayaran hak dan tunjangan anggota DPRD/DPRK. Akan tetapi,  jika sekretariat DPRD/DPRK membayar kepada  seseorang yang sudah tak memiliki hak, jerat hukum yang akan menimpa bisa kena pasal korupsi dalam hal ini memperkaya orang lain.

menurut telaahan dan pendapat para pakar hukum jika ada anggota DPRD/DPRK  mengundurkan diri dari partai asalnya secara tertulis dan menjadi anggota parpol lain, maka statusnya diberhentikan/gugur dan otomatis tidak berhak mendapatkan pembayaran gaji/tunjangan sejak pengunduran diri.

Apabila yang bersangkutan masih mendapatkan pembayaran maka akan bertentangan dengan pasal 24 PP No.24 Tahun 2004 yang menyatakan; penganggaran atau tindakan yang berakibat atas beban belanja DPRD/DPRK  untuk tujuan lain di luar ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah dinyatakan melanggar hukum.(gempar_lsm[at]ymail.com)

* Ketua Umum LSM Gempar, Pengamat Politik Aceh wilayah Tengah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Diminta kpd pembina politik di daerah yaitu bupati dan Dandim spy proaktif utk menegur para politisi busuk tersebut secara gentelman tdk lagi memakai fasilitas dewan, dan para penegak hukum polri dan kejaksaan spy mengawasi politisi/dewan yg nakal jika sdh memenuhi unsur pidananya spy ditindak