Gula Aren Made In Gayo Lues

Gayo Lues | Lintas Gayo : Daerah Kabupaten Gayo Lues yang terletak di kawasan Hutan Taman Nasional, Hutan Lindung, Hutan Produksi Masyarakat, serta di kawasan hutan penggunaan areal lain menyimpan banyak pesona kekayaan alam yang tiada henti terus digerogoti oleh masyarakat untuk melangsungkan kehidupan.

Disetiap hutan yang ada di Gayo Lues, ribuan pepohonan yang bisa dikonsumsi dijadikan masyarakat setempat sebagai mata pencaharian, tak heran, bila disetiap kaki gunung terlihat gubuk-gubuk kecil dengan sepasang keluarga yang mencari napkah dari hasil alam.

Amin salah satu pengrajin gula aren warga Desa Uring Kecamatan Pinding Kabupaten Gayo Lues Sabtu (28/5) kepada Lintas Gayo mengatakan, membuat gula aren tidaklah mudah seperti yang dibayangkan semua orang.

“Dalam membuat gula aren, pengrajin harus memiliki bermacam keahlian, dan memiliki resep supaya gulanya terasa enak, kalo tidak, gula kita tidak akan laku dijual kepasaran” katanya tanpa bersedia membeberkan resep yang ia gunakan.

Sambil bercerita, Amin akirnya membuka percakapan tentang membuat Gula aren, katanya, sebelum seseorang berkeinginan membuat Gula aren harus terlebih dahulu mengetahui bunga aren yang bisa di ambil airnya yang manis.

“Kalau kita sudah menemukan aren yang berbunga, baru setiap pagi, siang dan sore kita pukul batangnya dengan perlahan, dan kalau bisa sambil menyayikan sebuah lagu, karena kata nenek moyang kami, bernyayi sambil memukul batangnya akan menghasilkan banyak air dan manis”, paparnya.

Setelah satu hingga dua minggu dilakukan pemukulan rutin sambil mengayun-ayun bunga aren tersebut, bunga aren yang sudah mulai tua itu baru di potong dengan menggunakan parang kecil.

“Setelah dipotong bunganya hingga tersisa dua puluh hingga tiga puluh senti meter, biasanya kami mengoleskan sabun batang ke lingkarannya, hal ini unutk mengantisipasi datang ulat-ulat kecil,” sebutnya.

Dengan selesai dilakukan pemotongan, pengrajin gula aren hanya tinggal membuat red Tebok Pola (tempat penampung air)  yang terbuat dari batang bambu besar dengan panjang mencapai dua hingga tiga meter yang langsung dipasangkan dibawah bunga aren yang telah dipotong.

“Kalau sudah dipasangkan tempat penampungannya, kita tinggal mengambil airnya sambil menukar tempat penampungnya, bisanya setiap pagi dan sore saja, sedangkan disiang hari sudah dilakukan pemanasan terhadap air arennya,” katanya.

Air aren atau nira yang baru diambil dari batangnya, biasanya dikumpulkan dulu hingga beberapa liter, setelah itu baru dipanaskan hingga mendidih untuk dilakukan pencetakan dengan menggunakan batang kulit bambu yang dibulat-bulatkan.

“Sebenarnya dalam membuat gula aren rahasianya hanya di saat airnya mendidih itu, kalau memang kita tidak membuat bumbunya, rasanya tidak akan enak, baunya juga tidak akan harum,” paparnya.

Di saat air Aren yang dipanaskan sudah mendidih, Amin mengatakan terlebih dahulu memasukan beberapa butir buah kemiri yang sudah dikerok ke dalam air yang sudah mendidih itu.

“Jika tidak diberi buah kemiri yang sudah di kerok ini, rasanya pasti tidak enak, baunya pasti tidak akan harum, dan para pembeli juga pasti malas membeli gula aren kita itu” ungkapnya.

Menurut Amin, gula aren made in Gayo Lues terkenal dengan rasanya yang enak dan harum hingga ke luar daerah hanya disebabkan oleh buah kemiri dan harganya yang sangat terjangkau, dalam satu bungkus gula aren hanya di jual dengan harga Rp. 20 Ribu hingga 30 Ribu  per bungkus dengan ukuran lima hingga enam keping gula.

“Setiap hari biasanya saya bisa membuat gula aren made in Gayo sekitar 20 hingga 30 bungkus, dengan harga yang saya jual Rp 18 ribu untuk bungkus kecil, dan Rp 28 Ribu untuk bungkus yang besar, dan semuanya hanya tergantung pesanan,” pungkasnya. (Anuar Syahadat, Wartawan Harian Aceh dan Majalah Lentayon Liputan Gayo Lues/ foto Munawardi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.